Haruskah aku bahagia atau bersedih? Bertemu dengan mantan suami setelah 10 tahun berpisah, dan itu perpisahan yang sangat menyakitakan. Pagi tadi adalah pertemuan yang tidak di sengaja. Profesionalisme menuntutku untuk kembali bertemu Adian Hutama. Bertemu dengannya di meja operasi. Karena laki-laki itu hampir meregang nyawa akibat kecelakaan yang di alaminya. Sebenarnya bertemu dengan Mas Adyan tidak harus jadi masalah, tapi bertemu dengan keluarga yang sudah menyakitiku, rasa itu terlalu menyakitkan. Mereka sudah memisahkan cinta dua anak manusia yang tulus, hanya karena aku, seorang yang menurut mereka tidak selevel masuk ke keluarga Hutama. Anak yang baru lulus SMA, keluarganya sudah tiada karena kecelakaan, masuk ke keluarga Hutama adalah sesuatu yang tidak punya harga diri. Tapi Pangeran dari keluarga Hutama itu begitu gigih memperjuangkan cintanya, meski belum satu tahun menjalani biduk rumah tangga, pernikahan kami sudah dihempas badai tornado karena rekayasa sang nyonya besar Hutama yang tidak rela punya menantu miskin dan tak jelas seperti aku.
Adyan mengalah pada ibunya, karena tidak rela melihatku terus-terusan di sakiti oleh ibunya. Apalagi ancaman sang Nyonya besar pada anaknya semakin di luar kewarasan. Konfrotasi dan konflik membuat hubungan anak dan ibu jadi tidak sehat. Dan menurutku hal gila jika harus bertahan, dengan terus menerus menyaksikan anak melawan ibunya. Mas Adyan meminta maaf jika tidak bisa bertahan di pernikahan yang sudah pernah kami bina. Aku mendapat kabar terakhir kalau Mas Adyan menikah dengan wanita yang sudah di pilihkan oleh ibunya. Tentu saja wanita tersebut berasal dari kalangan atas layaknya keluarga Hutama. Bukan sepertiku yang terlalu memaksakan diri dan tak tahu malu untuk bisa masuk ke keluarga mereka. Sangat bermimpi jika bisa di terima dengan sangat layak sebagai menantu.
Nyonya Hutama tampak terkejut saat aku ikut terlibat dalam menangani putra kesayangannya di meja operasi. Mungkin dia tidak menyangka gadis tolol dan bodoh yang selalu dikatakannya dulu jika sedang menghina, dan sudah di buangnya dengan cara menyedihkan, kini menjadi dokter spesialis yang merawat putra kesayangannya. Sepuluh tahun waktu yang cukup lama untuk mengubah jalan hidup yang sudah Allah takdirkan. Satu hal yang dia lupa, bahwa masa depan bukan milik sikaya, tapi Allah lah yang menentukan takdir baik atau buruk seseorang.
"Aqella…kamu…" tampak wanita itu tidak percaya melihatku dengan seragam putih-putih kebesaranku saat keluar dari ruang operasi.
"Bagaimana keadaan putraku?" tanyanya penuh kecemasan.
"Alhamdulillah cukup baik. Pak Adyan sudah berhasil melewati masa keritisnya Nyonya, dan sudah bisa di pindahkan ke ruang perawatan."
"Terimakasih sudah menyelamatkan putraku."
Aku hanya tersenyum tipis, tidak berniat untuk memperpanjang pembicaraan dengan wanita sombong itu. Masih ada rasa sakit yang tak bisa ku enyahkan kala melihat mantan mama mertua yang jahat saat dulu memperlakukanku dengan semena-mena. Tampak keluarga Mas Adyan hadir di ruang tunggu. Ayah, lelaki yang dulu selalu membelaku dari hinaan istrinya. Mas Farhan, Mbak Tisa dan si bungsu Adzwar. Mereka semua terlihat terkejut melihatku, tapi aku berusaha bersikap biasa saja seolah segalanya yang pernah terjadi di masa lalu tidak terjadi. Anggap saja begitu. 10 tahun waktu yang cukup lama untuk menyembuhkan hati yang patah. Dan bersikap manis dan beramah-tamah sungguh itu bukan gayaku si wanita es yang susah untuk di cairkan. Perjalanan luka dan kehilangan mengajarkan aku untuk membangun benteng yang kuat dan tidak percaya pada sipapun. Aku hanya mengangguk, sebagai sikap dari kesopanan yang tetap harus aku jaga. Setelah itu berlalu, masa shift kerjaku sudah berakhir. Dan jiwaku terasa letih ingin segera di rebahkan di tempat tidur yang nyaman.
***
Ku kemudikan Fortunerku dengan pikiran berkecamuk. Sungguh pertemuanku dengan Mas Adyan cukup mengguncang jiwaku. Dia adalah suami terbaik yang menyerah karena tidak tahan dengan sikap ibunya yang terlalu ikut medominasi pernikahan kami. Seharusnya dari sejak awal aku memang menyerah ketika Mas Adyan yang menawarkan pernikahan. Karena kami tidak sekufu. Dan akan sangat susah berjuang dalam pernikahan ketika restu orang tua tidak di miliki. Aku anak yatim-piatu. Ayah dan Ibuku meninggal dalam kecelakaan, dan harta peninggalan ayah yang harusnya menjadi warisanku semua di kuasai adiknya ayah yang serakah. Jadilah aku si miskin yang bernasib malang. Dan ketika ada seorang pangeran datang berniat mempersuntingku, aku ibarat itik si buruk rupa yang berharap mendapat cinta pangeran untuk mengubah nasib burukku. Tentu saja pikiran itu terjadi saat masih lugu. Sekarang ketika otaku sudah waras, mana ada seorang pangeran yang hidup dalam didikan istana kemewahan, keluarganya mau menerima itik buruk rupa. Catat, itu hanya terjadi di kisah Cinderella dan sinetron atau novel romantis yang minim konflik.
Dan perlu di ingat bahwa dalam berumah tangga yang harus di waspadai bukan hanya pelakor. Tapi Orangtua yang ikut campur dalam pernikahan anaknya. Mertua, Kakak ipar serta adik ipar juga bisa menjadi bagian di dalamnya, menjadi orang ketiga yang akan membuat rumah tangga karam jika tidak kuat. Rumah tangga yang sehat adalah menjauh sejauh-jauhnya dari sumber masalah itu. Sayangnya itu yang tidak bisa di lakukan Mas Adyan, si anak mami yang membuat aku harus tinggal dalam keluarganya, yang hari-hariku adalah babu rumah tangga dalam titah mertua. Dan bersyukurnya ini hanya berlangsung 1 tahun saja, Mas Adyan menyerah dan akupun menyerah. Dan nasib baik Tuhan masih sangat menyayangiku dengan mengirimkan seorang kakak angkat yang ingin balas budi pada kebaikan keluargaku dengan membawaku dari lingkaran neraku menuju kehidupan yang lebih baik.
Sungguh pertemuan tadi membangunkan jiwa implusifku. Seperti slide yang di putar ulang, memory kelam itu muncul. Semoga aku bisa kuat menjalani hari esok. Pertemuanku dengan Mas Adyan dan keluarganya masih menyisakan hari esok. Karena aku dokter yang di tugaskan untuk merawatnya. Entah ini takdir baik atau buruk. Yang jelas aku tidak ingin lagi berurusan dengan mereka selain menyangkut profesionalisme kerja. Cukup aku di rendahkan satu kali oleh mereka yang tidak bisa menghargai manusia-manusia yang tidak selevel dengannya. Keluarga hedonis yang sangat menuhankan harta. ***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Comments:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung ke blog ini