Subscribe Us

[Novel] MERAJUT BENING CINTA #1


Wanita usia 25 tahun itu menatap langit malam, bintang berkerlip menghiasi langit malam bersaing dengan cahaya rembulan yang memancarkan cahayanya memantulkan sinar keperakan di daun-daun. Angin tertiup lembut merasuki sel-sel kulitnya. Wanita itu belum beranjak dari taman kecilnya, dia masih betah memandangi malam dengan keanggunannya, sesaat melupakan masalah yang mendera  jiwanya.

           Santi nama wanita itu, dia baru lima bulan menikah tapi jangan harap pernikahannya bahagia seperti halnya pernikahan yang lainnya, melewati masa-masa pengantinya yang begitu romantis.  Mereka menikah karena keinginan orangtua masing-masin tanpa mereka saling mengenal terlebih dahulu.
            Mungkin bagi santi kalau lelaki itu seorang yang soleh yang mengerti akan agama, itu tidak akan menjadi masalah meskipun tidak saling mengenal terlebih dahulu. Tapi kenyataannya lelaki yang menjadi suaminya jauh dari harapan, pondasi agamanya begitu rapuh, sikapnya kasar dan tidak menghargainya.
“Ini semua karena Papa.” mata santi tiba-tiba berkaca. Dia sama sekali tidak punya hak untuk memilih. Kalau masih mau dianggap keluarga Sasmito Wijaya harus tunduk, patuh, menerima peraturan yang ada di keluarga besar itu.
            Papa hanya melihat calon bagi anak-anaknya pada  unsur matrealistis semata, tanpa memikirkan perasaan anak-anaknya. Laki-laki otoriter yang hanya mau mementingkan dirinya sendiri dan di jaman seperti ini masih ada sistem perjodohan, benar-benar menyebalkan.
            Bagi Santi restu orang tua adalah segalanya, meskipun dengan terpaksa menerimanya. Dia berusaha mengobatinya dengan kata jihad, siapa tahu  Mas Yoga suatu saat dapat menerimanya dan dia bisa menjadi lelaki sholeh. Berharap suatu saat hidayah itu mampir di hati laki-laki itu. Bukankan Asiyah pun bersanding dengan fir’aun.
            Robbi, ikhlaskanlah hatiku untuk menerimanya, desisnya dalam malam yang semakin merangkak menuju puncaknya.
 Mas Yoga sampai malam begini belum pulang juga, kemana ya? Hati santi galau penuh tanda tanya. Ini memang bukan malam pertamanya dia pergi begitu saja tanpa pesan, sudah sering dan Santi cuma bisa diam. Bertanya padanya paling dijawab dengan acuh tak acuh.
Tidak ada sama sekali sikap menghargai dari yoga pada dirinya. Entah pernikahan macam apa yang akan terjadi berikutnya. Apakah berujung dengan kebahagiaan atau malah kehancuran. Tapi berharap kebahagiaan, itu cita-cita yang diharapkan oleh manusia yang  masih memiliki keoptimisan hidup.
“Papa tidak pernah berkaca pada pengalaman hidupku santi, pahit.” ujar Mbak Sarah getir dengan mata yang semakin cekung memikirkan ketersiksaan rumah tangganya, yang sama seperti Santi hasil perjodohan papanya juga. Mas Anto suaminya menikah lagi, hidup mbak Sarah memang berlimpah soal harta namun jiwanya kering akan cinta dan kasih sayang.
Santi menarik nafas berat saat itu, kasihan Mbak Sarah yang begitu rapuh.
“ Aku mengira kamu bakal bisa melawan kediktatoran Papa, tapi ternyata kamu sama seperti aku” ujar Mbak Sarah perih.
“ Tapi Mbak hebat, mampu mengambil tindakan untuk lepas dari Mas Anto dan memilih menjadi single parent.” Puji Santi dengan sikap mbaknya yang tidak tahan lagi hidup dengan Mas Anto.
“ Tapi kamu lihat Danu jadi korbannya” Dia menunjuk Danu yang masih berusia enam tahun.
“ Mbak harap kamu bahagia, jangan sampai kejadian pada Mbak terulang lagi.”
“Terimakasih Mbak, atas doanya” Santi memeluk kakak satu-satunya dengan erat.
“Astagfirullah,” Santi beristigfar pelan ini sudah larut malam. Tidak baik membiarkan diri terus disini dan larut dalam kesedihan. Santi beranjak masuk kedalam rumah.
Jam dinding di rumahnya sudah menunjukan jam 12 malam, berati Mas Yoga tidak pulang lagi dan makanan  yang sudah disiapkan pasti sudah dingin sekarang. Santi merasa sia-sia menjadi istri Yoga yang acuh dan menganggap dirinya mungkin tak pernah ada
***


Suara bunyi bel membangunkan Santi. Astagfirullah sudah jam lima pagi. Santi buru-buru bangun dari tidurnya, pasti Mas Yoga. Suara sandal yang di seret tergesa-gesa menuju pintu.
“Waalaikum salam, Mas Yoga dari mana aja?” ujar Santi lembut. Santi nungguin sampai jam 12 malam.”
Yoga melirik sekilas wajah istrinya,Aku capek!” ujarnya dingin lalu beranjak meninggalkan Santi menuju kamar.
Santi cuma bisa menarik nafas, lalu dia melangkah ketempat wudhu. Dia mau sholat shubuh dan mengadukan resah dihatinya langsung kepada Allah.
 ***

“ Mas Yoga saparan dulu.” panggil Santi yang melihat Yoga seperti terburu-buru untuk pergi ke studio sehingga sarapan yang sudah disiapkan tidak disentuhnya.
“Nggak usah, aku mau sarapan pagi di restoran dekat kantor aja. Makan dirumah nggak enak. Kamu sih ngak bisa masak, terbiasa hidup manja.” Sinis Yoga tanpa perasaan.
Wajah santi memerah, hatinya terkoyak dengan kata-kata Yoga yang seperti sabetan pisau melukai hatinya. Kalau tak ingat tatak rama sudah dibanting semua piring yang ada di meja. Astagfirullah nafsu jangan sampai menguasai hatiku.
“Kenapa dulu mas Yoga mau menikah sama saya? Kenapa tidak cari mojang priangan yang pintar masak?” ucap Santi bergetar menahan isak tangisnya.
“ Siapa yang mau menikah dengan perempuan kampungan seperti kamu. Kalu bukan demi ayah dan ibu, meski dengan konsekuensi aku tidak bisa mencintaimu”.
“Sama, karena aku pun tidak mau menikah dengan laki-laki yang bukan kriteria idealku. Aku mau menjalaninya karena restu orang tua adalah segalanya. Meski harus menerima kenyataan ini dengan perasaan hancur” ujar Santi dengan mata berkaca-kaca.
Yoga tertegun mendengar kata-kata Santi barusan. Dia tidak menyangka Santi yang biasanya diam bila bibentak-bentak bisa juga bicara seperti itu. Terus terang Yoga belum mengetahui sikap Santi meski pernikahan mereka sudah berlangsung lima bulan lebih.
Ya, kalau sama-sama saling tidak mencintai kenapa pernikahan ini harus terjadi? Mungkin dari awal bisa di bicarakan baik-baik antara Santi dan Yoga. Menyusun strategi agar pernikannya tidak terjadi. Ah.... mungkin sudah jodoh sehingga tidak bisa dihindari.
“Aku berangkat” ujar Yoga datar. Santi mengangguk, dia sedang tidak mood untuk diajak bicara. Wanita itu mengantar suaminya sampai teras depan, hingga Yoga pergi dengan kijang silvernya. Lalu Santi masuk kedalam. [bersambung]

4 Comments:

Terimakasih sudah berkunjung ke blog ini