Subscribe Us

ANTARA SENIOR DAN JUNIOR



Uh,hari ini sebenarnya Icha males banget pergi ke sekolah barunya. Hari ini adalah hari ketiga Icha ikutan tradisi ospek yang bikin dia sebel setengah mati harus ngadepin kakak-kakak senior yang jual tampang menyebalkan dan sok aksi. Banyak aturan yang di terapkan mereka dan di suruh membawa barang yang aneh-aneh bikin kantong cekak lagi. Kalau tahu gini mending ngulang lagi ke SMP tapi ia pasti akan di ledek habis-habisan jadi siswa abadi berbaju biru.
Hari ini Icha di suruh kakak seniornya membawa pulau Ikan maksudnya peyek ikan, bawa biji kacang ijo seratus biji ,korek api cap Mak lampir dan pisang raja kembar siam dll. Bikin icha bete asli kayaknya lebih asik lagi ngulang ke TK. Dua hari kemarin ia paling getol banget kena hukuman karena bawaanya nggak pernah lengkap dan ia juga paling sering banget melawan kakak senior. Kalau bisa Icha pengen ngajuin ke Departemen Pendidikan kalau teradisi kayak ginian itu di hapus aja, nggak mendidik. Ganti saja dengan yang lebih elit serta mendidik.
Kali ini Icha datang kesiangan sampai di sekolah,karena tadi Icha harus mengerjakan pekerjaan rumah dulu. Selama mama masuk rumah sakit karena kecapekan kerja, semua pekerjaan rumah ia yang mengerjakan.
“Hai Kaca mata kenapa kamu datang kesiangan? Nggak tau aturan sekolah !” bentak Kak Yuda senior kelas dua. Orangnya sih ganteng tapi sok galaknya bikin amit-amit.
“Aku datang kesiangan karena bantu orang tua dulu di rumah. Memasak,mencuci, sebangai anak yang baikkan  wajib mementingkan perintah. . .”
“Heh kamu ini Yunior! Jadi selama ospek ini kamu harus mematuhi perintah Senior,” bentak kak Yuda bikin Icha gondok.
“Kak,sekarang ini sudah Zaman  Demokrasi. Jadi teradisi Premanisme kayak begini udah nggak laku !” jawab Icha kesel
“Eh,kamu ini mau jadi sok pahlawan !” bentak Mbak Ita  yang setali tiga uang soal galaknya.
Jadi sok pahlawan lebih baik dari pada sok premanisme, batin Icha.  Kali ini ia nggak berani ngomong langsung takut senior didepannya meledak kayak bom.
“Sekarang hukuman buat keterlambatan kamu adalah merayu Kak Yuda dengan bahasa yang puitis!” suruh Mbak Ita bikin Icha sebel.
“Kalau saya nggak mau.” Jawab Icha cuek.
“Eh, kamu itu kalau disuruh senior nurut !” bentak Mbak Ita lagi .
“Maaf saja deh Mbak, saya ini orangnya nggak biasa begitu saja  patuh pada orang lain. Apalangi kalau alasannya nggak ilmiah kaya gini.” Ujarnya tanpa takut.
“Heh kamu ini  benar-benar pembangkang ya? !” Mbak Ita mulai kesal dengan yuniornya yang bandel.
“Dan Kakak-kakak yang merasa senior ini  tidak lebih sebagai Tirani !” balik Icha tanpa takut sedikitpun. Baginya  perbuatan kayak bengini harus dilawan. Jika dibiarkan begitu saja  berarti ikut berpartisipasi menyuburkan bibit-bibit premanisme tumbuh subur di negri ini. Tidak salah  kalau negri ini  tiap priodenya  menghasilkan pemimpin-pemimpin pengecut.
Kak Yuda juga ikutan kesal, baru kali ini ia nemuin siswa baru  yang nggak mempan di bentak-bentak.
“Sekarang kamu lari saja keliling lapangan sepuluh putaran. Setelah itu segera gabung dengan kelompokmu.!” Suruh Kak Yuda dengan paras tetap galak .
Untuk saat ini Icha terpaksa nurut. Baginya mendingan keliling lapangan dari pada harus merayu Kak Yuda. N’tar dia malah kegeeran lagi.
“Gila lu Cha, senior aja dilawan mana keren lagi. Kalau gue mending disuruh merayu aja. “ bisik Tita.
“Bisa-sisa dia kegeeran kalau gue merayunya. Lagian gue  nggak punya banget tampang merayu.” Jawabnya cuek.
“Sok cakep lu ! “  
“Emang dari sejak lahir gue udah cakep. Marsanda aja kalah sama gue.” Ujarnya pede. Tapi Icha emang cakep kok, apalagi kalau dia bisa lembut dikit.
“Ge-er banget lu !” Ledek Tita. “ Tapi ngomong-ngomong lu nggak jera tiap hari di hukum kakak senior.
‘Nggak lah, gue kan habis SMU mau masuk Hukum, jadi kudu dari sekarang melatih diri berjiwa baja dalam menentang ketidak adilan. Tapi lu juga harus tau setelah  gue pake baju putih abu-abu gue punya rencana untuk melakukan sesuatu.”
“Rencana apa Cha?”Tita jadi penasaran.
“Bikin balasan ngerjain itu senior.” Jawabnya kalem.
“Jadi ceritanya mau bales dendam?”
Icha mengangkat bahu acuh dan matanya mulai fokus kedepan  memperhatikan Dimas yang disuruh kedepan untuk menyanyikan lagu pelangi tapi harus dinyayikan dengan menggunakan akhiran hurup O
“Polongo-polongo… olokoh ondoh mo.  Moroh konong hojou do longot  yong boro. Polokosomo  Ogong… siopo gorongon . . .” ujarnya dengan mimik lucu  bikin suasana riuh tergelak-gelak  saat mendengarkan lagu yang dinyayikan Dimas. Saat jam istirahat tiba, lepas sesaat dari suasana yang bikin Icha bete gadis itu segera menggambungkan diri dengan teman-teman cowoknya sambil buka bekal yang dibawa dari rumah.
“Gila banget tuh nenek sihir , tiap hari dia pasti menghukum gue.” Keluh Dimas cowok yang bertampang Melayu.
“Sama gue aja bete ngadepin acara kayak gini. Kalau ditambah lagi  sampai sebulan acara MOS-nya, gue acak-acakan deh sekalian muka para senior yang sok aksi itu !” timpal Icha gemas.
“Kalau gitu kita harus bikin balesan.” Ujar Dimas.
“Emang gue juga mau bikin pembalasan.” Jawab Icha.
“Kalau gitu siiip deh.” Dimas mengangkat tangan kanannya dan begitupun dengan Icha mereka akan kompakan buat bikin pembalasan.                                                                   
Akhirnya hari-hari yang bikin bete itu lewat juga. Hari ini Icha sudah boleh pake baju abu-abu, serasa ia jadi lebih dewasa sekarang. Pagi-pagi Icha sudah menclek di sekolah barunya nyaingin satpam. Itu karena ada sesuatu yang mau dikerjakannya buat ngusilin pangeran kodok yang ngerasa sudah jadi senior.
Sampai di sekolah Icha nggak buru-buru masuk kekelasnya, tapi ia mejeng dulu didepan gerbang nunggu pangeran kodok itu datang sambil baca koran baru. Pangeran kodok yang ditunggunya datang juga setalah ditunggu hampir sepuluh menit. Icha menunggu sampai sasaranya lewat lebih dulu setelah lewat ia segera melipat koranya lalu menyusulnya dengan langkah tergesa. Akhirnya mereka tabrakan hingga buku Yuda berceceran.
“Eh,kamu tuh kalau jalan lihat-lihat dong! Pakai kaca mata tapi jalan serudukan !” semprot Yuda kesal.
“Huh segitu aja sewot. Pasti belum sarapan !” balas Icha tak kalah galak.
“Eh, kaca mata , kamu tuh jagan sok jadi murid baru deh! Baru pakai seragam baru aja sudah sok aksi !”
“Disitu tuh yang jangan sok jadi murid lama, hingga pakai semena-mena memperlakukan orang lain ! “ sengit Icha.
“Dengar ya kaca mata,aku tuh sebenarnya males baget ngeladenin kamu dipagi yang cerah ini . Hanya bikin . . .”
“ Apalagi aku , males banget  melihat orang marah-marah, cuma ngerusak pagi yang indah saja ! “  potong Icha setelah berbicara ia langsung tancap gas berlari menuju kelasnya.
“ Gimana Cha sudah berhasil belum ?” tanya Dimas setelah sampai dikelas .
“Baru pemanasan lu sendiri? “
“Sudah.” Jawab Dimas tanpa menjelaskan aksi balas dendamnya.
“ Cha itu senior bagian lu masuk kemari.” Ujar Dimas ribut .
“Tenang aja, paling dia mau jual tampang gorilanya.”  Sinis Icha.
“Selamat siang adik-adik. Maaf ya kakak mengganggu sebentar. Siapa dari kelas ini yang mau ikutan Eskul pramuka?” tanya Yuda dengan penuh wibawa.
“Nggaaaak. . .!’ jawab Icha kenceng dibales tawa temen sekelasnya.
 “Eh temen-temen ku yang ada dikelas ini, kalian nggak boleh ikutan itu Eskul. Anak Pramuka itu jarang mandi,nggak sehat. Gaya aja yang diduluin. Mendingan ikutan Rohis aja bareng aku. Kakak pembinanya pada keren dan cantik  sudah begitu mereka pada lembut-lembut. Dijamin kalian nggak bakalan sakit hati dibentak-bentak!” orasi Icha mempengaruhi teman sekelasnya bikin Yuda kesel sama si kaca mata yang punya nama lengkap Raisya Adwzar.
Yuda berusaha untuk tampil tenang didepan adik-adik kelasnya meskipun kesal setengah mati pada si kaca mata itu.
“Lu keterlaluan banget si Cha !’ protes Tita pada teman sebangkunya.
“Alah lu jangan sok bela dia deh ! Bagi gue orang kaya dia itu harus ditega-tegain. Kalau nggak dia bisa lebih tega ! Sok jadi senior.” Ujar Icha sinis. Kayaknya Icha masih dendam baget sama senior itu.
“Waktu itukan lagi Ospek dan acara seperti  udah tradisi.”
“Eh, Tita, denger ya, tradisi itu bukan Tuhan jadi untuk apa melestarikan tradisi yang nggak mendidik gitu kalau cuma nambah dosa aja! Gue lebih simpati sama anak rohis yang nggak banyak ikutan aksi kayak gini. Kalau bisa tahun depan gue yang harus jadi osis di sini, biar nggak ada lagi tradisi ospek yang kejam kayak gini.” Terang Icha yang masih dendam dengan acara MOS kemarin.
“Jadi siapa di sini yang mau ikut Eskul Pramuka?” tanya Kak yuda lagi.
Ternyata yang mengacungkan tangannya cuma lima orang dari tiga puluh lima siswa. Yang lainnya memilih Rohis, Teater, Band, PMR dan LKIR. Ich atersenyum menang melihat Kak Yuda keluar kelas dengan tampang tidak segagah waktu pertama masuk. Makanya jangan main-main dengan Raisya Adzwar, batin gadis itu.
                                                                    ***
Kali ini Icha kembali ngerjain seniornya.
“Eh, itu uang siapa jatuh?” ujar Icha ketika Yuda lewat di depan kelasnya. Yuda langsung melirik ke bawah.
“Hahaha…kena juga senior Pramuka di kerjain Yunior,” ujar Icha sambil tergelak-gelak. Wajah Yuda langsung memerah malu di liatin anal-anak kelas satu.
Sampai di kelasnya Yuda langsung uring-uringan.
“Kenapa Yud, mukamu kusut banget pagi ini?” tanya Faris perhatian.
“Hrggh… gue di kerjain lagi sama si kaca mata itu, mana di depan umum lagi. Heran banget deh gue sama itu cewek, tiap hari dia pasti ngerjain gue.”
“Habis sih kamu waktu MOS kemarin kejam banget sama dia, jadinya tuh anak bales dendam.”
“Iya sih. Tapi dia sendiri yang selalu bikin perkara dan gue nggak nyangka kalau dia bakal balas dendam. Eh, kalau nggak salah dia itukan ikutan Rohis. Apakah dia menyebalkan juga?” Yuda jadi penasaran pingin tahu sikap Icha saat di Rohis dan kebetulan Icha gabung disana.
“Nggak tuh. Tapi anak satu itu lumayan kritis. Dia yang paling banyak nanya, kayaknya dia cocock banget kalau jadi kritikus.”
“Emang mungkin dia masih keturunan tikus,” sinis Yuda.
“Sudah deh Yud, nggak usah di pikirkan. Aku yakin bentar lagi dia jadi putri yang lembut. Apalagi kalau sudah di kerudungin, di jamin kamu naksir dia mati-matian. Wajah dia kan lumayan juga, kembarannya Zhang Ziyi,” komentar Faris.
“Gue dari pada naksir si kaca mata mendingan sama temannya aja yang manis itu.” Kata Yuda. Lagian dia males naksir anak kritis gitu entar malah ketularan kritis lagi. Meskipun pada awalnya Yuda sempat terhipnotis melihat kembaran Zhang Ziyi itu. Rambutnya yang di kepang dua, pakai kaca mata bikin tambah simpatik bagi yang melihat. Ternyata gadis itu sangat menyebalkan di matanya.
“Bener kamu nggak naksir?” selidik Faris.
“Yee, ngapain sih lu nanyain soal itu segala? Jangan-jangan lo lagi yang naksir dia!” ketus Yuda.
“Hussh…aku sih mikir seribu kali kalau harus naksir. Takut terlena dan kebablasan yang terjadi malah menabung dosa. Nggak ada anggaran lagi buat naksir anak orang saat ini. Tapi kalau buat di jadikan wife, boleh juga,” ujar Faris sambil nyengir.
“Sekalian lo lamar aja dari sekarang,” saran Yuda.
“Nggak ah. Kalau ngelamar sekarang, bisa-bisa aku nggak bakalan  bisa meraih cita-cita yang sedang aku arrange. Tapi kalau sudah dapat titel dokter boleh juga,”
“Entar malah di ambil orang lagi,” ujar Yuda.
Faris  mengangkat bahu. Dia lebih tertarik membaca buku biologi karena pelajaran pertama akan segera di mulai.
                                                            ***
Siuuuttt…geblug!!! Yuda terjatuh di depan cewek-cewek manis karena dia secara tidak sengaja telah menginjak kulit pisang yang emang sengaja di buang Icha buat ngerjain mangsanya.
“Ha…ha…ha…” Icha tertawa tertawa tergelak-gelak di barengi temannya yang lain. Anak itu benar-benar jail banget kalau sudah ngerjain orang.
Wajah Yuda langsung berubah seperti kepiting rebus. Kalau tidak malu di tonton adik kelasnya, ingin saja ia mencakar wajah gadis innocent itu.
“Makanya kalau jalan itu lihat-lihat ke bawah. Jangan terlalu angkuh kalau jadi senior. Jatuh baru tahu rasa!” ledeknya bikin Yuda tambah panas. Tapi cowok itu berusaha bersikap tenang demi menjaga wibawa di depan adik kelas. Setelah bangkit, Yuda berlalu begitu saja.
“Cha, lo tuh kejam banget  sama kak Yuda. Dia itu kan kakak kelas kita, wajib untuk di hormati. Bukan ngerjainnya habis-habisan.”
“Biarin! Biar dia tahu rasa di kerjain Yunior. Supaya nggak sok kecakepan.”
“Lo gimana sih, Cha. Katanya anak Rohis tapi kelakuanmu nggak mencerminkan anak Rohis yang lembut, santun dan alim.” Tegur Mitha.
“Lo jangan sok nasehatin gue deh! Emangnya setiap anak Rohis itu harus sempurna kayak nabi? Ya nggaklah. Semuanya jugakan butuh proses. Apalagi gue masih new comig, jadi nggak bisa jreng lembut. Paham!”
“Cha, dendam itu kan nggak boleh. Jadi untuk apa kamu terus-terusan menyimpan dendam pada kak Yuda dengan cara mengusilinnya.”
“Sudah…sudah, lo ini cerewet banget sih? Jangan-jangan lo naksir dia lagi!” sewot Icha galak membuat Tita langsung diam.

Di kelas dua jurusan IPA, Faris sibuk nasehatin Yuda yang pingin bales dendam pada Raisya Adzwar yang sudah banyak ngusilin dirinya.
“Sudah Yud, nggak usah di jadikan beban soal kejadian barusan. Nanti juga dia bakal berhenti dengan sendirinya. Kalau kamu mau bikin pembalasan yang lebih kejam, itu malah akan bikin wibawamu hancur di depan adik kelas. Ssebagai orang yang punya jiwa  leader kamu tuh harus ksatria.”
“Tapi gue sudah banyak di permalukan oleh itu cewek,” Yuda terlihat masih kesal dengan kejadian yang menimpanya.
“Setiap orang juga pasti begitu jika di perlakukan kurang ajar oleh orang lain. Kita pasti pingin bikin pembalasan yang setimpal. Tapi kita jangan terburu dibakar oleh nafsu. Berjiwa sabarlah, karena sabar adalah permatanya iman.” Nasehat Faris bijak.
“Thanks Ris atas nasehatnya.” Ujar Yuda yang sudah bisa meredam emosinya karena di nasehatin Faris. Sebenarnya Yuda kagum sama Faris yang bisa lebih sabar, perhatian dan sangat bertanggung jawab.
                                                                         ***

Pulang sekolah Icha bermaksud mau menyebrang karena Bus yang di tungunya sudah datang.  Dia tidak melihat sebuah motor melaju kencang dari sampingnya.
“Icha awaaas!” teriak Tita mengingatkan tapi terlambat tubuh Icha tertabrak motor sedang pengemudi motor tersebut langsung kabur melarikan diri. Serempak teman-temannya segera menolong termasuk Yuda ikut menolong dan segera membawa gadis itu ke rumah sakit. Icha pingsan waktu di perjalanan menuju rumah sakit karena banyak darah yang di keluarkan dari kepalanya.
Icha baru sadar dari pingsannya setelah lima jam ia tak sadarkan diri. Alhamdulillah nyawanya masih bisa di selamatkan berkat kemurahan Tuhan dan kebaikan seseorang yang rela menyumbangkan darahnya untuk di donorkan. Kebetulan golongan darah Icha yang bergolongan darah O sama dengan si pendonnor.
“Alhamdulillah kamu sudah sadar sayang,” ujar mama bahagia melihat putrinya sudah mulai sadar. Mama Icha yang saat itu masih di kantor langsung segera pergi kerumah sakit ketika di kabari putrinya kecelakaan.
“Icha kenapa ada di sini Ma?”
“Kamu kan kecelakaan Cha, saat mau nyebrang waktu pulang sekolah itu,” jelas Mama yang dapat kabar dari Tita, “Untung nyawamu masih bisa di selamatkan Cha. Karena temanmu ada yang bersedia mendonorkan darahnya. Padahal Mama tadi sudah bingung banget mencari pendonor. Di keluarga kita yang golongan darahnya sama dengan kamu cuma Papa kamu yang kini entah dimana,” tambah wanita itu dengan raut muka tiba-tiba sedih jika mengingat suaminya yang tidak bertanggung jawab hingga ia harus sendirian membesarkan putri tunggalnya.
“Tita kan Ma, yang sudah donorin darahnya?” tanya Icha penasaran.
“Bukan, tapi dia cowok. Mama lupa nggak sempat menanyakan namanya. Tapi kita harus berterimakasih pada dia yang sudah  nolongin kamu.”
Icha sibuk menerka siapa temannya yang sudah rela mendonorkan darahnya itu. Mungkin Dimas, pikirnya.

Besoknya Tita datang di temani Dimas dan Kak Yuda. Lho kok dia juga ikut. Icha kelihatan kaget melihat mahluk yang kerap di usilinya ada di sini.
“Nah Icha, nak ini yang sudah menonorkan darahnya pada kamu sehingga nyawamu bisa tertolong. Trimakasih ya nak, atas jasa baikmu.” Kata Mama lembut mengucapkan trimakasih pada Yuda. Sedang Yuda cuma tersenyum samabil mengangguk sopan.
Icha terkejut demi mengetahui orang yang sudah berjasa atas kehidupannya. Ternyata Kak Yuda yang selama ini sering dia kerjai habis-habisan karena kebenciannya waktu MOS saat dia di bentak-bentak senior.
“Kak yuda, makasih banget ya, sudah mau nolongin Icha. Dan Icha juga minta maaf atas semua perlakuan yang telah Icha lakukan pada kakak,” ujarnya dengan suara masih lemah.
Yuda mengangguk.
“Kakak pasti maafin. Dan kamu cepat sembuh ya, sekolah jadi sepi jika nggak ada kamu,” kata Yuda tulus.
Icha cuma bisa tersenyum. Sungguh dia rindu akan sekolah. Mungkin butuh waktu yang cukup untuk kembali sekolah. [ selesai ]

0 Comments:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung ke blog ini