Subscribe Us

Cinta di Atas Bara Part 6


Aleya tersenyum cerah begitu melihat Sayyid berjalan kearahnya. Satu minggu tidak bertemu seperti satu tahun tidak berjumpa. Paras laki-laki campuran Arab dan Turki itu sangat memikat. Pesonanya meluluhkan kaum hawa. Ada banyak cara yang sudah Aleya untuk memikat Sayyid yang asalnya cool dan cuek. Ternyata laki-laki ini hanya bisa di tundukan dengan adu kecerdasan. Cara-cara murahan tidak akan membuat dia berpaling.

Aleya sampai tidak berkedip melihat kegantengan Sayyid. Yang menggunakan kaus polo berwarna abu di padu dengan jacket warna putih. Sangat serasi dengan kulitnya yang putih.

"Ich vermisse dich so sehr, Baby" Ujar Aleya sambil memeluk sang kekasih yang tingginya sepantaran.( Aku sangat merindukanmu, sayang."

Sayyid tidak merasa risih diperlakukan seintens itu di tempat umum, sesuatu hal yang dulu sangat di hindarinya. Kini dia sangat menyukai sikap Aleya yang cenderung agresif, sebagaimana lazimnya gadis-gadis barat memperlakukan pasangannya.

"Ich vermisse dich mehr, Liebling." Sayyid mengeratkan pelukannya pada Aleya erat dan mencium kening Aleya sangat lama.

"Kita langsung pulang ke Apartemen atau jalan-jalan dulu, sayang?" Aleya melepaskan pelukannya, dan menatap Sayyid penuh cinta. Sesuatu hal yang dulu hanya ingin menjebak Sayyid, dan memamfaatkan kecerdasannya. Tapi seiring kebersamaan di antara mereka, Aleya merasa Sayyid adalah nafas hidupnya. Dia tidak bisa hidup tanpa Sayyid. Maka dia akan berusaha melakukan apa saja, agar laki-laki itu bisa tetap berada di sampingnya.

"Pulang saja ya, Scathz? Aku lelah dan sangat merindukan kamu?"

Aleya tersenyum. Hal ini yang selalu di nantikannya. Sayyid sangat mendamba kepuasan darinya. Dan dia akan selalu siap untuk menuntaskan rasa haus laki-laki itu itu akan cinta, kelembutan darinya. Meski hal tersebut harus mengorbankan tubuhnya. Banyak hal yang di korbankan untuk mendapatkan Sayyid, tapi hasilnya sebanding dengan apa yang dia korbankan. Karena tes uji loyalitas untuk  di akui di sebuah organisasi yang dia dan ayahnya masuki, apapun bisa di korbankan agar kepercayaan bisa di raih. Harga diri atau nyawa bisa menjadi taruhan.

"Biar aku yang menyetir, Scathz? " ujar Sayyid melarang sang kekasih untuk menyopiri dirinya.

Aleya menggeleng. "Kamu sangat lelah Sayang, biar aku aja. Kamu harus hemat tega, biar kita melebur rasa rindu." ujar Aleya sambil nencium pipi Sayyid. Tentu saja hal tersebut membuat Sayyid berubah tidak waras. Dia laki-laki normal, yang butuh pelampiasan dari gairah mudanya.  Dan Aleyalah si burung jinak yang sudah meruntuhkan kealimannya. Menjadi laki-laki yang liberal dan bebas. Tidak peduli dengan nilai-nilai agama yang sudah dipelajarinya selama bertahun-tahun.

Dan Sayyid terpaksa menurut. Karena dia tidak mau jika Aleya marah dan mendiamkannya. Hal yang sangat berbahaya jika Aleya marah, otomatis akan berakibat pada keinginannya yang tidak akan terpenuhi.
***
Apertemen yang di tempati Sayyid terbilang cukup mewah. Terlihat sangat bersih dan rapi. Dan tentunya itu semua karena Aleya yang pintar merawat rumah. Sudah hampir setengah tahun mereka tinggal bersama, tentu saja tanpa ikatan pernikahan. Tapi, hubungan mereka sudah seperti layaknya pasangan suami istri.

Sesampainya di Apartement Aleya langsung menyiapkan makanan kesukaan Sayyid, makanan khas Indonesia, karena lidah laki-laki itu, masih susah beradaptasi dengan makan western. Aleya mati-matian belajar masakan Indonesia, bahkan langsung mendatangkan Chief dari Indonesia, selain itu belajar bahasa Indonesia serta budayanya. Sebuah pengorbanan yang cukup besar demi bisa meraih Sayyid. Dan termasuk pura-pura belajar islam yang dilakukan di awal mendekati Sayyid.

Aleya adalah perempuan yang masuk kriteria untuk jadi pendamping hidup Sayyid. Dia bisa menjadi istri yang memuaskan, teman diskusi yang menyenangkan. Namun sayang wanita itu selalu menolak jika disinggung tentang pernikahan. Selalu banyak alasan, dan hal ini terkadang membuat Sayyid takut, takut jika Aleya akan berpaling darinya. Bisa saja jika ada yang lebih menarik darinya, suatu hari Aleya akan meninggalkannya.

"Schatz, lass uns essen?" ajak Aleya sambil mengamit tangan Sayyid membimbingnya menuju meja makan. ( Sayang, ayo makan? )

Aleya menyiapkan makanan Sayyid layaknya istri yang berbakti pada suami, semua dia lakukan agar kekasihnya terkesan. Meski tanpa ikatan pernikahan, dia bisa memposisikan dirinya seperti perempuan-perempuan di Timur dalam memperlakukan suami mereka. Dan sudah dikatakan, untuk bisa seperti ini Aleya banyak belajar.

"Suapin." kata Sayyid manja. Dan Aleya tidak menolak keinginan Sayyid.

"Sie wissen, Schatz, solange es nicht neben Ihnen ist, kann ich nicht gut schlafen.  Denken Sie jeden Tag an Sie."  Sayyid mulai mengeluarkan kalimat manisnya dan hal ini yang membuat Aleya melayang. Sayyid selalu memperlakukan dirinya dengan lembut dan romantis.
( Kau tahu sayang, selama tidak berada di sampingmu aku tak bisa tidur dengan nyenyak. Setiap hari memikirkanmu.)

"Bagaimana kabar kedua orang tuamu?" tanya Aleya mencoba mengalihkan pembicaraan.

Sayyid yang sedang bahagia-bahagianya bertemu dengan pujaan hati, mendadak muram. Terbayang wajah umi yang banjir airmata saat dia membangkangnya, wajah abah yang marah, wajah Amir yang murka dan juga wajah Aqilah yang terlihat sendu ketika dirinya memutuskan lamaran yang sudah di rancang abahnya.

"Are you, Ok?" tanya Aleya mendadak khawatir.

Sayid mengangguk, tapi dia sudah tidak bernafsu untuk melanjutkan makannya. Pikirannya melayang pada sosok wanita yang sudah melahirkannya. Selama ini Sayyid belum pernah mengecewakan Ummi, hanya karena keinginannya yang bertentangan dengan keimanannya, Ummi tidak rela. Dan menurutnya hal itu wajar, ibu mana yang rela bahwa anak yang telah di lahirkan, didik dengan nilai-nilai islam yang kuat akan lebih membela wanita yang keyakinannya berbeda. Ummi adalah wanita terbaik, wanita yang sangat di cintainya, tapi itu dulu sebelum Aleya hadir dan menggeser posisi cinta seorang anak pada Ibunya.

Sayyid menghembuskan nafasnya berat, dia kembali teringat dengan kata-kata Amir.
'Wanita itu adalah racun yang akan meruntuhkan kesejatian seorang laki-laki.' Dan itu memang benar. Sayyid kalah oleh rasa cintanya yang sangat pada wanita, sehingga rela menukarkan dengan keyakinannya.

"Es tut mir leid, Schatz.  Ich will dich nicht traurig machen." Aleya menyentuh tangan Aleya lembut.
( Maafkan aku sayang. Aku tidak bermaksud membuatmu sedih. )

Sayyid hanya diam dan bangkit dari duduknya. Laki-laki itu berjalan ke arah jendela. Menatap indahnya kota New York di senja hari. Ingatannya melayang ke negri yang baru beberapa jam di tinggalkannya. Baru dia merasa bahagia, tapi kini merasa terhempas. Air mata ummi terus terbayang dalam pikirannya. Rasa sesak tiba-tiba memenuhi dadanya. Laki-laki itu merasa bersalah yang sangat. Sebagaimana laki-laki yang di besarkan dalam keluarga muslim dengan nilai-nilai keislaman yang kuat, menyakiti Ibu adalah tabu. Karena surga seorang anak laki-laki ada di ibunya. Meskipun kehidupan liberal sudah menjadi bagian hidup Sayyid, tapi masih ada sisa-sisa didikan orang tuanya yang nggak bisa di enyah.

Aleya merasa menyesal telah melemparkan pertanyaan tadi. Sayyid pasti banyak mengalami pertentangan bathin yang cukup hebat ketika laki-laki itu memilih dirinya. Meninggalkan keluarganya, dan hidup di negri asing tanpa keluarga. Dia bertahan hanya karena cinta, itupun ikatannya lemah karena tanpa ikatan pernikahan. Laki-laki seperti Sayyid lama-lama akan merasa lelah dalam ikatan rapuh seperti ini. Aleya memeluk Sayyid mencoba memberi kekuatan.

"Ich werde immer an deiner Seite sein, egal wie kompliziert der Weg ist, den wir gehen." Ujar Aleya mencoba menguatkan.
( Aku akan selalu berada disampingmu, serumit apapun jalan yang kita lalui.)

Sayyid diam tidak merespon kata-kata kekasihnya. Keraguan mendadak menyelimuti hatinya. Yakinkah, Aleya wanita yang akan menjadi masa depannya?
Atau hanya sebatas wanita yang menjadi samen levennya. Sekedar bersama mereguk kesenangan sampai merasa bosan, lalu entah siapa yang terlebih dahulu meninggalkan. Jika hidup hanya berporos di sini, maka dia tak lebih sama derajatnya dengan binatang, yang level kecerdasannya lebih rendah.

"Argghhh…" jerit Sayyid marah dengan memukul dingding. Dan hal itu membuat Aleya terkejut dan merasa takut.

"Tinggalkan aku sendiri!" ujar Sayyid dingin. Lalu dia segera masuk kedalam kamar membanting pintu dengan kencang.

Aleyya diam mematung. Ketakutan tiba-tiba menghantam jiwanya.
***

Akhirnya bisa melanjutkan kembali setelah lama vakum. Tulisan ini sudah lama mangkrak di laptop bertahun-tahun. Dan jujur tulisan ini menurut aku paling berat saat meramu kata-katanya.  Novel ini di tulis karena  terinsfirasi setelah  membaca buku politik, tentang banyaknya pemuda muslim yang di sekolahkan ke Barat dan ketika pulang ke negrinya ditugaskan menjadi agen-agen Barat yang memang di agendakan untuk menghancurkan agamanya dari tubuh kaum muslimin sendiri, dan itu terjadi sampai hari ini.





0 Comments:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung ke blog ini