Subscribe Us

PUTRI KABUR (1)

Aku berlari dengan nafas tidak teratur. Sial hari ini kesiangan lagi masuk schooll. Tadi malam tidur larut, gara-gara keasyikan chatt sama bule Prancis. Wajah Mr. Ginanjar sang wakasek kesiswaan sudah berdiri tegap di depan gerbang dengan memasang tampang killernya.
“Arlina… cepat!” teriaknya.
Duh, hampir copot jantungku mendengar teriakannya yang super kenceng. Aku pura-pura melongok kebelakang. Siapa tahu yang di panggil olehnya bukan aku, tapi kembaran ku.
“Percepat Arlinaaa…!” teriaknya makin garang.
Kuatur detakan nafasku yang makin kenceng. Harus tenang menghadapi satu guru ini.
“Bapak memanggil saya bukan?” tanyaku dengan memasang wajah tak berdosa sudah kesiangan.
“Pakai nanya lagi! Emangnya di MAN ini, ada berapa nama yang sama dengan namamu!” bentaknya galak.
Aku nyengir berusaha bersikap cuek.
“Kenapa kesiangan?!”
“Macet Pak,” jawabku sekenanya. Males bikin alasan yang aneh-aneh. Karena seaneh apapun jawaban aku pasti nggak bakal menang.
“Macet? Emangnya ini Jakarta, kota macet sedunia. Di sini kota kecil yang nggak pernah kena macet!”
“Bantu beres-beres Ibu dulu di rumah Pak,” aku tak mau kalah omong.
“Tadi macet, sekarang bantu Ibu. Kamu ini emang bandel. Sudah suka telat,bikin rusuh di kelas, tukang kabur masih juga pinter ngeless.”
Hm…aku manyun dapat stigma negatif sepert itu. Tapi, sudah bukan rahasia lagi.
“Tapi kan nilai saya masih tetap baggus Pak. Dan masih bisa mengikuti pelajaran dengan baik.”
“Bapak nggak mau dengar lagi pembelaan kamu yang jago alasan. Sekarang lari keliling lapangan 20 balik!” perintahnya sadis.
Aku terpaksa nurut. Sarapan pagi yang bikin bau asem. Keringat mengucur deras mebasahi seluruh tubuh. Namun penderitaan belum berakhir sampai di sini, masih ada penderitaan yang lain menanti. Meminta tanda tangan guru ke seluruh pelosok kelas tiga. Meski sudah di hukum, di ceramahin, tapi nggak bikin aku kapok. Semua orang pasti nggak ngira, di balik wajah ku yang tenang dan lembut ternyata seorang pembangkang luar biasa. kenapa aku bisa kayak gini? Jujur aku bete dengan sistem pendidikan negri ini yang kebanyakan teori ketimbang aplikasi. AH…sudahlah. Tidak usah aku perburuk sistem pendidikan negri ini. Semua orang sudah tahu, ketika sekolah sudah di kapitalisasi dan di liberalisasi maka seperti inilah hasilnya.
Dari pada bete ngadepin pelajaran aku lebih banyak nongkrong di Mesjid menghafal Al-qur’an atau di perpus membaca berpuluh-puluh buku atau mampir ke lab Komputer, ngumpet di lab sciene. Jika sudah super bete kabur. Semua guru sudah tahu reputasiku yang hancur. Namun nilaiku masih tetap number one di banding yang mati-matian belajar. Nyontek bukan hal biasa untuk di lakukan. Aku anti dengan yang namanya nyontek meski sebadung ini.
“Sekali kali lagi kamu telat bapak suruh kamu lari seratus keliling.” Ujarnya dengan tampang killer abis.
“Iya pak,” Ujar ku bĂȘte. Setelah ini aku masih punya satu tugas meminta tanda tangan ke seluruh guru kelas tiga.
“Kenapa lagi kesiangan Arlina?” Tanya Mr Abdullah yang menjadi guru piket dengan tampangnya yang kebapakan banget.
“Nggak kebagian angkot Pak,” jawabku singkat.
“Dari dulu juga kamu nggak pernah jadi murid teladan dalam hal datang ke sekolah, tapi sudahlah meskipun kamu murid yang punya segudang kontraversi tapi kamu juga termasuk murid yang brilian jadi bapak masih bersikap baik ke pada mu.” Ujarnya bikin hidungku menjadi mekar.
Akupun segera berlalu menuju kelas lain untuk meminta tandangan para guru setelah itu baru bisa masuk ke kelas.
^@_@^
Huahhh….aku menguap lebar-lebar mendengar penjelasan guru bahasa Indonesiaku bertele-tele. Ngantuku kali ini benar-benar nggak bisa di tahan, mungkin ini pengaruh chatting sama si bule yang handsome itu sampai jam dua malem. Hm…aku harus cari akal agar aku bisa memenuhi hasrat tidurku. Aku pura-pura sakit gigi sambil meringis kesakitan.
“Aduh…”
“Ada apa Arlina?” sahut Pak Ben sambil membetulkan kacamatanya yang melorot.
“Sakit gigiku kambuh lagi pak, aku nggak kuat…” aktingku segera di mulai dengan tak lupa mengeluarkan air mata buaya.
“Ya sudah kamu istirahat aja di UKS…” Ujar Pak Ben baik.
Yihaaa…teriaku dalam hati, serasa dapat durian runtuh aku langsung pergi ke UKS untuk menuntaskan hasrat tidurku. Hari yang menyenangkan, keberuntungan berpihak padaku. Ternyata reputasiku yang acak-cakan tidak mempengaruhi nilai-nilaiku sehingga kredibilitasku masih cukup save di mata para guru. Badung yang masih sangat wajar.
***



BERFIKIR POSITIF DAN BERJIWA BESAR

Jika ada yang menghina kita, bagaimana perasaan anda? Sakit, marah, dan ada perasaan ingin membalasnya? Semua perasaan di atas adalah hal yang wajar dan manusiawi. Kita adalah manusia biasa yang di temani dengan perasaan peka, sedih dan sakit. Tapi, jika kita melakukan penyerangan dengan melakukan aksi yang lebih sadis, kata-kata yang lebih menyakitkan, apakah semua itu akan menjadi solusi berakhirnya permasalahan? Tidak sama sekali.



Kendalikan emosi di saat amarah kita meninggi. Redakan amarah dengan beristigfar berulang-ulang, ambil air wudhu dan positifkan pikiran kita. Mereka melakukan semua itu mungkin tidak rela dengan kemajuan kita, tidak rela dengan kesabaran kita, atau anda melakukan introfeksi diri. Ada kesalahan apa dalam diri anda hingga membuat orang itu mengkritik anda habis-habisan. Menyakiti perasan anda dengan kata-katanya yang sungguh jauh dari kata orang yang berpendidikan. Secara kepribadian mungkin mereka cacat, karena jika mereka orang yang cerdas secara ke pribadian tidak akan melakukan hal-hal seperti itu. Kata-kata dan sikapnya akan terjaga.



Abaikan mereka. Tidak usah di ambil pusing dengan kata-katanya. Meskipun pada dasarnya hati kita terluka dan sangat ingin menangis. Tapi, dengan kita berfikir positif dan mengobati hati kita dengan berjiwa besar perasaan itu perlahan akan sirna. Kita bukan berarti sabar membiarkan diri untuk di injak-injak. Tapi memang meladeni orang-orang seperti itu nggak penting. Cuma membuang-buang energi dan waktu. Mending kekesalan, amarah, dan perasaan sakit itu kita jadikan ide dan tuangkan dalam tulisan. Misalkan kita buat menjadi cerpen dengan judul: "Aku ingin menjadi pembunuh berdarah dingin." Kita paparkan tulisan kita dengan amarah yang meluap-luap sesuai dengan perasaan yang kita rasakan. Menuangkan perasaan kita sesedih mungkin, sampai kertas yang kita tulis banjir air mata saking sedihnya. Saya rasa perasaan anda akan lebih lega setelah menulis dan kita mendapatkan 2 mamfaat sekaligus. Kita bisa menjadikan perasaan kita lebih lega karena menjadikan menulis sebagai terapi emosi dan kita bisa menghasilkan karya yang menjiwai yang membuat orang bergidik sekaligus menangis setelah membaca karya kita. Menulis di saat marah dan sedih akan menghasilkan karya yang lebih hidup karena kita menulis dengan perasaan dan emosi kita yang terjadi.



Menjadi orang yang berjiwa besar itu tidaklah rugi, justru ke pribadian kita akan sangat terlihat mempesona meski secara fisik mungkin kita tidak begitu cantik tidak begitu pintar, tidak begitu kaya. Tapi, kecerdasan emosi adalah modal utama kita meraih kesuksesan. Saya melihat bagaimana perjalanan teman-teman waktu SMU dulu mereka yang dulu selalu kerap di hina, di pandang sebelah mata oleh teman yang lain karena tidak pinter, karena kampungan dll. Kini mereka bisa sukses di bandingkan oleh orang yang menghinanya dulu. Secara kepribadian mereka memang bagus juga memiliki daya survive yang hebat juga visioner. Ssehingga bisa bersaing dengan orang-orang yang lebih hebat.



Menghadapi orang-orang yang secara ke pribadian memang tidak menyenangkan yang tidak pernah sadar dengan kelemahannya sendiri tetaplah berfikir positif. Mereka begitu karena apa? Bisa jadi memang lingkungan pendidikan keluarga membentuknya untuk seperti itu. Pendidikan yang penuh dengan celaan, caci maki, amarah. Berbeda dengan yang di besarkan di keluarga demokratis, penuh motivasi saling menghargai akan membentuk jiwa si anak hangat, dan mampu menghargai orang lain. Dan kita tetap berdo'a semoga Allah memberikan kebaikan untuknya jika mampu bantu dia bangkit untuk menjadi jiwa yang positif dengan menarik dia ke lingkungan yang positif.



Semoga kita mampu memaknai setiap langkah perjalanan menjadi mutiara hikamah. Menjadikan tempat sebagai sekolah, tiap orang sebagai guru yang bisa di jadikan untuk belajar, tiap hal adalah ilmu. Ambil yang positif dan buang yang buruknya. Jadilah pribadi-pribadi yang cerdas secara spritual, cerdas intelektual, cerdas sosial mengantarkan kita menjadi manusia terbaik di hadapan Nya. Amin

PERANAN WANITA DI PERADABAN KAPITALIS


Wanita adalah tolak ukur majunya sebuah peradaban bangsa karena wanita adalah madrasah utama yang tugasnya mempersiapkn generasi yang cerdas secara intelektual dan berkualitas secara ahlak. Dan wanita-wanita yang mampu memiliki peran seperti ini hanya ketika sistem negara menerapkan sistem syariah. Memang tidak bisa di pungkiri di era kapitalis pun ada sebagian wanita yang mampu berperan menghasilkan generasi yang bagus tapi tidak merata. Mereka yang benar-benar memiliki pemahaman agama yang bagus serta visioner hinga mampu melahirkan SDM yang benar-benar berkualitas dan tidak sedikit di dukung dengan perekonomian yang menunjang. Karena kita nggak bisa menutup mata bahwa pendididikan yang berkualitas saat ini tergolong mahal. Tidak mampu di jangkau oleh kelas bawah.

Di era kapitalis perempuan tidak lebih sebagai komoditas yang kontribusinya harus menghasilkan uang. Kesetaraan gender yang di capai pun adalah kesetaraan yang bersipat ekonomi semata. Ketika mereka berlomba-lomba untuk menaiki posisi penting yang di dominasi laki-laki akhirnya yang terjadi wanita rawan dengan pelecahan seksual. Bagaimanapun juga wanita itu ada izzah dan iffah yang mesti di jaga. Islam tidak melarang wanita untuk bekerja di luar rumah selama niatnya baik untuk membantu suaminya. Namun ada hal-hal yang musti di perhatikan. Jangan sampai keluarga terbelangkai dan pendidikan serta perhatian terhadap anak-anak tetap terurus.

Wanita dalam peradaban islam memiliki peranan yang sangat luas bahkan pendapatnya di dengar oleh negara sebagaimana halnya yang terjadi di masa Rasulullah dan generasi para sahabat. Mesti kedudukannya di rumah tapi pahalanya setara dengan jihad fisabilillah. Wanita berhak untuk cerdas bukankah wanita selain pendidik utama generasi adalah penasehat para pemimpin di keluarganya. Tanpa penasehat yang bijak rumah tangga akan tergoyahkan bila menghadapi problematika rumah tangga. Kita berkaca pada sejarah bagai mana setianya seorang istri seperti Bunda Khadijah yang mampu meredam ketakutan di saat Rasulullah bertemu malaikat Jibril di Gua Hiro. Bunda Khadijahpun selalu ada di samping Rasul saat Islam mulai di kenalkan pada penduduk Mekah. Dan kita tahu sendiri bagaimana reaksi penduduk Mekah saat itu yang sangat menentang perjuangan rasulullah. Peran sang istri tercinta itu adalah penguat perjuangan nya. Banyak lagi cerita shabiyah-shabiyah lainnya yang mampu jadi penghapal hadist, para pejuang-pejuang di medan pertempuran. Dan mereka bisa seperti itu karena islam mampu menjaga eksistensi mereka.

Apa era kapitalis mampu menjujung tinggi derajat perempuan pada posisi yang sangat mulia? Kita bisa melihatnya sendiri dan membandingkannya dengan peran wanita di zaman rasul. Jangan katakan itu sebuah perbandingan yang kuno. Justru islam menjaga perempuan sepanjang Zaman. Tuntutanan manusia yang tidak akan pernah menyesatkan jika wanita itu sendiri tetap berpegang teguh pada qur’an dan sunnah nya. Era kapitalis justru menyengsarakan perempuan pada umumnya. Wanita di paksa bekerja untuk memenuhi tuntutan keluarganya. Mereka bekerja di tempat-tempat yang rawan dengan pelecehan seksual, terkadang mereka harus pulang malam tanpa di dampingi muhrimnya. Tak jarang kasus perkosaan terjadi menimpa wanita. Belum lagi tugas di keluarga dia di tuntut jadi figur sempurna tapi karena konskwensi bekerja tak jarang tugas pendididkan keluarga terabaikan. Anak di serahkan pada pembantu dan pada sekolah yang ruang lingkup pembelajarannya tidak memfokuskan pada pembinaan ahlak. Maka jangan salahkan anak ketika mereka liar dan sulit untuk di kendalikan karena peran orang tua, khususnya Ibu tidak memiliki waktu untuk mendidik anak-anak dan membinanya dengan mental tauhid.

Sebenarnya orang tua juga tidak bisa sepenuhnya di salahkan seratus persen karena memang negara tidak mampu menjamin kesejahtraan rakyatnya yang membuat rakyat harus berjuang sendiri untuk pemenuhan hidupnya. Menuntut wanita untuk berkeliaran di luar rumah dan pekerjaan laki-laki yang di semakin persulit. Andai negara sendiri memikirkan tentang majunya sebuah generasi berada di tangan wanita, dari jauh hari dia sudah memposisikan wanita di tempat-tempat yang aman dengan bekerja sebagai pendidik, bidan, dokter ruang lingkup yang memang benar-benar sangat di butuhkan oleh para ummahat.

Masih banyak lagi peradaban kapitalis yang merugikan kaum perempuan meskipun kaum feminis tak lelah menyuarakan kesetaraan gender. Tapi apa yang di hasilkan perjuangan para feminis? Apakah nasib perempuan menjadi lebih baik? Tidak, kita bisa lihat sendiri hasilnya. Dimana tingkat penceraiaan semakin tinggi karena masalah perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga juga bisa jadi karena masalah ekonomi. Berapa banyak wanita yang menjadi korban perkosaan perharinya belum yang nyawanya melayang akibat korban kekerasan, dan semakin banyaknya wanita yang terpaksa melacurkan diri karena tuntutan ekonomi begitu juga dengan semakin banyaknya wanita yang berbondong-bondong bekerja ke luar negari akibat kesulitan ekonomi. Di luar negripun tak sedikit para wanita ini mendapatkan siksaan fisik yang begitu hebat, alih-alih mau memperbaiki kehidupan eekonomi keluarga yang di dapat justru penganiyaaan, pemerkosaan dan gajih tidak di bayar. Apakah negara peduli pada masalah seperti ini? Mereka seakan menutup mata dengan realita yang ada karena saking banyaknya kasus negara yang harus di tuntaskan. Sementara ketika khilafah itu masih ada rentan sekali terjadi kasus-kasus seperti ini terjadi . Karena negara memang peduli pada ke tentraman rakyatnya.

Negara juga tidak menjamin generasi bangsanya cerdas secara ahlak dan intelektual. Hal ini bisa di lihat dari kesenjangan pendididkan yang begitu lebar. Pendidikan yang benar-benar berkualitas hanya bisa di rasakan oleh kalangan menengah ke atas, akibat di terapkannya sistem libelarisasi pendidikan, di mana pendidikan di kuasai oleh pihak swasta sehingga biaya pendidikan semakin mahal. Dan pendidikan semahal itupun belum memberikan jaminan generasi bangsa ini cerdas secara ahlak.