Subscribe Us

Aqeela# Part 1

Haruskah aku bahagia atau bersedih? Bertemu dengan mantan suami setelah 10 tahun berpisah, dan itu perpisahan yang sangat menyakitakan. Pagi tadi adalah pertemuan yang tidak di sengaja. Profesionalisme menuntutku untuk kembali bertemu Adian Hutama. Bertemu dengannya di meja operasi. Karena laki-laki itu hampir meregang nyawa akibat kecelakaan yang di alaminya. Sebenarnya bertemu dengan Mas Adyan tidak harus jadi masalah, tapi bertemu dengan keluarga yang sudah menyakitiku, rasa itu terlalu menyakitkan. Mereka sudah memisahkan cinta dua anak manusia yang tulus, hanya karena aku, seorang yang menurut mereka tidak selevel masuk ke keluarga Hutama. Anak yang baru lulus SMA, keluarganya sudah tiada karena kecelakaan, masuk ke keluarga Hutama adalah sesuatu yang tidak punya harga diri. Tapi Pangeran dari keluarga Hutama itu begitu gigih memperjuangkan cintanya, meski belum satu tahun menjalani biduk rumah tangga, pernikahan kami sudah dihempas badai tornado karena rekayasa sang nyonya besar Hutama yang tidak rela punya menantu miskin dan tak jelas seperti aku.

Adyan mengalah pada ibunya, karena tidak rela melihatku terus-terusan di sakiti oleh ibunya. Apalagi ancaman sang Nyonya besar pada anaknya semakin di luar kewarasan. Konfrotasi dan konflik membuat hubungan anak dan ibu jadi tidak sehat. Dan menurutku hal gila jika harus bertahan, dengan terus menerus menyaksikan anak melawan ibunya. Mas Adyan meminta maaf jika tidak bisa bertahan di pernikahan yang sudah pernah kami bina. Aku mendapat kabar terakhir kalau Mas Adyan menikah dengan wanita yang sudah di pilihkan oleh ibunya. Tentu saja wanita tersebut berasal dari kalangan atas layaknya keluarga Hutama. Bukan sepertiku yang terlalu memaksakan diri dan tak tahu malu untuk bisa masuk ke keluarga mereka. Sangat bermimpi jika bisa di terima dengan sangat layak sebagai menantu.

Nyonya Hutama tampak terkejut saat aku ikut terlibat dalam menangani putra kesayangannya di meja operasi. Mungkin dia tidak menyangka gadis tolol dan bodoh yang selalu dikatakannya dulu jika sedang menghina, dan sudah di buangnya dengan cara menyedihkan, kini menjadi dokter spesialis yang merawat putra kesayangannya. Sepuluh tahun waktu yang cukup lama untuk mengubah jalan hidup yang sudah Allah takdirkan. Satu hal yang dia lupa, bahwa masa depan bukan milik sikaya, tapi Allah lah yang menentukan takdir baik atau buruk seseorang.

"Aqella…kamu…" tampak wanita itu tidak percaya melihatku dengan seragam putih-putih kebesaranku saat keluar dari ruang operasi.

"Bagaimana keadaan putraku?" tanyanya penuh kecemasan.

"Alhamdulillah cukup baik. Pak Adyan sudah berhasil melewati masa keritisnya Nyonya, dan sudah bisa di pindahkan ke ruang perawatan."

"Terimakasih sudah menyelamatkan putraku."

Aku hanya tersenyum tipis, tidak berniat untuk memperpanjang pembicaraan dengan wanita sombong itu. Masih ada rasa sakit yang tak bisa ku enyahkan kala melihat mantan mama mertua yang jahat saat dulu memperlakukanku dengan semena-mena. Tampak keluarga Mas Adyan hadir di ruang tunggu. Ayah, lelaki yang dulu selalu membelaku dari hinaan istrinya. Mas Farhan, Mbak Tisa dan si bungsu Adzwar. Mereka semua terlihat terkejut melihatku, tapi aku berusaha bersikap biasa saja seolah segalanya yang pernah terjadi di masa lalu tidak terjadi. Anggap saja begitu. 10 tahun waktu yang cukup lama untuk menyembuhkan hati yang patah. Dan bersikap manis dan beramah-tamah sungguh itu bukan gayaku si wanita es yang susah untuk di cairkan. Perjalanan luka dan kehilangan mengajarkan aku untuk membangun benteng yang kuat dan tidak percaya pada sipapun. Aku hanya mengangguk, sebagai sikap dari kesopanan yang tetap harus aku jaga. Setelah itu berlalu, masa shift kerjaku sudah berakhir. Dan jiwaku terasa letih ingin segera di rebahkan di tempat tidur yang nyaman.

***
Ku kemudikan Fortunerku dengan pikiran berkecamuk. Sungguh pertemuanku dengan Mas Adyan cukup mengguncang jiwaku. Dia adalah suami terbaik yang menyerah karena tidak tahan dengan sikap ibunya yang terlalu ikut medominasi pernikahan kami. Seharusnya dari sejak awal aku memang menyerah ketika Mas Adyan yang menawarkan pernikahan. Karena kami tidak sekufu. Dan akan sangat susah berjuang dalam pernikahan ketika restu orang tua tidak di miliki. Aku anak yatim-piatu. Ayah dan Ibuku meninggal dalam kecelakaan, dan harta peninggalan ayah yang harusnya menjadi warisanku semua di kuasai adiknya ayah yang serakah. Jadilah aku si miskin yang bernasib malang. Dan ketika ada seorang pangeran datang berniat mempersuntingku, aku ibarat itik si buruk rupa yang berharap mendapat cinta pangeran untuk mengubah nasib burukku. Tentu saja pikiran itu terjadi saat masih lugu. Sekarang ketika otaku sudah waras, mana ada seorang pangeran yang hidup dalam didikan istana kemewahan, keluarganya mau menerima itik buruk rupa. Catat, itu hanya terjadi di kisah Cinderella dan sinetron atau novel romantis yang minim konflik.

Dan perlu di ingat bahwa dalam berumah tangga yang harus di waspadai bukan hanya pelakor. Tapi Orangtua yang ikut campur dalam pernikahan anaknya. Mertua, Kakak ipar serta adik ipar juga bisa menjadi bagian di dalamnya, menjadi orang ketiga yang akan membuat rumah tangga karam jika tidak kuat. Rumah tangga yang sehat adalah menjauh sejauh-jauhnya dari sumber masalah itu. Sayangnya itu yang tidak bisa di lakukan Mas Adyan, si anak mami yang membuat aku harus tinggal dalam keluarganya, yang hari-hariku adalah babu rumah tangga dalam titah mertua. Dan bersyukurnya ini hanya berlangsung 1 tahun saja, Mas Adyan menyerah dan akupun menyerah. Dan nasib baik Tuhan masih sangat menyayangiku dengan mengirimkan seorang kakak angkat yang ingin balas budi pada kebaikan keluargaku dengan membawaku dari lingkaran neraku menuju kehidupan yang lebih baik.

Sungguh pertemuan tadi membangunkan jiwa implusifku. Seperti slide yang di putar ulang, memory kelam itu muncul. Semoga aku bisa kuat menjalani hari esok. Pertemuanku dengan Mas Adyan dan keluarganya masih menyisakan hari esok. Karena aku dokter yang di tugaskan untuk merawatnya. Entah ini takdir baik atau buruk. Yang jelas aku tidak ingin lagi berurusan dengan mereka selain menyangkut profesionalisme kerja. Cukup aku di rendahkan satu kali oleh mereka yang tidak bisa menghargai manusia-manusia yang tidak selevel dengannya. Keluarga hedonis yang sangat menuhankan harta. ***

Palace of Heaven # Part 1

Ayesa terlihat bahagia sekali hari ini. Senyum di wajah manisnya terus ia perlihatkan pada teman-teman yang berpapasan dengannya. Siapa yang tidak bahagia jika impian menempuh pendidikan ke negri yang di impikannya melalui jalur beasiswa di terima. Setelah lulus dari sarjana dia berencana untuk melanjutkan masternya di YALE. Gadis itu sudah tidak sabar untuk sampai rumah dan menyampaikan berita terbaiknya pada Papa, laki-laki yang di sangat di cintainya, orang tua satu-satunya yang masih dia miliki. Setelah mama meninggalkannya tanpa jejak dari 10 tahun yang lalu.

Hari ini dia dengan sengaja menolak tawaran teman-temannya agar bisa secepatnya sampai rumah dan bisa segera menyampaikan berita bahagia ini secepatnya pada Papa. Rasanya kurang afdhol jika berita sebahagia ini di sampaikan lewat pesan elektronik. Harus di akui bagi Ayesa hanya Papa teman curhat ternyamannya di banding sama yang lain. Tidak sama Aa Hamzah atau Teh Fira kedua kakaknya.

Papa pasti bangga jika putri bungsunya bisa mewujudkan mimpi-mimpinya. Karena Ayesa bisa meraih apa yang di inginkan adalah berkat do'a dan motivasi Papa, lelaki terbaik bagi anak-anaknya.

Ayesa dengan langkah sedikit tergesa berjalan menuju tempat parkir motornya. Kebahagiaan yang membuncah membuat ia tak sabar ingin sampai di rumah. Hari ini ia berjanji akan mentraktir Papa makan di tempat yang oke sebagai bagian dari rasa syukur atas keinginannya terkabul.

Dalam jarak tempuh dua puluh menit akhirnya motor yang di kendarai Ayesha sampai di rumah. Tapi gadis itu sedikit terkejut ketika ada mobil Honda Jazz terpakir di halaman rumahnya. Siapa yang bertamu, pikirnya. Gadis itu dengan sedikit rasa penasaran berjalan menuju teras rumah dan mengucapkan salam.

"Assalamu'alaikum…"

"Wa'alaikum Sallam…" jawab dua orang laki-laki berbarengan. Sambil memandang kearahnya dengan pandangan yang berbeda.

"Kamu sudah datang Dek, sini duduk bareng Papa. Ini Bang Aryan, katanya ada keperluan sama adek." ujar Papa sambil menyuruh putrinya duduk di dekatnya.

Degg…! Jantung Ayesha lemas demi mendengar kata Aryan. Ada sekelumit kisah yang tidak ingin di ulang. Tapi kenapa orang ini masih juga datang.
Ayesha mengangguk, dan mematuhi perintah Papa.

"Bang Aryan ini baru pulang dari Perth dan langsung datang kemari…" ujar Papa menjeda kalimatnya sesaat menatap raut wajah putrinya yang nampak terlihat gelisah.
"Kedatangannya tidak lain ingin memiliki hubungan baik dengan keluarga kita, yaitu dengan memintamu menjadi istrinya." Lanjut Papa.

Jantung Ayesha langsung lemas mendengar lanjutan kata-kata Papa. Sudah di duga jika Bang Aryan tidak akan menyerah. Dan ini adalah permintaan yang ketiga kali. Bukan…bukan tidak mau menikah dengan laki-laki seusia abangnya. Tapi Ayesha gadis yang memiliki mimpi besar. Dan usia dia masih muda, menurutnya. Sedang Bang Aryan adalah laki-laki yang harus segera menikah, hanya karena dia menyukai Ayesha membuat Bang Aryan tidak mau menikah dengan siapapun kecuali dengan dirinya.

Saat tamat SMU, Bang Aryan pernah memintanya pada Papa bahwa dirinya berniat menikahi Ayesha, tapi waktu itu Papa menolak dengan alasan Ayesha masih terlalu muda dan Ayesha juga belum berniat untuk hidup berumah tangga. Dan yang kedua ketika Ayesha berada di semester lima, saat itu dirinya dengan halus menolak karena belum masih ingin fokus kuliah. Laki-laki itu memang tidak mengajaknya berpacaran karena dia adalah lelaki yang sangat baik agamaNya begitu kata Aa Hamzah.

Sebenarnya tidak ada yang mengecewakan dari Bang Ary ini. Dia baik, secara fisik juga cukup menarik dan sudah mapan. Masalahnya cuma ada satu, Ayesha belum ingin menikah. Dan menolak kesungguhan seorang laki-laki yang datang pada ayahnya untuk ketiga kalinya, rasanya berat. Dan Ayesha pernah membaca hadist Rasulullah :

ﺇﺫﺍ ﺟﺎﺀﻛﻢ ﻣﻦ ﺗﺮﺿﻮﻥ ﺩﻳﻨﻪ ﻭﺧﻠﻘﻪ ﻓﺰﻭﺟﻮﻩ ﺇﻻ ﺗﻔﻌﻠﻮﻩ ﺗﻜﻦ ﻓﺘﻨﺔ
ﻓﻲ ﺍﻷﺭﺽ ﻭﻓﺴﺎﺩ ﻛﺒﻴﺮ

“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian
ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi. Al Albani berkata dalam Adh Dho’ifah bahwa hadits ini hasan lighoirihi)

Dia juga tahu dari Aa Hamzah bagaimana perilaku Aryan selama bersahabat dengan abangnya tidak ada yang mengecewakan. Tapi menikah dengan melepaskan mimpi-mimpinya juga adalah sebuah kesalahan besar menurutnya.

"Bagaimana, Dek? Papa nggak bisa memutuskan secara sepihak untuk masalah yang menyangkut hidupmu di masa depan. Kamulah yang berhak memutuskannya."

Ayesha untuk sesaat terdiam. Sungguh ini adalah pilihan yang berat. Membuat dia merasa dilema. Dan dia menoleh ke arah Aryan yang menatapnya lekat membuat jantung Ayeha bedebar tak karuan.

"Papa, untuk masalah sepenting ini, adek belum bisa memutuskan dalam waktu yang cepat. Karena jujur adek bingung, di satu sisi adek masih punya mimpi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2. Disaat menikah nanti, hal ini tentu ini tidak mudah. Menikah pasti ada hal yang harus di korbankan dan ada yang harus di prioritaskan. Dan memikul dua tanggung jawab secara bersamaan tentu tidak mudah."

Papa tersenyum sambil mengusap lembut jilbab putrinya penuh sayang.

"Papa tidak bakal menghalangi mimpi-mimpi adek, tapi tolong di pikirkan kembali niat baik Bang Aryan ini ya, sayang. Karena mencari pendampimg yang baik pun tidak mudah. Sedang Papa merasa cocok dengan karakter Bang Aryan jika jadi suamimu kelak." Ujar Papa lembut.

Ayesha semakin menenggalamkan wajahnya. Papa pun sangat ingin Bang Aryan jadi menantunya. Lalu bagaimana dengan hatinya yang masih bimbang?

"Bagaimana nak Ryan, apa masih siap menunggu keputusan Ayesha?" Tanya ayah lembut.

"Insyaallah saya siap Pah. Dan jika nanti saya menjadi suami Ayesha, saya akan menjadi suami yang selalu mendukung impiannya. Saya bukan laki-laki kolot yang akan mengekang istri di rumah. Pendidikan, karier dan aktualisasi diri, selama hal itu tidak mengesampingkan fitrahnya sebagai istri dan ummu warobatul bait maka saya tidak akan melarang." ujarnya tenang.

"Alhamdulillah Papa senang mendengar kata-katamu nak, semoga jika nanti berjodoh dengan putri Papa, engkau akan menjaga mutiara Papa dengan sebaik-baiknya."

"Amiin…" jawab Aryan. Sedang Ayesha mengamininya dalam hati setelah itu dia undur diri pamit menuju kamarnya.

Ayesha kembali memikirkan tawaran dari kampus dan Bang Aryan, sungguh ini membuatnya bingung. Keinginan menikah dalam waktu dekat belum ada sama sekali. Ayesha pikir, Bang Aryan akan mundur dengan penolakan kedunya dulu. Tapi sungguh dia bukan laki-laki yang pantang menyerah jika keinginannya belum tercapai. Dan ini membuat Ayesha takut. Takut jika dia membuang mimpinya akan seperti ini, dan takut jika menerima pernikahan akan seperti ini. Ah, kenapa hidupnya jadi serumit ini. Andai Bang Aryan mrnyerah, tentu dirinya tidak akan pusing seperti ini. Dan Ayesha jadi teringat awal pertemuan dengan Bang Ary dulu. ***