Subscribe Us

[NOVEL] MERAJUT BENING CINTA # 7


    Santi dan Yoga  hari ini pergi kerumah orang tuanya dan orang tua Yoga yang masih sama di Ciputat tapi kampung mereka saling berjauhan. Mereka akan bilang pada orang tua tentang kisah cinta mereka yang tak bisa di satukan lagi dan penceraian sebagai solusi rumah tangga mereka. Mereka tidak mau orang tauanya tahu dari media ketika sudah tak bersama lagi.

Mobil melaju meninggalkan bogor, Santi tiba-tiba merasa mual dan ingin muntah...
Huek..huek... rasa mual santi sudah tak tertahankan lagi, dia muntah dimobil dan kepalanya mendadak pening. Dan huek... dia muntah lagi.
“Kamu pasti masuk angin.” Yoga menepikan mobilnya kepinggir, lalu menyodorkan kayu putih dan air mineral.
“Aku benar-benar mual.” Santi meringis karena ingin muntah lagi.
“Kita kerumah sakit saja dulu.”
“Nggak usah.” tolak Santi
Merekapun berhenti dulu menunggu Santi sembuh dari rasa mualnya dan Yoga mengajak Santi untuk turun dulu, masuk kesebuah restoran. Setelah dirasa mual Santi reda, perjalanan dilanjutkan lagi.

CIPUTAT...
Diruang keluarga, rumah pak Subroto.
Bu Subroto dan pak Subroto ada disana kecuali Hardian, cowok itu ada kegiatan mabit di kampusnya.
“Bu, pak sebenarnya kami datang kemari... “  Yoga memulai percakapan. “Maksud kedatangan kami, ingin memberitahukan bahwa kami akan cerai.”
“Apa?!” Pak Subroto kaget begitupun dengan Bu Subroto.
“Kenapa?” Tanya bu Subroto.
“Kami sudah tidak ada kecocokan lagi.” Santi yang bicara.
“Ini pasti gara-gara kamu yang tidak bisa membahagiakan Santi.” Tuduh Pak Subroto pada Yoga.
“Kamu juga tidak bisa menghargai perasaan istrimu, malah pacaran dengan perempuan lain.” Bu Subroto ikut bicara.
“Tapi semua ini kan gara-gara ayah yang memaksa saya dengan perempuan yang tidak saya kenal sebelumnya, dan terus terang saya tidak bisa mencintainya.”  Ujar Yoga menumpahkan segala unek-uneknya.
“Jadi persoalannya hanya karena tidak mencintai?”
“Ya... jawab Yoga.”
“ Sungguh aneh, padahal apa yang kurang dari istrimu. Hanya dia tidak seksi, genit dan tidak berpakaian yang memamerkan tubuhnya. Apakah itu perempuan yang kamu mau?”  Protes ayah.
“Ini persoalan hati yah.” Ucap Yoga pelan.
“Ya, sudah dari pada kamu sudah tidak bisa diatur lagi. Lakukan saja sekehendak hatimu.”  Ujar pak Subroto marah, dia segera bangkit meninggalkan ruang keluarga.
Bu Subroto mengusap dada. “ Ga, apakah tidak bisa dipikirkan lagi?”
Yoga menggeleng. “Dunia saya dan Santi terlalu sulit untuk disatukan.”
“ Karena kamu tidak mau berusaha untuk mengubah sikap kamu. Ibu sebenarnya sudah senang punya mantu seperti Santi tapi terserah kalian lah. Pernikahan tidak bisa disatukan jika terlalu banyak perbedaan yang mencolok, meski jika mau berusaha masih bisa di atasi.”
Jadi ibu setuju kami cerai?” Ucap Yoga.
“Kalau perlu dipikirkan lagi jangan terburu-buru dan kalaupun itu terjadi ibu minta cerainya talak satu saja, siapa tahu setelah berpisah kamu menyadari kalau Santi bukan sekedar pilihan ayah tapi pilihan kamu sendiri.”
“Akan saya pertimbangkan, Bu.” Jawab Yoga.
“ Dan Santi jika cerai itu terjadi, ibu berharap kamu tidak melupakan kami disini. Sering-seringlah datang kemari karena kamu sudah ibu anggap anak sendiri.”
IinsyaAllah Bu.”  Jawab Santi. Sebenarnya ia sangat sayang pada mertuanya yang baik dan perhatian. Kalau saja Yoga suami yang baik dan mengayomi.
****
Perceraipun akhirnya terjadi. Karena tidak ada yang bisa di perbaiki lagi dengan rumah tangganya.
Papa Santi paling shock menerima hal ini, tapikan yang berkuasa dalam talak adalah laki-laki. Sebagai orangtua ia merasa sedih dengan kegagalan rumah tangga anaknya, mungkin ini salah dirinya yang terlalu otoriter pada anaknya termasuk dalam masalah jodoh dia yang harus menentukan.
Kedua putrinya gagal dalam menikah, ada sesuatu yang menyentuh hatinya.
Santi, saya minta maaf atas semua sikap kasar saya yang pernah dilakukan terhadap kamu. Saya berharap kamu mendapat jodoh yang lebih baik.” Ujar Yoga sebelum pamit.
Insya Allah saya akan memafkan.” ujar Santi dengan mata berkaca. Mengantarkan Yoga sampai teras, setelah Yoga pergi Santi berbalik dan menangis dipangkuan Mama.
Mama mengusap-usap bahu Santi lembut.
“ Sabar anakku, setiap ujian akan dibalas dengan balasan yang lebih baik.” nasehat mama. Mata papa ikut berkaca, penyesalan memang selalu datang diakhir waktu.
“Maafkan Papa, nak.”
“Sudahlah Pa, biarlah yang sudah terjadi segera berlalu.” Santi berusaha tabah mengobati hatinya yang luka.
Hari terus bergulir, Santi tidak mau larut dalam kesedihan, dia mengunjungi teman-temannya dan juga Mitha. Mitha sangat terkejut saat Santi berkunjung kerumahnya.
“Aku sama sekali ngak nyangka kalau kamu istri seorang penyayi, sungguh kaget ketika aku melihat kamu tampil ti TV saat itu”
“Sekarang semuanya sudah berakhir Mit...”
“Maksudnya?”
“Kami sudah bercerai, karena diantara kita sudah tidak ada kecocokan lagi.”
“Kok bisa sih San? Aku pikir rumah tangga kamu bahagia. Tapi aku baru sadar waktu kita direstoran saat kita jumpa dulu, wajah kamu begitu pucat dan aku tahu kenapa penyebabnya karena laki-laki yang duduk tak jauh dari kita makan itu adalah suamimu. Kenapa sih kamu sampai bisa menikah sama dia?”
“Dipaksa Papa.”
What? Di zaman modern seperti ini kamu  masih mengalami nasib seperti Siti nurbaya.”
“Karena aku melakukannya demi mengejar restu orang tua. Tapi aku menyadari restu juga tanpa pondasi iman yang seimbang akan rapuh karena yang Maha pembola-balik hati manusia adalah Allah.”
“Syukurlah kamu bisa lepas dari laki-laki seperti dia, sungguh aku juga nggak setuju kamu menikah dengan laki-laki seperti itu. Gaya hidup laki-laki seperti dia akan awur-awuran, cenderung bebas, hedonis. Ya.. namanya juga selebritis.”
“Mama...” tiba-tiba zahra muncul.
“Anak mu?” ujar Santi.
“Ya, zahra sini Mama kenalin sama temen Mama. Ini namanya tante Santi, ayo kasih salam sama dia.” Zahra pun menuruti perintah Mitha
            “Putrimu sangat manis.”
            “Zahra ayo main lagi, sana.”
            “Tapi listrikya padam Ma, jadi Zahra ngak bisa main game.”
            “Ya sudah zahra main apa saja didalam.” Zahra pun segera berlalu.
            “Kamu beruntung San, ngak punya anak. Sedang aku .. udah ditinggal lari, diusir orang tua, aku juga harus membesarkan Zahra sekaligus menjadi ayah bagi dia.”
            “Kamu tidak punya niat menikah lagi,Mith?”
            “Untuk sekarang mugkin tidak, tapi jika suatu saat ada laki-laki yang  baik aku ingin menikah lagi.”
“Aku doain semoga kamu mendapat jodoh yang baik.”
“Amien.. sekarang untuk mengisi kesendirianmu apa saja yang dilakukan San?”
“Masih aktif menulis dan rencana yang terpikir aku ingin terjun kedunia pendidikan.”
“Memangnya jurusan kulihmu dulu apa?”
“FMIPA, kalu bisa aku ingin mengajar didaerah saja, hitung-hitung menghilangkan stres, hidup dikota boring juga.”
“Bagus deh, aku setuju banget. Tadinya aku ingin ngajak kamu gabung dalam bisnis pakaian batik.”
“Kakakku juga mengajak aku gabung dalam  Wedding Organizer yang dia kelola.”
“Maksudnya mbak Sarah? Aku kangen banget sama dia, bagaimana kabarnya?”
“Alhamdulillah baik, sekali-kali main dong mit, ke Jakarta.”
“Ya, deh jika ada waktu luang. Eh airnya diminum dulu San...”
“Terimakasih.” Ngobrol ngaler ngidul bikin haus juga. Santi minum orange juice dingin yang disuguhkan Mitha. Udara diluar terasa menyengat sekali apalagi rumah Mitha tidak ada pohon-pohon besar bikin udara tambah panas. Padahal ini kota hujan.
****
Baru saja dua minggu cerai dari Santi, Yoga sudah dikabarkan pacaran dengan Isnia seorang artis pendatang baru. Cowok itu mulai terbuka mengakui hubunganya dengan Isnia tidak seperti dengan noval yang banyak menghindar dari kejaran wartawan.
“Gue sekarang udah bebas dan mau pacaran dengan siapapun itu hak gue.”
“Maksud anda bebas itu, anda telah cerai dari istri anda?”
“Ya.”
“kapan itu?”
“ Dua minggu yang lalu tapi gue cerai tidak secara hukum di KUA terlalu lama dan memakan waktu, jadi gue memilih yang singkat saja karena itu juga sudah sah.”
“ Tapi kan secara hukum status anda masih menikah dengan istri anda dan masih tercatat di catatan sipil.”
“Itu soal gampang, jika saya mau kapanpun dapat saya lakukan, tapi bukan sekarang.”
Santi yang menyimak berita itu bisa menyimpulkan kalau Yoga laki-laki yang  benar-benar tidak menghargai lembaga pernikahan. Kebebasan sudah menjadi dewa dihatinya, dilihat dari cara bicaranya yang tanpa pertimbangan mungkin hasil produksi barat.
Isnia yang ditanyai, bagaimana pendapatnya tentang Yoga.
“ Mas Yoga baik dan nyambung bila diajak bicara dan saya sangat suka mendengarkan lagunya, mungkin saya tersemasuk fans panatiknya.” Ujar Isnia dengan wajah berbinar senang sambil melirik Yoga mesra.
Perasaan santi ingin muntah melihat adegan itu dan tiba-tiba perutnya merasa mual, dia segera mematikan TV. Huek... Santi segera lari ke kamar mandi dan muntah- muntah, tubuhnya tersasa  lemas.
Kenapa San?” Tanya mama.
“Aku mual, ma”. Wajah Santi pias. Baru saja bicara dengan ibunya dia sudah muntah lagi.
Huek.....huek......
“Jangan-jangan kamu...?” Mama tak meneruskan kata-katanya.
“Apa Ma?”
“Hamil.”
“Nggak mungkin Ma, aku rasa ini cuma masuk angin.” kelit Santi, tapi efek dari mual itu belum juga hilang. Santi tak bisa mengelak ketika mama memaksanya untuk kedokter dengan ditemani mama.
“Ibu sudah melakukan tes urine?” tanya dokter Riani
“Maksud dokter?”
“Selamat ya, ibu positif hamil.”
“Hamil? Santi terperangah, dia lemas juga mendengar penjelasan dokter Riani.
“Ini pasti kehamilan ibu yang pertama, suami anda pasti bahagia.”
“Terimakasih dokter, alhamdulillah saya bahagia.” Santi berusaha menutupi rasa gundahnya.
Mama kelihatan yang paling sedih ketika mendengar Santi hamil.
“Sudahlah Ma, Santi akan merawat amanah yang telah Allah berikan ini.”
“Gimana dengan Yoga?”
“Santi tak akan pernah memberitahu dia, biar Santi sendiri yang akan membesarkannya.” tekadnya sudah mantap.
Entah kenapa setelah melihat Yoga pacaran lagi, Santi begitu benci. Dia tidak rela anaknya mempunyai seorang ayah seperti Yoga.
“Kalau begitu papa harus segera telepon Pak Subroto meminta Yoga harus tanggung jawab.”
Santi menggeleng.
“Kalau papa sayang Santi. Santi harap papa tidak memberitahu kehamilan ini.”
“Kenapa? Dan bagaimana dengan tuduhan pada kamu yang hamil tanpa suami?”
“Kalau bisa Santi akan pergi dari sini, mengasingkan diri sambil membesarkan kandungan ini, dengan kandungan yang semakin besar Santi akan bilang kalau Suami Santi sedang sekolah keluar negri.”
“Kenapa kamu harus membohongi diri, San?”
“Karena memberitahukan hal ini pada Yoga berarti memberikakan harapan untuk kembali bersatu meskipun itu terpaksa, sementara Santi sudah tidak kuat  untuk bersatu dengan Yoga yang kasar.”
Papa pun mengalah demi keinginan anaknya.
Ketika mereka sedang bercakap-cakap, tiba-tiba terdengar suara ramai diluar rumahnya dan mang Karmin tukang kebun terpogoh-pogoh masuk kedalam memberitahukan kalau ada wartawan diluar.
“Wartawan?”  Mama kaget, ada apalagi dengan para kuli tinta itu mereka hanya mengusik ketenangan orang saja.
“Biar papa temani, agar mereka tidak bertanya macam-macam padamu.” Papa mempersilahkan para wartawan yang terdiri dari lima orang. Dua dari majalah, satu dari tabloid dan dua ladi dari stasiun TV swasta lengkap dengan kameranya.
Pertanyaan pun mengalir dari para kuli disket itu, santi menjawab dengan seperlunya. Baginya mereka tak perlu tahu apa yang menimpanya dan sekali-kali papa membantu menjawab.
“Sudah tidak ada kecocokan lagi.”  itulah jawaban yang paling tepat saat ini.
“Apakah bukan karena orang ketiga, seperti yang diberitakan.”
“Itu hanya faktor kecil dan masih bisa kami atasi. Tapi hal utama  yang menyebabkan kami bercerai hanya karena banyak perbedaan saja.”
“Karena dia seorang penyanyi yang banyak diidolakan remaja yang umumnya wanita?”
Untuk menjawab hal ini Santi harus jujur meski sulit, kalau dia tidak suka dengan frofesi Yoga  sebagai penyanyi serta kehidupannya yang bebas. Tapi Santi tak menyebutkan Sikap Yoga yang kasar dan tidak menghargai pernikahan.
Ketika para wartawan itu pulang, santi merasa lega.
“Santi capek jadi kejaran para wartawan, lebih bahagia menjadi orang biasa seperti dulu tanpa ada yang mengganggu. Kalau bisa Santi ingin secepatnya pergi dari sini. Santi ingin tenang,  Pa.”
“Boleh, Papa ijinkan. Nanti papa hubungi adik papa, Paman Hendra agar kamu tinggal didesanya. Disana kamu bisa sekalian mengajar dan menulis.”
Santi merasa lega, papa akhi-akhir ini sangat perhatian sekali padanya, mudah-mudahan saja selamanya, amien.
****
Haris terbengong didepan komputernya, rancangan interior yang dia kerjakan bersama teman-temannya sudah jadi. Dia dan teman-temannya berusaha menciptakan konsultasi eigeenering secara mandiri dan proyek yang sudah dibangun satu tahun ini mulai lancar, klien berdatangan. Kini proyek yang sedang ditanganinya sebuah mall dikawasan kota bogor.
“Har, kamu sudah baca belum kisah tentang Santi Wijaya yang cerai dengan suaminya yang penyanyi itu?” Ujar Rianto membuyarkan lamunan haris.
“Ap...apa, Santi bercerai? Terus kenapa dengan dia?” Haris seperti tidak tertarik.
“Bukankah kamu dulu sangat mengidolakan sosok muslimah itu?”
Haris tersenyum dingin.
“Ya, itu dulu saat virus dunia belum banyak mengotorinya, tapi sekarang dia tak lebih sebagai perempuan matrealistis.”  Ada nada-nada sumbang dalam kata-kata Haris. Wajar saja karena Haris pernah mengharapkan wanita itu dan ia kecewa ketika lamarannya yang baik ditolak dengan alasan karena ayahnya tidak setuju. Haris kecewa saat itu, dia belum menjadi ikhwan yang sempurna saat itu. Dia berubah karena ingin dekat dengan Santi yang cukup familiar di LDK dan Forum Jurnalistik. Tapi sungguh aneh ketegasan wanita itu runtuh ketika ia dihadapkan dengan persoalan yang terlalu agung untuk dibangun. Mungkin Yoga tampan dan kaya.
Kamu masih kecewa?”
“Entahlah, tapi aku sama sekali tidak berminat mendekati wanita bekas orang lain.”
“Kok sinis gitu sih. Aku kan nggak menyodorkan Santi untuk dinikahi kamu. Cuma aku sedikit tahu dari Rima  yang menikah dengan dr. Amri itu, kalau Santi cukup tersiksa menikah dengan Yoga. Dia hanya tidak bisa melawan kediktatoran ayahnya.”
Hm... Haris memandang keluar jendela memperhatikan kepadatan jalan raya yang macet. Sampah-sampah mobil yang memadati jalan, tahun 2020 mungkin lebih dahsyat dari ini karena sekarang saja manusia sudah berlomba untuk tampil mewah dengan mobil keluaran terbaru yang selalu habis terjual di Show Room mobil.
“Terus apa yang membuat dia bercerai?”
“ Katanya sudah tidak ada kecocokan lagi, kamu sudah baca kan isi novel yang ditulis Santi yang menjadi pusat pembicaraan sebulan kebelakang.”
“Isi novel kan hanya rekaan saja, dia punya hak untuk mengarang sesuai imajinasi yang dia mau.”
“Tapi bisa saja secara tersirat dia menceritakan ketidakbahagiaan pernikahannya lewat fiksi. Kebanyakan penulis seperti itu.
“Sudahlah aku tak tertarik.” Haris kembali meneruskan pekerjaanya.
Haris dan Rianto dulu satu angkatan di fakultasnya dengan Santi hanya mereka beda jurusan. Haris dan Rianto di arsitek sedangkan Santi di FMIFA tapi mereka sering bertemu dikegiatan kampus.
Rianto pun tak berminat melanjutkan percakapan.
****
                                          

0 Comments:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung ke blog ini