Subscribe Us

[NOVEL] MERAJUT BENING CINTA # 6

            Sejak tampil di TV secara tidak sengaja bersama Yoga dengan beberapa pertanyaan yang diajukan oleh wartawan, Santi mulai mendapatkan perhatian dari teman-teman masa SMA dan kuliahnya, terutama mereka yang aktive di rohis.

            Kebanyakan dari mereka tidak setuju. Ya.... santi yang akhwat kok bersuamikan seorang artis yang lagi diidolakan para remaja. Padahal ikhwan yang soleh juga masih banyak yang mau pada gadis itu. Santi yang lembut dan disukai adik-adik angkatnya apalagi kalau sedang mentoring pada adik tingkatnya mengena banget, kok mau dinikahi cowok begituan meskipun cakep tapi swear dia bukan kriteria ideal. Malah bahaya besar mungkin, begitulah pandangan ketidak setujuan teman-temanya.

           Mungkin dunia telah mengodanya. MasyaAllah. Santi berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan itu yang muncul lewat dering telpon, Hp, maupun email. Dia berusaha untuk bersikap bijaksana dan tabah.

            Mungkin ini sudah jodoh, karena apapun yang yang terjadi kita tidak dapat mengelak dari takdirnya. Ini bagian dari jihad saya, ukhti. Sebagaimana Asiah yang bersuamikan fir’aun tapi mungkin hidayah belum hinggap dihatinya, dan saya berharap suatu saat dia menjadi ikhwan yang baik dan sholeh. Sebuah jawaban sebagai penguat hatinya yang kadang diterpa bimbang karena dia juga manusia biasa yang pernah berharap seperti para akhwat lainya punya impian mendapat suami yang sholeh namun tak semua impian mewujud kenyataan.

            Ah... wanita itu begitu rindu sentuhan embun syurga yang bisa menyemangatinya, menjadi aliran air yang bisa mendongkrak keresahan dijiwanya. Tausiyyah dari sahabat-sahabatnya yang selalu memberi warning dikala jeda dalam keadaan iman lagi menurun, tapi kini.... Santi tergagap. Dia sekarang jarang ikut pengajian, halaqah, mabit sudah jarang di lakukan. Mungkin inilah sebagian yang membuat jiwanya gersang. Kenapa tidak menghidupkannya lagi?

            Dulu dia berharap dikala imannya lagi menurun bakal ada suami yang menyemangatinya. Seorang suami yang bisa diajaknya berjuang merengkuh cintanya. Tapi sekarang.... kenyataan tak selalu sama dengan harapan maka jalanilah kenyataan seperti air yang mengalir asal masih dalam rael yang diridhoinya.

            Yoga semakin larut dalam dunia musiknya. Untuk mengobati kesedihannya Santi menyibukan diri dengan menulis, sebagai proses dakwah dari imajinasi kreatifnya. Bukankan menyampaikan kebenaran dengan pena pun bagian dari dakwah juga. Santi merasa senang karena tulisannya kini banyak disukai oleh pembaca.

            Kabar tidak sedap muncul, dia membaca dari tabloid yang dibelinya dari loper koran, kalau yoga ada hubungan dengan model yang mengisi vidoklipnya. Santi ketinggalan berita karena dia jarang menonton tv dirumahnya kecuali untuk acara berita saja, gosip para selebritis jarang sekali dilihatnya.

            Ketika seorang wartawan menanyainya saat dia pulang Work Shop kepenulisan diDepok.

            “Bagaimana pendapat anda tentang hubungan suami anda dengan model vidioklipnya?”

            “ Saya tidak akan begitu saja percaya pada berita yang simpang siur dan belum tentu kebenarannya.”

            “ Tapi banyak orang yang telah memergokinya.”

            “ Soal itu seharusnya bukan ditanyakan pada saya, tapi pada orang yang bersangkutan.”

            “ Bagaimana perasaan anda kalau berita ini benar?”

            “Setiap problema pasti pasti ada solusinya, jadi selama bisa dihadapi dengan kepala dingin kita bisa menyelesaikan secara baik-baik.”

            “Anda tidak cemburu..?”

            “Maaf, ini. Masalah  pribadi dan gosip-gosip seperti ini tidak pantas jadi konsumsi publik, biar kami berdua menyelesaikannya sendiri.” Santi segera mencegat taksi yang lewat dan sempat pamit pada wartawan itu.

            Letih, itu perasaan yang dihinggapinya kini. Diapun  ikut-ikutan jadi konsumsi publik, kemana-mana jadi pusat perhatian dan jadi incaran wartawan. Betapa indahnya jadi orang biasa-biasa saja.

            Bu subroto tak urung menanyainya ingin memastikan kebenaran gosip Yoga, rupanya berita sudah sampai ke keluarga itu. Ingin saja Santi berkata,  Perlu Ibu tahu, saya ini cuma istri pajangan saja tak pernah dianggap ada dan saya benar-benar tersiksa, Bu. Tapi saya tak berdaya.

            “Ti, ibu ingin dengar sebenarnya apa yang terjadi dirumahtangga kalian?

            “Tidak ada apa-apa Bu,” Santi berusaha menutupi apa yang telah terjadi. “Tapi saya tidak tahu dengan apa yang terjadi diluar sana.”  Tambahnya.

            “ Ya sudah.  Nanti Ibu akan bicara dengan Yoga.  Maaf ya, ibu sudah ganggu.”

            “Ah... tidak apa-apa kok Bu.” Jawab Santi pelan.

Ketika pembicaraan selesai santi menyandarkan tubuhnya kedinding ada bening kaca dimatanya,  mendadak dia begitu lemah. Andai bisa ingin saja seperti burung yang bebas merambahi ngarai kehidupan.

Hidup dalam istana yang pondasinya rapuh, mungkin sebentar lagi rubuh karena pilar-pilanya sudah keropos dimakan rayap. Suara adzan asyar yang mengalun indah menembus kisi-kisi hatinya untuk segera melaksanakan perintahnya. Santi segera beranjak menuju tempat wudhu.

****

“Kamu pasti sudah ngadu pada ibu, sehingga dia mengintrogasi hubunganku dengan novel.” tuduh Yoga.

“Aku tidak harus ngomong ngaler-ngidul pada Ibu, karena media sudah ramai membicarakannya.”

“Jadi kamu percaya dengan gosip itu?” Yoga menarik tangan Santi kasar, tapi Santi segera menepisnya.

“Media tidak asal mengeluarkan berita kalau tidak ada bukti.”

“Perempuan brengsek, sudah ku urus dengan baik-baik tapi kau malah termakan gosip murahan seperti itu.”

“Mas Yoga aku hanya minta kejujuranmu saja, terus terang aku letih disiksa dalam rumah tangga seperti ini. Sebab percuma kita bersatupun jika tak pernah ada keharmonisan. Kesabaranku telah menipis jika terus-menerus  didustai.” Mata Santi berkaca.

Yoga tersenyum sinis.

”Jadi selama ini, kamu sudah merasa cukup sabar?”

Santi  diam, tapi ia segera berlalu dari hadapan Yoga sebab percuma memperpanjang persoalan, hanya akan berakhir dalam emosi yang labil.

Yoga mengacak rambutnya, ucapan Papa terngiang kembali ditelinganya.

“Papa sengaja memilihkan istri seperti ini,” papa memperlihatkan gadis berkerudung,  Agar kau bisa belajar menjadi lelaki sejati karena cinta itu ibarat menanam sebuah bunga. Jika kamu merawatnya dengan baik dan  rajin menyiramnya maka suatu saat akan menghasilkan bunga yang sedap dipandang dan menghasilkan harum yang semerbak.”

“Tapi saya sudah...”

“Ingat Yoga ,kamu harus nurut kata-kata Papa, kalau ingin masa depanmu cemerlang karena restu orangtua.”

Uhh... papa, Yoga benar-benar sebal tapi terpaksa menerima tawaran Papa menikah dengan Santi sebab dalam sisi badungnya ia juga masih punya rasa cinta pada orang tua.

Yoga menjambak rambutnya kesal, pernikahan hanya bikin repot saja, batinnya. Coba kalu kayak dulu kemanapun bebas, orang mau mengkritik terserah dan ia bebas berpacaran dengan lusinan gadis cantik seperi ganti baju saja layaknya. Tapi sekarang, wuih, ribet. Ada norma-norma yang ngak boleh dilanggar biar tidak ada  hati yang terluka. TV akan ramai membicarakannya, ibu dan ayah akan  marah besar serta Santi.... Yoga mulai dihinggapi rasa lelah dan kesal.

Dia segera masuk kekamarnya dan mengunci pintunya. Capek juga setelah bulan-bulan ini melakukan konser musik, tour kedaerah-daerah. Perhatiannya benar-benar tersedot untuk musik.

****

Buku Santi bestseller yang berjudul ‘kasih dalam penantian’ jadi sorotan publik dan ramai diperbincangkan, mereka para pembaca lebih banyak menyangkut pautkan dengan rumahtangganya yang mulai goncang disaat pernikahan mereka yang menginjak Satu tahun.

Banyak kepedihan yang tersimpan dalam buku itu, seperti kisah nyata yang terselip dalam novel itu tentang slide hidupnya.

“Kamu sudah baca isi novel itu Ga?” Tanya Sandi penuh perhatian, mereka sebal juga jadi konsumsi publik. Yah.... inilah konsekuensi jadi publik figur selalu jadi sorotan. Orang-orang terlalu usil sampai ingin mengetahui masalah yang sensitif, capek sebenarnya tapi materi dunia itu menjanjikan.

“Belum...”

“Yah kamu, istri seorang penulis aja sampai ngak tahu. Seharunya kamu bangga. Istri penulis dan suami penyanyi itu perpaduan yang unik dan dia bisa diajak kerjasama untuk menciptakan lagu.”

“Gue merasa menikahi perempuan itu hanya bikin hidup gue sial dan jadi konsumsi publik.”

“Ga, loe itu harusnya stabil. Harusnya loe bangga ada perempuan kayak gitu berani ngadepin tantangan buat ngedampingi hidup loe.”

“Tantangan, maksud loe?”

“Jarang ada perempuan kayak gitu yang mau menikah dengan laki-laki kayak loe. Dunia dia dan dunia loe itu berbeda dan yang pasti dia harus banyak mempertimbangkan ketika dia mau kawin sama loe, termasuk perasaan.”

“Loe bukanya nolongin gue, San.”

“Loe tuh egois Ga, padahal apa yang kurang dari dia, cantik, alim, penulis lagi. Tinggal loe menerima dia, seperti dia memahami dan menerima loe apa adanya.”

“Kok loe malah nasehatin gue.” Yoga benar-benar marah.

“Ya, sudah kalau loe ngak mau dikasih solusi sama gue.” Sandi malas berdebat tapi dia menyodorkan novel yang baru dibelinya karena penasaran kenapa sampai ramai diperbincangkan.

“Loe baca, emosi gue sampai tergugah ketika baca novel ini. Tak sadar gue nangis, tentang kesabaran seorang istri yang disia-siakan suaminya dan ending dari novel itu ada sebuah penyesalan yang besar dari suaminya ketika Tania meninggal karena kangker rahim, gue ikut terlarut dan seperti ikut menyelam dalam novel ini.” Ujar sandi. “Perempuan tidak hanya butuh materi semata,Ga. Tapi juga butuh kasih sayang.” Tambahnya.

“Tapikan novel ini Cuma hasil imajinasi, kalau istriku berhasil itu karena kepiawaiannya dia mengaduk emosi pembaca.”

“Mungkin secara eksplisit dia menyampaikan pesan-pesan moral yang harus dipikirkan oleh para suami bahwa kekerasan bukan solusi.”

Yoga mulai tertarik untuk segera membaca novel itu. Kata demi kata dia telusuri tak mau ada satu kata pun yang terlewat. Perjodohan orang tua, hm... hampir mirip dengan kisah hidupnya. Kesabaran Tania.... dan kisah itu hampir mirip dengan kisah yang dijalaninya bersama Santi.

Apa maksud wanita itu, menulis novel setebal 200 halaman, apakah dia ingin memberikan informasi pada publik bahwa rumah tangganya tak bahagia. Uh... Yoga mulai emosi tapi dia harus menuntaskan isi novel ini sampai selesai, meskipun jujur ada rasa sedih menelusup ruang hatinya ketika membaca novel ini tak sadar dia pun mengusap air matanya,. Terlalu cengeng untuk menangisi sebuah cerita rekaan padahal dia laki-laki. Ada sisi ruang hatinya yang tersentuh. Ahh... dia merasa lungkrah tidak bisa menyelami hati Santi terlalu jauh. Dalam diri wanita itu ada bakat yang terpendam dan sangat berharga bila di gali. Haruskah dia bangga?

****

“Maksud kamu sebenarnya apa menulis novel ini? .Yoga datang marah-marah dia melempar buku itu kemuka Santi dengan kasar.

“Astagfirullah,” ucap Santi

“Kamu sengaja ingin memberitahukan pada orang-orang kalau rumah tangga kita itu didalamnya rapuh dan sebentar lagi akan hancur.” Tuduh Yoga kejam.

“ Mas Yoga novel itu hanya rekaan, dan itu dibuat untuk kado temanku yang mau menikah. Mas Yoga sudah baca kan halaman depannya dipersembahkan untuk siapa?”

“Alah... kamu jangan mencoba berkelit dari aku, kenapa kamu tidak tulis cerita yang romantis sebagai kado untuk temanmu itu?”

“ Mas Yoga, saya sama sekali tidak punya niat membuka aib dikeluarga kita, karena pernikahan tak pantas untuk dinodai. Saya menulis cerita itu karena saya menginginkannya.”

“Tapi kamu lihat hasilnya, mereka mengangap cerita itu nyata.”

“Itu karena mereka haus akan informasi mas Yoga sebagai publik figur sehingga hal-hal sepelepun dibesar-besarkan. Padahal...”

Yoga kalap, dia mendamprat muka Santi keras. Santi terhuyung bibirnya pecah berdarah.

“ Kamu hanya bikin sial seluruh hidupku.”

“ kalu begitu kenapa tidak ceraikan saja aku?” Seperti ada keberanian Santi menantang mata Yoga padahal hatinya porak-poranda.

“Cerai! Jadi itu yang kamu inginkan, baik besok kita uruskan karena aku bosan hidup bersamamu.”

Santi segera bangkit berlari kekamarnya, menangis terisak-isak pedih nian kenyataan ini, padahal ini adalah hari ulangtahun pernikahannya. Tapi yang terjadi hanya percekcokan. Santi dihinggapi rasa suram tentang masa depan rumahtangganya.

Santi memasuk-masukan pakaianya ke kopernya lalu ia keluar, dia harus pergi dari rumah neraka ini. Ketika melewati Yoga, Yoga segera mencegatnya.

“Mau kemana kamu?”

“Pergi dari sini.” Ucap Santi datar.

“Tidak bisa.”

“Kenapa?”

“Karena kamu masih menjadi miliku.” Yoga segera merebut koper Santi.

“ Bukankah kamu menginginkan aku pergi dari rumah ini? Percuma hidup disini pun, aku hanya jadi patung hidup dan kamu bebas memperlakukanku sesuka hatimu. Kalau aku tak punya perasaan mudah saja bagiku untuk menghancurkan karier mu dan penjara sebagai hukumanya karena telah melakukan penyiksaan terhadapku diluar batas! Tapi aku masih punya perasaan meskipun pernikahan ini penuh kekasaran dan dusta.” Ujar Santi dengan air mata yang mengalir deras.

Yoga terperanggah, banyak hal yang tak bisa diselami Yoga dari diri Santi, mungkin perempuan itu terlalu sabar namun ia juga punya hak untuk berontak dan melawan.

“Maafkan aku, aku memang mudah emosi tapi kamu jangan membuat semuanya tambah hancur.”

“Maaf semudah itukah kamu mengucap kata maaf setelah beberapa kali melakukan kesalahan yang sama. Aku punya kesabaran yang terbatas dan tidak siap menyelami duniamu karena hanya akan terjerumus pada lubang yang lebih dalam. Perlu kamu ktahui aku tak selemah yang kamu duga. Jika terus di perlakukan seperti ini aku akan melawannya melalui pengadilan!ujarnya tegas.

“Santi...”  Yoga segera menarik tangan istrinya. “Aku tidak ingin ayah dan ibu sedih karena kejadian ini dan publik semakin ramai memperbincangkan kita.”

Santi menepisnya dengan kasar.

”Lebih baik jujur meskipun itu pahit. Jika rumah tangga kita sudah tidak dapat disatukan lagi, bukankah kebebasan yang kamu inginkan? Dan kamu bisa bebas pacaran dengan siapapun.” Sergah Santi dingin.

“Kamu adalah istriku dan kamu harus hargai aku.”

“Apa pernah kamu juga menghargai aku?”

Hening sesaat diantara mereka. Santi sibuk menghapus air matanya.

“Jikapun kita akan cerai aku hanya ingin dilakukan dengan baik-baik tidak dengan emosi. Karena saat  melamar kamu pun dilakukan dengan baik-baik. Sekarang kamu istirahat saja dulu, aku tidak ingin kamu pergi membawa emosi.” Kata Yoga pelan.

Santi pun pergi kekamarnya meninggalkan Yoga yang kini diam terpekur. [bersambung]

****

0 Comments:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung ke blog ini