Subscribe Us

BUNDA

Satu tahun kepergianmu Bunda
Jiwaku perlahan merapuh memahat langkah.
Memendam sesal yang merejam
Membuat jiwa terus meluka saat menguak semua memoar tentangmu.

Bunda sayang,betapa berat melupakan semua kenangan tentangmu.

Andai luka itu tak pernah kutanam di hatimu mungkin kau masih menemani hari-hariku ku.
Tapi, semuanya sudah terlambat Bunda.
Impian indah yang pernah kurenda dulu,ku hancurkan sendiri
Membuat hatimu pecah berkeping
Mengalirkan selaksa luka dan air mata.

Senja diperaduan terakhirmu. Kemboja menari menyambut kedatanganku bersanding dengan angin yang berbisik syahdu. Bunda, rindu yang membuncah padamu membawa langkah letihku kemari. Berharap sedikit bisa mengobati letih yang meraja di jiwa membangkitkan kerapuhan yang menyiksa. Andai kau masih ada disisiku,mungkin aku nggak akan selemah ini, Bundaku sayang.

Satu bulan terakhir ini,gerimis mengaliri jiwaku yang perih Bunda. Entah mengapa aku jadi begitu cengeng? Aku nggak setegar dulu lagi Bunda,saat aku masih bersamamu.

Bunda maafkan aku baru kali ini bisa mengunjungi pusara terakhirmu. Aku memang laki-laki pecundang. Bunda, kata-kataku yang pernah kuikrarkan dulu padamu hanya sebatas teori. Selebihnya aku sering menyakitimu, dan poligami itu puncak luka dihatimu. Tapi, kau mesti tahu bahwa aku tidak pernah menginginkan hal itu terjadi. Peran Ibulah yang membuat kesetianku padamu memudar. Ibu terus memaksaku untuk menikah dengan Aryanti tanpa mempedulikan perasaanmu.

Dari dulu ibu memang tidak pernah rela kau masuk kedalam keluargaku. Karena dalam dirimu tak ada darah bangsawan. Aku tak pernah berpikir bahwa kenekadanku menikahimu akan berakhir seperti ini. Engkau dimusuhi keluargaku. Cinta memang buta dan ini sangat menyedihkanku di zaman semodern ini, masih ada manusia yang mempersoalkan kebangsawanan. Padahal dimata Tuhan tetaplah takwa sebagai batas pembeda.

Bunda,aku jarang mengunjungi pusaramu bukan berarti aku tak mencintaimu, justru aku sangat mencintaimu, Bun.merindukan semua tentangmu. Bersama Aryanti aku seperti hidup dalam neraka, semua kesempurnaan yang dia miliki hanyalah topeng. Kebangsawanan, kecantikan, dan pendidikan yang dia miliki tidak menjadikan dia bisa menghargaiku sebagai seorang suami. Dia cacat secara kpribadian. Berbeda denganmu Bun, yang selalu menyambut kepulanganku dengan secangkir madu senyuman. Membuat letihku menghilang. Kau selalu menguatkanku disaat rapuh, kelembutanmu membuat jiwaku damai. Dimataku kau adalah perwujudan bidadari Syurgawi.

Bunda, penceraianku dengan Aryanti menghantarkan sejuta rindu padamu. Andai waktu bisa diputar kembali aku ingin merenda cinta denganmu semuanya dari awal lagi.m Mempertahankan keutuhan rumah tangga kita. Dihadapan Ibu akan ku bela bahwa kaulah wanita yang pantas mendampingiku, bukan Aryanti. Tapi, semuanya sudah terlambat. Kini semuanya hanya tinggal kenangan.

Dan kenangan itu, sangat menyakitkanku Bunda, sayang. mungkin ini sebagai balasan dari Tuhan karena sering menyakitimu.

Suami macam apa aku ini, Bunda? Dihadapanmu aku ini tak ada harganya. Bagaimana aku harus mempertanggung jawabkan semua kesalahanku di hadapan Tuhan nanti? Karena sebagai suami, aku tidak mampu menjalankan peranku sebagaimana mestinya. Kau adalah perempuan mutiara yang tak mampu kujaga.

Terkadang aku ingin tertawa menertawakan diri sendiri. Bahwa sebagai pengikut sunah Rasul aku akan mampu adil dalam poligami. Seorang Rasul wajar jika mampu untuk adil karena kualitas keimanannya pun sudah teruji dan Surga pun selalu merindukannya. Sedang aku,kualitas keimanan pun masih layak di pertanyakan. Akankah manusia dhaif sepertiku bisa menegakan ke adilan? Hanya berujung pada kemudratan, Bunda. Engkau pergi membawa sejuta luka dan aku menangis dalam sesal.

Kau memang pantas untuk terluka, karena sebagai wanita siapa sih yang rela hati suaminya berbagi? Padahal sebagai istri kau sudah mampu menjalankan peranmu sebagai istri ideal dalam keluarga. Fatimah seorang putri Rasul pun tidak mau di madu,  padahal dia wanita shaleha yang pertama menjadi penghuni surga. Bukankah terbukanya pintu syurga harus ada keikhlasan?

Tapi, Ibulah yang memainkan skenario hidupku. Kau tahukan Bunda,aku anak lelaki satu-satunya. Dikeluarga segala hal dialah yang menentukan. Aku bukannya tidak berani menentang Ibu, tapi aku takut seperti Alqomah durhaka pada ibunya. Karena dia lebih mengutamakan istrinya, sehingga susah mengucapkan kalimah Thoyibah ketika ajal akan menjemputnya.

Namun persoalan yang paling mendasar karena pernikahan kita tak kunjung di beri keturunan. Itulah yang membuat Ibu memaksaku menerima Aryanti,karena dia tidak sabar ingin meminang cucu dariku padahal pernikahanku denganmu baru berjalan dua tahun. Mungkin Ibu menjadikan alasan itu untuk menyingkirkanmu Bunda.

Begitulah ceritanya, Bunda. Maafkan bila pernikahanku dengan Aryanti membuat hatimu hancur dan melemahkan jantungmu sebagai pemicu menuju maut. Aku memang kejam, tapi kalau boleh jujur hanya kaulah wanita yang bisa membuat hatiku bahagia. Bunda, aku jadi teringat masa-masa indah saat bersanmamu. Waktu dua tahun adalah episode yang cukup sulit untuk melupakan sebuah kenangan.

Impaianmu menjadikan rumah tangga kita rumah tangga islami dan mendidik anak-anak kita generasi qur'ani tidak pernah terealisasikan karena engkau keburu pergi.

Diperaduan terakhirmu,doaku untukmu semoga kau tenang dan damai.

Aku akan selalu tetap mencintaimu , Bunda,kau akan selalu jadi prasasti dihatiku. Jika nanti hatiku sudah sembuh,aku berharap Tuhan memberikan seorang pendamping sepertimu yang bisa membawaku bersamanya meniti perjuangan dakwah.

Bunda, Ibupun sekarang tak seotoriter dulu lagi. Setelah rumah tanggaku dengan Aryanti hancur, mata Ibu mulai terbuka.  Bahwa kebahagiaan tidak bisa di ukur dari kebangsawanan,kekuasaan dan pendidikan tinggi. Diam-diam aku sering memergoki Ibu sedang memandangi fotomu dan perlahan pipinya basah oleh air mata. Mungkin dia telah menyesali perbuatannya padamu di masa lalu atau mungkin juga dia terenyuh melihat anak laki-lakinya yang makin hari makin kurus, murung,  dan sedih.

Cinta memang tidak bisa dipaksakan,tapi rumah tangga tapa restupun hanya berujung pada penderitaan seperti yang kau alami tidak diterima dikeluargaku. Semoga ini bisa jadi pelajaran untuku kedepannya,mendapatkan cinta yang direstui sehingga kebahagiaan bisa terwujudkan.

Selamat jalan Bundaku cinta...

Selamat jalan Bundaku sayang...

Senyumu akan selalu jadi pengobat rindu...

Kelembutanmu akan jadi mata air yang mengaliri lorong jiwaku...

Semoga Syurga jadi tempatmu....

WOULD YOU MARRY ME?

Ado sedang duduk di pojok kantin dengan tenang, matanya fokus menatap layar laptop membaca berita mancanegara tentang tumbangnya rezim diktrator Ben Ali karena kemarahan rakyat yang di motori seorang tukang sayur lulusan universitas dengan membakar dirinya karena polisi telah menyita sayur mayurnya yang menurut pihak berwajib dijual tanpa memiliki hak izin. Ratusan orang tewas di duga oleh pihak keamanan. Gelombang unjuk rasa anti pemerintah dan kekerasan polisipun terjadi menyapu Tunisia. Demontrasi besar-besaran yang dimulai pertengahan desember itu mempermasalahkan korupsi, inflansi dan pengangguran. Mungkin negri inipun perlu ada revolusi yang memicu kemarahan rakyat untuk meruntuhkan Rezim korup yang berkuasa saat ini, pikir Ado.

“Do, aku mau nanya?” Fina si gadis imut yang radikal buka suara.

Ado mengalihkan matanya dari layar laptop, lalu menatap mahluk halus yang ada di depannya.

“Nanya apa? Tentang Ben Ali lari ke Saudi Arabia, Artalita yang bentar lagi bebas, masalah gayus atau konflik Malaysia- Indonesia?”

“Hari ini berhenti ngomongin politik.” Ujar Fina males.

“Terus mau nanya apa?”

“Soal omongan kamu ‘would you marry me’ itu bercanda apa serius sih?”

“Maksudnya?” Ado menyipikan matanya yang sudah sipit.

“Ngajak merrit sama Avira betulan apa bercanda doang?”

“Ya beneran lah...”

“Tapi kenapa harus dia?”

“Aku sudah lelah dengan petualangan cinta, mungkin kalau dia mau jadi istriku, aku akan menjadikan dia yang terakhir. Dan aku ngerasa yakin dia bisa membingbing aku untuk menjadi lebih baik.”

“Tumben lo waras.” Danil yang dari tadi diam ikut komentar.

“Untuk pendaming hidup aku butuh perempuan sederhana, bagus agamanya serta memiliki jiwa sosial dan semua itu ada di Avira.”

“Yakin Do, kamu nggak salah pilih. Kalau dia menolak gimana?” kata Fina.

“Kalau aku memilih istri semodel Talia negara bisa bangkrut Fin, karena gaya hidupnya bisa menuntun ku jadi seorang koruptor. Bayangin berapa juta uang yang harus dia keluarkan untuk penampilannya yang semua bermerk. Sepatu,baju, tas,perhiasan mana mau dia pakai yang murahan. Berapa biaya buat dia nyalon? Creambat,spa,luluran,pedicure, medicure yang akhirnya di patok tekukur. Apa yakin kecantikan dia cuma buat aku aja? Berapa waktuku yang terbuang menunggu dia dandan biar perfect ngabisin waktu berjam-jam, menemani dia jalan ke boutiqe, nonton film,makan harus di tempat bergengsi nggak ada istilah warteg, liburan harus ke luar negri bikin hidupku sesak nafas. Jujur aku lebih suka sama Avira yang nggak ribet tapi tetap menarik, dia lebih mengedepankan otak dan ahlak ketimbang make up. Kalau semua wanita kaya Avira suami-suami di negri ini nggak bakal jadi koruptor, dan negara nggak akan bangkrut seperti sekarang.”

“Haha...betul...betul, gue setuju dengan cara berpikir lo yang brilian, Bro.” Danil ketawa ngakak. “Gue jadi ingat sama Imelda Marcos kenapa suaminya Ferdinand Marcos penguasa diktator Filipina, sampai di turunkan dari pemerintahannya karena sikap konsumtip istrinya yang dikenal pengoleksi barang-barang bermerk sampai koleksi sepatunya aja berjumlah2700 pasang. Dia di jadikan simbol keroyalan karena politik suaminya. Ketika para pejabat di negri ini korupsi selain adanya kesempatan kita bisa lihat kehidupan istrinya seperti apa? Sesuatu yang nggak mungkin jika kehidupan istrinya sederhana memicu suaminya menjadi seorang koruptor. Istri adalah motivator, maju dan mundurnya seorang suami. Karena di balik lelaki yang hebat di belakangnya ada istri yang hebat.”

Fina manyun, dia merasa di pojokan oleh kedua mahluk kasar tersebut. Meskipun dia nggak semewah Talia dalam berpenampilan tapi pakaian masih tetap bermerk meski harganya di bawah lima ratus ribu. Yang bermerk kan berkwalitas meski sudah lima tahun warnanya nggak pudar-pudar amat berbeda dengan kualitas murahan.

“Kalian nggak bermaksud menyindirku kan?!” sewot Fina ingin saja sebenarnya dia menimpuk kedua mahluk kasar tersebut bersama orang sekampung. Tapi ah...kasihan, begitu-begitu juga mereka teman yang baik yang selalu ada di saat dia susah.

“Ha...ha...ha... ternyata ada yang tersinggung juga.” Ado tergelak.

“Enak aja, gue bukan type cewek yang bisa bikin bangkrut negara! Lagian nggak pernah ngarep punya suami politisi, kalian tahu ibarat air yang kotor ketika ketika nyebur kedalamnya tubuh kita bukannya bersih tapi makin kotor. Itulah perpolitikan negri ini, serba kotor, jika ingin bersih harus siap tersingkir.”

“Jangan suka melihat sesuatu dari satu sudut pandang kamu aja, negatif. Coba lihat dari dua arah, sudut positif dan negatit supaya tidak terjerumus pada penghakiman. Memang negara ini bobrok orang-orangnya, karena sebagus apapun sistem jika yang menjalankannya bobrok negara nggak bakal berubah. Tapi masih ada banyak orang yang berjuang agar negri ini membaik, namun belum saatnya mereka jadi pemenang. Jika semua politik itu kotor, semua pejabat bobrok lalu dimana orang-orang baiknya, yang timbul malah keputua asaan.” Jelas Danil tidak setuju dengan pendapat Fina yang mengatakan politik itu kotor. Karena untuk menuju negara yang bersih membutuhkan politik dan tentunya politik yang bersih.

“Terserah kalian lah...” Fina males berdebat. Kalau di perpanjangpun dia pasti kalah argumen sama dua mahluk kasar ini sedang dirinya sendirian.

***

Pulang dari kampus aku masih jengkel atas kejadian tadi siang dengan ulah Ado. Ngajak merit di depan semua orang, huh memalukan! Datang langsung kerumah kek, kalau emang serius, kalau di rumah kan gampang juga menolaknya. Hehe...

Di ruang keluarga, aku yang biasanya ramai dan ceria kini berubah pendiam. Satu sifat jelek ku kalau lagi kesal berubah jadi pendiam, ngomong seperlunya dan orang yang nggak salahpun jadi kena sifat jutekku yang kambuhan.

“Bu, putri saleha Ayah kenapa ya, kok jadi asem begitu dari tadi diam nggak bersuara?” tanya Ayah dengan nada bercanda.

Mas Agung yang lagi baca koran ikut mengintip menatap wajaku dengan menurunkan sedikit korannnya, ingin saja kurebut korannnya.

“Jadi kepingin rujakan.” Mas Agung ikut menimpali.

“Mungkin sariawan.” Ibupun ikut berkomentar.

Duuh...keluargaku emang pada ngocol semua, orang lagi kesel juga masih di becandain. Apalagi Ayah selain care pada anak-anaknya dia sangat humoris kalau ada audisi pelawak Indonesia dia pasti juaranya. Aku diam males meladeni becandaan mereka.

Ibu menyodorkan sepiring pisang molen plus ubi goreng ke atas meja, aku berniat mengambilnya tapi Ayah dengan secepat kilat menariknya.

“Eits...nggak bisa...ceritain dulu pada Ayah kenapa wajahmu asem Saliha?” ujarnya sambil memanggilku dengan panggilan Saliha sebagai panggilan kesayangan dan harapan agar aku mungkin bisa jadi wanita saleha begitupun pada Mas Agung di beri panggilan Mujahid.

Arghh...ingin saja aku marah, tapi nggak berani Ayahku terlalu baik untuk menerima lahar merapiku.

“Aku kesel Yah,”

“Childish...” komentar Mas Agung.

Hiiih...ingin saja kutimpuk wajah kakaku dengan ubi goreng yang masih panas ini. Usianya sudah seperempat abad tapi masih saja ngajaku berantem. Siapa coba yang childish?

“Kesalnya kenapa, coba Ayah pingin dengar?”

“Aku kesal Yah, di permalukan di depan teman-teman oleh mahluk kasar yang bernama Ado, dia bilang ‘would you marry me’ di depan orang banyak. Coba siapa yang nggak kesel!”

“Lha...kenapa harus kesal bagus dong ada cowok yang berani begitu, gentle man. Sudah suruh aja datang kerumah untuk menghadap Ayah.”

Aku manyun, Ayah bukannya membelaku yang lagi kesel, ini malah menyuruh Ado datang kerumah. Jengkeeeeeeeeeeeeeeeeeel....

“Nggaklah ngapain di ajak ke rumah, kalau dia beneran serius gimana? Bahaya donk, bisa rusak masa depanku menikah dengan cowok play boy seperti dia, mending kalau gantengnya ngalahin Russel Crow.”

“Tuhkan...tuhkan...masih tetap yang ganteng jadi patokan, katanya nikah harus di niatkan untuk ibadah, suami yang penting saleh dan mandiri. Emang mau ganteng tapi kamu disakitin.” Mas Agung berkomentar.

“Ya nggaklah, tapi kalau dapat cowok segantang Rusell Crow ya bonus juga buat aku. Saleh harus, mandiri itu pokok utama, bertang jawab itu ukuran seorang laki-lakikan?”

“Kamu suruh dia kerumah kalau besok ngomong gitu lagi. Apa dia beneran atau Cuma bercanda, sama laki-laki itu harus tegas biar jadi perempuan nggak mudah dipermainkan dan di rendahkan. ” ujar Ibu ngasih pendapat.

“Yah Ibu...kalau dia serius gimana, aku tahu sendiri gimana tingkah dia di kampus. Aktivis sih iya, tapi Cuma nyari popularitas doang buat ngegaet cewek-cewek cantik. Mantan pacarnya aja segudang, apa Ibu rela anaknya yang cantik ini, nikah sama cowok yang senang gonta-ganti pacar.”

“Huh...Ge-er...sampai berani bilang anaknya yang cantik segala, cantik dilihat dari lobang sedotan!” ledek Mas Agung nggak rela dengan kata-kataku yang bilang cantik, dia menarik ujung jilbabku sehingga rambutku pada nongol.

“Ya nggak apa-apa mantan pacarnya segudang mah, asal jangan mantan istrinya yang segudang...ha..ha....”kata Ayah.

Sebelum semuanya tambah kacau dengan ide-ide ngawurnya, aku pamit dan bangkit meninggalkan mereka.

****

Aku baru saja keluar dari Mesjid kampus ketika sosok yang kemarin menjengkelkanku itu muncul mendekatiku.

“Assalamu’alaikum, Avira...”

“Wa’alaikum salam, ada yang bisa saya bantu.”

“Aku mau nagih jawaban yang kemarin itu, gimana jawaban kamu?”

Kutatap sekilas wajah di depanku.

“Kamu serius nggak bercanda? Dan kenapa kamu memilihku, bukan mantan pacar-pacar kamu yang cantik, seksi dan modis itu?”

“Cantik kalau dalamnya busuk nggak menarikkan? Aku ingin yang cantik dalamnya, karena nilai seorang perempuan bisa berkualitas karena ahlaknya bukan make upnya. Wanita itu tiang negara, kamu tentu paham jabarannnya. Untuk menjadi negara ini kuat tentu butuh generasi hebat yang berahlak dan itu tidak mungkin bisa didapat dari rahim wanita kualitas obralan yang bisa di pegang oleh sembarang oarang. Kamu paham Avira kenapa aku memilihmu?”

Aku untuk sesaat terdiam, tidak menyangka sedikitpun kalau dia punya cara berpikir jauh kedepan tentang peran seorang istri bagi keluarga dan negara. Ah...ternyata alu salah menilai.

“Kamu jangan salah menilai kalau aku gonta-ganti pacar bukan untuk mencari kepuasan nafsu tapi belajar apa sih yang di inginkan mereka sebenarnya. Untuk melangkah ke yang lebih dalam aku nggak berani karena akupun memiliki Ibu dan adik wanita yang harus kujaga baik-baik kehormatannya. Jika kau mau menikah denganku aku akan menjagamu sebaik-baiknya Rasulullah menjaga dan melindungi para istrinya.”

“Kamu benar-benar berniat untuk melamarku?”

“Ya, aku nggak pernah bercanda dengan satu hal ini.”

“Untuk menjadi imamku nanti, kamu hafal berapa Juz Al- Qur’an?”

Kulihat cowok di depanku terdiam.

“Seberat inikah persyaratannya Avira? Aku nggak hafal Al- Qur’an tapi aku sosok lelaki bertanggung jawab.”

“Ado, keluarga yang ingin ku bangun adalah keluarga dakwah dan tentu itu di bamgun berdasar Al- qur’an dan Sunnahnya. Minimal kamu hafal tiga Juz untuk melamarku.” Tegasku sebelum pergi beranjak meninggalkannya.

Ado termenung lama, Avira sudah beranjak pergi meninggalkannnya. Seberat inikah menikah dengan perempua-perempuan saleha, keluarga dakwah,tiga Juz Al- Qur’an? Ini adalah sebuah penolakan yang halus ah...kenapa aku baru menyadarinya, harusnya ini tantangan buatku. Ado berbalik mengejar Avira.

“Avira tunggu...!”

“Ya, ada apa lagi...”

“Aku terima tawaranmu, tapi kasih aku waktu.”

“Lima bulan, dan dalam jangka itu kamu nggak boleh menemui aku. Jika sudah hafal dan mampu memaknainya dengan benar boleh datang ke keluargaku.”

“It’s okey.” Ado yakin kalau dia bisa memenuhi persyaratan yang di ajukan ku

Merapi dihatiku mulai mencair, hari esok dan seterusnya biar kupasrahkan pada Tuhan termasuk siapa yang bakal jadi pendamping hidupku. ****

RINTIHAN ANAK PELACUR

RINTIHAN ANAK PELACUR

“Ini nggak mungkin Ka, Papa nggak mungkin tega menjual mama untuk menjadi seorang pelacur!” ujar Adi meradang marah.
Arini diam menunduk merasakan keperihan yang sangat, semula diapun nggak percaya dengan laporan tetangga bahwa mamanya seorang pekerja sexs kelas atas dan Papa ikut andil di dalamnya dengan mengenalkan istrinya ke setiap lelaki berkantong tebal. Semula dia mengira bahwa Bu Dinda iri dengan kemapanan keluarganya tapi omongan itu semakin hari semakin jadi pikiran. Bu Dinda bukan orang yang termasuk suka bergosip nggak mungkin dia bicara kalau nggak ada buktinya.
“Kalau Neng Arini nggak percaya, Neng bisa buktikan sendir di hari minggu untuk datang ke kafe i ni...” kata Bu Dinda sambil menyebutkan sebuah kafe di kawasan Jakarta.
Dan semua ketidak percayaannya terjawab sudah ketika Arini diam-diam menyelidiki apa yang di lakukan orang tuanya itu benar seperti yang di katakan Bu Dinda. Darah Arini mendidih ketika melihat ibunya sedang mengobrol mesra dengan seorang lelaki di atas usianya dan Papa duduk di pojok belakang memperhatikannya. Papa terlihat tenang seolah tidak ada yang harus di cemburui melihat istrinya di perlakukan mesra oleh orang lain. Ingin saja Arini marah saat itu mencaci mama dan papa yang sudah membohong anak-anaknya. Muak dan benci menyatu, orang tua yang selama ini dia banggakan tak lebih sekedar sampah masyrakat yang menghidupi anak-anaknya dengan uang haram, menjual tubuh menjadi pemuas nafsu para lelaki bejat dan lapar.
Papa laki-laki yang selama ini sosok yang sangat dia kagumi menjelma menjadi iblis yang tega menjual kehormatan istrinya dan mungkin dia juga akan tega menjual kehormatan anaknya kelak. Laki-laki macam apa, laki-laki seperti dia? Dimana perasaan lelaki yang harus di sebut suami itu di simpan ketika melihat istrinya di peluk dan di gandeng mesra oleh lelaki lain di depan kepalanya sendiri, lalu di bawa menginap ke sebuah hotel berbintang. Tak adakah rasa cemburu, masih adakah rasa cinta di hati lelaki itu pada ibunya? Sandiwara macam apa yang sedang mereka perankan? Ketika di rumah mereka terlihat seperti sepasang suami istri yang begitu harmonis. Arini merintih sakit, kecewa di dadanya mencipta merapi yang entah pada siapa harus di muntahkan.
“Tapi ini adalah kenyataan yang Kakak lihat Di...!” jelas Arini dengan air mata yang mengalir perlahan.
“Nggak...nggak mungkin Papa sejahat itu yang tega menjual kehormatan istrinya pada para lelaki bejat yang ada di negri ini...nggak mungkin!” teriak Adi histeris.
Arini menggigit bibirnya sakit, diapun nggak akan percaya kalau nggak membuktikan sendiri omongan Bu Dinda dan desas –desus negatif omongan tetangganya. Kalau di lihat secara akal sehat nggak mungkin papa tega membiarkan mama jadi pelacur dan mama pasti akan berontak. Rumah tangga orang tuanya sangat harmonis di depa anak-anaknya, mereka juga sangat care. Lantas apa yang membuat mama harus terjebak ke lembah hitam, apa karena permasalahan ekonomi dan papa tidak mampu jadi figur suami yang menafkahi keluarganya secara ekonomi. Selama ini yang Arini tahu Papa dan Mama bekerja di sebuah perusahaan yang pergi pagi dan pulang malam.
“Dan ini semua bisa jadi mungkin ketika kamu melihat vidio rekaman di handycamku ini...” Arini mengeluarkan handycam, memperlihatkannya pada Adi.
Sebuah video merekam kejadian di sebuah kafe mewah kawasan Jakarta tampak seorang wanita yang sangat cantik dan berkelas sedang duduk dengan lelaki paruh baya, kemafanan sangat terlihat dari status lelaki tersebut. Masih ada ketampanan yang tersisa meski ubannnya sudah menyembul, mungkin dia termasuk salah satu pejabat, birokrat atau politisi yang ada di negri ini. Sesekali tangan lelaki itu mendarat di rambut hitam legam milik si wanita cantik itu di selingi tawa manja si wanita, lalu video memperlihatkan seorang lelaki yang sedang duduk tenang dengan vodka di hadapanya seolah tidak terjadi apa-apa di tempat itu. Vidio juga memperlihatkan ketika sepasang manusia yang berlawanan jenis itu meninggalkn kafe dengan saling bergandengan mesra lalu naik ke sebuah mobil BMW yang terpakir di situ dan.... Rekaman vidio hanya sampai di situ.
“Itu mama dan papa kan Kak...” Adi seperti tidak percaya ketika selesai melihat rekaman Vidio itu. Wajahnya memerah,tangannnya terkepal menahan marah yang siap membuncah.
Arini mengangguk. “Dan terakhir aku menguntit sedan BMW itu sampai kesebuah hotel, kamu bisa bayangkan kan Di, apa yang terjadi antara mama dan lelaki tua itu? Intercross....”
“Ah...BIADAB...BAJINGAN...!!! Selama ini kita telah ditipu oleh orang tua kita sendiri dengan di susupi makanan haram. Aku benci pada Papa yang membiarkan mama jadi pemuas nafsu lelaki bejat, sebagai lelaki dan suami dia benar-benar tidak punya harga diri. Aku harus temui mereka sekarang!” Adi bangkit dengan sejuta kemarahan, kebencian dan rasa sakit yang menyatu. Dia meraih jacketnya berlari keluar.
“Adi tunggu...” teriak Arini.
Cowok itu sudah nggak bisa di cegah dia pergi melesat dengan motornya, Arini di jelma khawatir yang sangat sebentar lagi badai akan menghuru-harakan keluarganya.
***
“Tolong jelaskan Ma, kenapa mama samapai bisa jadi pemuas nafsu para lelaki bejat itu?” cecar Adi ketika mama dan papa sampai dirumah.
“Jaga mulut lancang kamu!” bentak Papa.
Adi tersenyum sinis.
“Yang mesti di jaga itu sikap Papa yang rela menjual tubuh istrinya di jamah para lelaki busuk hanya untuk bertahan hidup. Di mana tanggung jawab Papa sebagai suami yang seharusnya bisa menafkahi kami ;Istri dan anak-anaknya, bukan malah menggadaikan tubuh istrinya. Aku sebagai lelaki MALU , MUAk dan akan MARAH... jika wanita yang aku sayangi jadi piala bergilir pemuas nafsu lelaki yang bukan suaminya!”
PLAAAk... sebuah tamparan keras mendarat di pipi Adi, tamparan mama. Panas dan sakit sangat terasa, Adi mengusap pipinya. Tapi panas dan rasa sakit dari tamparan ini belum seberapa di banding rasa sakit yang menampar di hatinya.
“Bahkan mamapun rela Ma, menggadaikan tubuh mama untuk dinikmati laki-laki lain. Jawab Ma, kenapa mama melakukan hal ini? Jika yang mama cari adalah untuk kebahagian aku dan Kak Arini, sungguh kami lebih bahagia hidup apa adanya dari pada mama harus jadi pelacur.”
Mama terisak-isak.
“Ini semua bohong, mamamu nggak melakukan hal serendah itu. Kalian jangan percaya omongan orang lain...jangan percaya... mereka hanya iri pada kehidupan kita!!” Papa angakat suara dengan suara yang berapi-api.
“Arin nggak akan percaya pada omongan orang lain jika tidak melihat dan membuktikan sendiri omonngan orang lain. Dan apa yang di omongkan orang itu nggak semuanya salah, Pa. Arin benar-benar malu pada papa yang rela menjual tubuh istrinya untuk di nikmati orang lain, di mana harga diri papa sebagai seorang lelaki yang mesti menjaga kehormatan inya. Jangan-jangan akupun akan papa jual pada para lelaki hidung belang hanya demi lembaran uang!” jelas Arini penuh amarah dan kebencian.
“Kau benar-benar lancang menuduh orang orang tuamu sendiri. Siapa yang sudah mengajarimu berbicara seperti itu?” Papa menarik kerah baju Arini sehingga gadis itu kesusahan bernafas.
“Lepaskan...” Adi mendorong tubuh papanya hingga terjengkang ke belakang. “ Papa perlu bukti, jika kami berbicara bukan karena karangan atau kena hasutan orang lain. Ini buktinya Pa, Ma...kalian bisa perhatikan baik- baik dan nggak akan bisa menggelak lagi.” Adi merebut handycanm dari tangan Arini lalu menyetel adegan Vidio kedua orang tuanya di sebuah kafe.
Wajah kedua suami istri itu menegang, rahasia mereka yang di simpan rapat selama bertahun-tahun terbongkar sudah.
“Wanita itu siapa ma, dan siapa laki-laki yang bersama mama itu? Bukan papa kan, tapi mengapa mama memperlakukannya seperi pada suami sendiri. Bukan selingkuhan mama kan, dan anehnya papa yang ada di situ juga nggak merasa cemburu, atau marah. Padahal sudah semestinya seorang laki-laki normal itu MARAH... jika istrinya di ganggu orang lain didepan matanya sendiri.”
“Bangsat...” papa merebut handycame itu dan membantingnya ke lantai. Handycame pun hancur berkeping. “Anak tak tahu trimakasih...kalian benar-benar bikin aku marah...BUGG...” sebuah tinju mendarat di muka Adi tanpa sempat menghindar. Darah segar mengucur dari hidung anak muda itu.
Perkelahianpun tak bisa di hindarkan antara Ayah dan anak itu, mama menjerit-jerit dan Arini mencoba menghentikan namun tak berhasil. Kursi dan barang-barang lainnya jadi sasaran, rumah jadi lebih mirif kapal pecah. Perkelahian terhenti ketika Adi terkapar di lantai bersimbah darah.
“Bahkan kalianpun tega menyiksa anak sendiri.” Arini terisak-isak sambil mengangkat tubuh adiknya untuk di bawa ke rumah sakit, mama ikut membantunya.
***
Sebuah kamar rumah sakit, sepi sendiri. Arini menangis pilu, kenapa semua harus berakhir seperti ini? Lebih menyakitkannya ketika dia harus tahu kalau mama bekerja sebagai pelacur kelas atas dan papa sebagai gigolo. Adi masih tertidur, luka anak itu cukup parah akibat perkelahian dengan papa. Untungnya masih bisa di selamatkan.
“Arin, kamu tabah ya?” tiba-tiba sebuah suara di belakangnya membuyarkan rasa sedihnya.
Arini membalikan tubuhnya melihat pada siapa yang datang. Tampak sosok tinggi menjulang sedang menatapnya.
“Fauzan, sudah lama kamu disini.”
“Beberapa menit yang lalu Rin, kamu tabah ya? Ado pasti akan baik-baik aja.”
“Makasih Zan, namun aku belum bisa menerima kenyataan ini. Aku malu, marah dan benci pada orang tuaku. Mengapa aku harus terlahir dari mereka Zan, bukan dari orang tua baik-baik.” Isak Arini.
Fauzan menyodorkan sapu tangan miliknya.
“Arin semua pasti menginginkan hal yang terbaik dari hidupnya, tapi keinginan tidak semuanya bisa berjalan dengan harapan. Begitupun dengan kenyataanmu sekarang, kamu nggak tahu kan apa yang di kerjakan mama dan papamu saat ini. Kamu berhak benci, marah, dan terluka,itu sangat manusiawi. Namun bencilah perilakunya, bukan orangnya karena bagaimanapun juga mama dan papamu orang yang memiliki peran besar kamu ada.”
“Tapi aku belum bisa Zan, aku ingin pergi sejauhnya dari mereka. Mungkin aku berhenti kuliah Zan, bekerja agar aku dan Adi bisa bertahan hidup karena nggak mungkin lagi bergantung pada orang tua yang pekerjaannnya sangat aku benci.”
“Semuanya butuh waktu Rin, untuk menyembuhkan luka. Dan aku akan selalu ada di sisimu, membantumu bangkit seperti dulu. Dan nanti kita bersama-sama menyadarkan mama dan papamu untuk kejalan yang benar, jangan biarkan mereka terus berkubang dalam dosa. Mereka mungkin punya alasan yang kuat untuk jadi seperti itu, dan kita harus memberi solusi agar keluar dari situ bukan mencerca dan menghakiminya.”
“Apakah kamu nggak malu Zan, menjadi kekasih anak pelacur.”
“Sudahlah Arin jangan bahas tentang itu lagi, jangan pernah berpikir aku akan pergi meninggalkanmu setelah tahu kejadian ini. Setiap orang memiliki masa lalu Rin, dan aku bisa menerimanya. Dan nanti yang akan kunikahi adalah kamu, bukan ibumu. Aku mencintaimu dengan tulus dan apa adanya.”
Arini tersenyum lega. Masih ada Fauzan lelaki yang selalu ada di saat sedih dan juga bahagia yang selalu siap menjaganya. Fauzan tidak romantis tapi dia bertanggung jawab, setia dan bisa menerima dirinya dengan segala kekurangan dan kelebihan.
“Dan kita harus segera memikirkan pernikahan Rin?”
“Kenapa?”
“Biar aku bisa menjagamu dan Adi setiap saat. Dulu kamu sedih dan punya banyak masalah masih ada orang tua yang bisa mengerti keadaanmu. Sekarang dengan masalah ini, aku yang harus lebih banyak berperan disisimu, tapi aku ingin peranku bisa halal disisimu.”
Air mata Arini menganak sungai, terharu dengan apa yang di ucapkan Fauzan. Semoga nanti jika Fauzan jadi perndamping hidupnya dia nggak seperti papa yang tega menjual kehormatan istrinya. Arini tahu Fauzan bukan lelaki sepert papa, dan harapan yang di inginkan Arini sekarang Adi bisa cepat sembuh.
(the end)

PENERAPAN SISTEM EKONOMI ISLAM

Jika perekonomian islam sudah di terapkan di sebuah negara tentu kemiskinan tidak akan menjadi pokok permasalahan negri ini karena semua sumber daya alam dikelola dengan baik oleh negara bukan di kelola oleh pihak-pihak swasta dan asing yang justru sangat merugikan negara dan rakyat yang hidup di negara itu sendiri seperti yang terjadi di negri kita ini.
Pertama keuntungan dengan diberlakukannya sistem ekonomi Islam akan mampu menyelesaikan masalah kemiskinan melalui distribusi yang adil dimana setiap warga negara dijamin pemenuhan kebutuhan pokoknya dan diberi kesempatan luas untuk pemenuhan sekundernya. Berbeda dengan kapitalis mereka melakukan penghapusan kemiskinan di pusatkankan hanya pada peningkatan produksi ,baik produksi total negara maupun produksi pendapatan perkapita bukan pada masalah distribusi. Maka sistem ekonomi kapitalis tak akan pernah mampu menghapus kemiskinan karena titik pusat persoalannya adalah distribusi kekayaan. Akibatnya pihak yang kuat akan semakin memiliki banyak kekayaan dan yang lemah akan semakin sengsara.
Islam memberi penyelesaian masalah yang baik seperti hal itu di gambarkan dalam Al:Qur’an (Lihat Qs Al Hasyr:59.) dimana ayat itu menjelaskan tentang keadilan distribusi.
Secara ekonomi negara harus bisa memastikan bahwa kegiatan ekonomi dalam sebuah negara tidak ada pihak yang dirugikan dan negara harus bisa memastikan bahwa kegiatan ekonomi yang baik yang menyangkut produksi,distribusi maupun konsumsi dari barang dan jasa sesuai dengan tuntutan syariah tidak ada pihak yang mendzalimi maupum didzalimi.
Kedua dengan diterapkannya sistem ekonomi islam rakyat akan mendapatkan keuntungan dari sumberdaya alam bukan seperti yang terjadi saat ini dimana ekonomi yang dikuasai para kapitaslis yang terjadi malah privatisasi kepemilikan sumberdaya alam yang seharusnya di kelola negara malah dimiliki oleh pihak sewasta dan asing hal ini tentunya membuat rakyat semakin menderita .
Dan suatu hal yang tidak mungkin jika hal ini terus dibiarkan kemungkinan besar semua sumber daya negri ini akan beralih kepihak swasta yang akan menyebabkan kenaikan harga,penghapusan subsidi dll, seperti halnya yang terjadi sekarang dengan langkanya minyak ,gas juga naiknya tarif dasar listrik. Padahal seharusnya hal ini tidak harus terjadi jika pemerintah mengelola SDA negrinya dengan baik sebagaimana sabda Rasuluwlah dalam hadisnya: “Umat Islam berserikat pada tiga perkara “air,padang rumput dan api” (Hr. Ahmad).
Sebagai rakyat yang hidup dalam sebuah negara yang kaya semestinya mereka bisa merasakan kekayaan yang dimiliki negara tersebut dan tentu hal ini akan bisa di rasakan jika rakyat hidup dalam sebuah negara khilafah yang hidup dengan syariat islam. Karena perekonomian yang di terapkan kapitalis malah menyebabkan kekayaan secara Individu,keserakahan yang tak terkendali.
Dan ketiga keuntungan diterapkan Ekonomi yang berdasarkan Syariah terjadinya penghapusan pajak. Sedangkan dalam sistem kapitalis pendapatan utama negara adalah dari pajak sehingga negara akan terus berusaha meningkatkan perolehan pajak agar biaya pembangunan semakin besar di dapat akhirnya rakyat akan semakin terbebani dimana pajak penghasilan,pajak penjualan dan pajak atas bahan bakar di timpakan pada rakyat sehingga perekonomian rakyat akan semakin tercekik.
Dalam perekonomian Islam pendapatan negara bisa di hasilkan dari hasil kepemilikan umum seperti minyak dan gas, dari sektor pertanian seperti kharaj ,dari sektor industri berasal dari zakat hasil dagangan dengan demikian negara mendapat pemasukan yang besar tanpa membebani rakyat dan pada saat yang sama mampu mendorong aktivitas ekonomi yang luar biasa. Kalaupun rakyat harus membayar pajak mereka termsuk kategori kaya yang kekayaanya mencapai batas nasab untuk mengeluarkan Zakat. Rasululllah Bersabda: “Tidak akan masuk Syurga orang yang memungut pajak (cukai).” (HR. Ahmad)
Keempat mengganti Investasi asing dengan Investasi dalam negri, melalui penerapan sistem ekonomi yang benar Baitul mall yang dikelola negara khilafah akan meraup dana yang cukup esar yang nantinya dana tersebut kan di salurkan pada pembangunan yang bisa dinikmati rakyat dengan murah bahkan bisa gratis ‘seperti pendidikan,kesehatan dan infrastruktur yang berhubungan dengan alat transportasi,telekomunikasi,air juga listrik. Juga untuk membiayai industri berat seperti persenjataan,proyek-proyek besar,kredit bebas bunga dan semua hal yang nantinya bisa di nikmati rakyat.
Kelima membebaskan dari jebakan hutang yang berlipat sebagaimana yang terjadi pada negri kita sebagai pelaku utama penumpukan utang luar negri berbunga tinggi padahal Allah sendiri menjelaskan dalam Firman Nya surat Albaqarah Ayat:275 Dia menghalalkan jual beli tapi sangat membenci riba. Negara dalam bentuk khilafah akan menolak pinjaman hutang yang di jadikan negri kapitalis sebagai bentuk penjajahan baru melaalui jebakan hutang.
Setelah itu akan mampu menghapus sumber inflansi, membangun industri yang menguntungkan rakyat dengan mengelola SDA dengan benar bukan diprivatisasi pihak swasta dan asing tapi di kelola negara dengan benar. Selanjutnya dalam bidang militer negera khilafah tidak tergantung pada negara lain tapi memproduksi dan mengembangkan teknologi militir sendiri lihat Qs: Al Anfaal 60. Begitupun dalam bidang pertanian,pendidikan ,kesehatan dan bidang-bidang lainnya negara khilafah akan mampu menjadi pengubah sistem yang ada saat ini yang terbukti sangat bobrok di segala bidang.

WAHAI IBU...WAHAI AYAH...

Wahai para Ibu wanita-wanita kebanggaanku...
wahai para Ayah lelaki yang pantas jadi pemimpin kaum wanita...
Tengoklah barang sebentar anak-anak kecilmu
Jangan terus di buai oleh kesibukanmu
Tegakah kau melihat anak-anak kecilmu setiap hari berteman Televisi dengan disuguhi film-film yang tidak mendidik yang sangat jauh dari moral islam
Apakah kau tidak khawatir mereka akan meniru budaya hedononis yang di sodorkan musuh-musuh kita untuk meracuni generasi
Tidakah kau bersedih saat anak-anakmu mengenal Spiderman, Power Rangers ,Naruto dan Film-film semacamnya
Dan alangkah mirisnya ketika mereka ditanya siapa Abu Bakar, Umar, Usman, Ali,Khalid bin Walid, Shalehudin Al Ayubi atau Iskandar Agung hanya sedikit dari mereka yang tahu

SANG NAHKODA

SANG NAHKODA
Kamu telah gagal! Mungkin itu vonis sinis untuk dirinya saat ini,nyeri menyentak nuraninya . Salah siapakah ini? Dirinya? Tentu saja bukan,karena dia cukup getol menyuarakan tentang hakikat kehidupan.
Isye hamil diluar nikah, Mas Farhan masuk penjara karena terlibat penjualan narkotika, Mbak Sarah menikah dengan lelaki berbeda agama dan Mama stres sehingga harus dirawat di Rumah sakit jiwa.
Ya Allah ujian ini begitu bertubi menghantam pelayaranya dan menenggelamkan satu persatu pernumpangnya.
Pemuda itu ingin menjerit tapi tidak bisa. Dirinya sudah berusaha keras membawa penumpangnya untuk mengingat Allah dan menjadikan pelayaran ini selamat di dermaga Jannah Nya, tapi Allahlah maha pembolak-balik hati manusia. Dan seperti mutiara Iman miliknya Raihan bahwa iman tidak bisa diwarisi dari seorang Ayah ya ng bertakwa. Apalah dirinya dimata kerluarganya,dia seorang anak di mata Mama,Kakak buat Isye dan adik buat Mbak Sarah dan Mas Farhan. Dan dari dulu dirinya paling di benci oleh kedua kakak dan juga adiknya itu,kini jadi kebencian masyrakat karena dirinya telah jadi Da’i yang gagal.
“Di keluarga sendiri juga kau sudah tidak bisa jadi Da’i apalalagi di masyrakat.” Ujar Pak Tejo beberapa hari yang lalu saat dirinya selesai mengisi kajian Ibu-ibu.
Anak-anak yang mengaji pada dirinya satu persatu pada keluar , majlis taklim yang dibinanya hanya menyisakan sedikit orang yang masih setia mendengarkan ceramahnya,sekarang dimana-mana dirinya jadi ocehan orang.
Yudi memejamkan matanya perih. Ya Allah begitu kotornya aku dihadapan Mu,sehingga Engkau perlihatkan semua kuasa Mu. Andai aku terlahir dari keluarga yang paham agama mungkin kejadiannya tidak akan berakhir seperti ini,rahuk Yudi dalam bentangan sajadah birunya.
Laki-laki itu mulai dihinggapi rasa putus asa. Dia merasa malu,malu pada dirinya sendiri yang gagal menahkodai pelayarannya menuju nahkoda impian.
“Setiap orang punya jalan hidup masing-masing Yud,sehebat apapun usaha kita mengajak orang-orang yang kita cintai pada kebenaran,kita tidak akan bisa jika hidayah belum hinggap di hati mereka,” ujar Farhan menenangkan hati sahabatnya.
“Han,bukankah Allah sudah berfirman dalam ayatnya’ ku anfusakum wa ahlikum naro’ jagalah keluargamu dari api neraka. Aku sudah berusaha menjaga mereka dengan mengenalkan kebenaran,tapi inikah kenyataan yang harus kudapatkan?”
“Kamu lupa Yud, Ibrahim sang Rasulpun tidak mampu membawa Ayahnya beriman pada Allah. Nabi Nuh yang yang sabar dalam perjuangan dakwah tapi anaknya sendiri jadi pembangkang begitupun dengan Nabi Luth dan Rasulullah sendiri pun mengalaminya tidak mampu membawa pamannya menjadi pemeluk agama Nya. Apakah para Rasul itu tidak berusaha? Mungkin kerja keras mereka melebihi kita sebagai manusia biasa. Tapi hidayah milik Allah Yud,kita hanya mampu jadi perantara.”
“Jadi aku harus bagaimana Han,sementara orang-orang sudah tidak percaya lagi padaku.”
“Sabar Yud,masih ada mentari untuk hari esok. Itu artinya masih ada harapan untuk menebar benih kebaikan,jangan berputus asa dalam menyampaikan dakwah. Setiap orang punya masa lalu,hanya orang picik saja yang tidak mau mengakuinya. Dan ini juga termasuk ujian buat kamu,” jelas Farhan sambil membacakan surat Al- Ankabut ayat ke dua,bahwa cobaan itu adalah ukuran bagi sempurna atau tidaknya Iman seseorang.
Yudi menggigit bibirnya perih.
Salahkah aku Ya Allah,jika aku yang hina ini ingin menyelamatkan keluargaku dari badai dunia yang hampir karam. Dan apakah aku juga salah ingin menahkodai pelayaran ini bersama keluargaku disaat perahu ini hampir tenggelam atau aku memang bukan seorang nahkoda yang handal sehingga satu persatu penumpangnya mulai tenggelam.
Akhirnya Yudi terisak sendiri menangisi pelayarannya yang gagal. Ddapat cibiran sinis dari lingkungan sekitar,nyeri merobek hatinya. Dia memang lahir dan besar bukan dari keluarga yang taat pada agama,bisa dikatakan gersang. Namun hidayah milik Allah,dan saat hidayah itu hinggap dia tidak ingin menyia-nyiakannya. Salahkah jika dia ingin membagi nilai sebuah hidayah itu pada orang-orang yang belum merasakannya?
“Bangkitlah Yud,setiap orang pernah merasakan kegagalan,namun kegagalan bukan untuk diratapi karena itu sama artinya dengan membiarkan dirimu diinjak-injak keterpurukan dan membiarkan orang-orang semakin bahagia melihatmu menderita.” Nasehat Farhan.
“Mungkin selama ini aku kurang ikhlas melakukasnnya,” vonis Yudi pada dirinya.
“Mari kita bangkit Yud,singsingkan baju kita untuk kembali memulai langkah. Niatkan karena Allah dan barengi dengan hati yang ikhlas. Insya Allah masih ada kesempatan tuk meniti tangga dakwah selama ajal belum datang.” Farhan tak bosan menyemangati sahabatnya agar tetap semangat berjalan di jalan dakwah meski penuh kerikil-kerikil tajam.
Yudi mengangguk.
“Ingat Yud,di jalan yang mulus pun mobil yang di kendarai bisa terjadi kecelakaan,apalagi ini jalan dakwah penuh onak dan duri tapi Allah sudah mempersiapkan pahala ke ikhlasan kita menyeru ummat.
“Thanks Han, untuk sebuah motivasi dan advisenya. Aku tak akan membiarkan diriku dan keluargaku semakin terpuruk kedalam lembah dosa yang lebih dalam lagi. Masih ada kesempatan untuk menyelamatkan keluargaku,” ujarnya optimis.
“Nah gitu dong,aku suka Yudi yang dulu penuh ghiroh saat meniti jalan dakwah,” farhan menepuk-nepuk pundak sahabatnya.
***
Yudi berusaha bekerja keras mendekati keluarganya dengan cinta,kasih sayang juga perhatiaan. Dia bertekad membawa penumpangnya kembali menaiki pelayarannya.
Masih ada kesempatan dalam menahkodai pelayaran dunia ini,agar mereka menjadi penumpang yang cinta pada Allah selama pelayaran itu belum sampai di dermaga maut.

(TAMAT)

MAUT

MAUT

Malam berselimutkan bintang-bintang menyusup kerinduan pada alunan silamku. Memunculkan semua kenangan tentangmu, Audry. Sajadah biru yang terbentang sudah basah oleh gerimis air mataku. Dalam lipatan sujud selalu ada damai menyusup dinding hati. Andai kutahu semuanya dari awal,tentang kau memilih penjara sepi, tentang mengapa kau memilih menyimpan deritamu sendiri? Mungkin aku nggak akan pernah menyalahkanmu, tapi berusaha menemani hari-hari terakhirmu.
Audry, aku rindu semuanya tentang kita....

January 2010
Audry,kau semakin sulit aku gapai. Hari-hariku sepi, tanpamu. Dulu kemanapun kita selalu bersama,merenda langkah penuh warna. Mungkin karena kita kembar,dan dirumah hanya kita berdua. Apalagi setelah mama, dan papa berpisah kita benar-benar hidup berdua,tapi dari dulupun kita memang selalu berdua karena Mama dan Papa tidak pernah punya waktu untuk anak-anaknya. Tapi, sekarang aku sendiri Audry. Setahun terakhir ini aku benar-benar kehilanganmu.
****
Clubbing,balapan di sentul,kumpul bareng di lion comunity terasa sepi tanpamu. Teman-teman pada heran kenapa kita jarang bersama? Aku hanya bisa diam tak mampu menjawab pertanyaan mereka. Aku pikir tak selamanya memang kita selalu bersama.
Tahun baru 2010 ini terasa sepi,tadinya aku mau mengajakmu berlibur di Bali bersama anak-anak the lion comunity, tapi kamu cuma menggeleng tanda sebuah penolakan.
Audry terlalu banyak kau berubah,kamu yang biasanya cerewet bisa meramaikan suasana kini berubah jadi pendiam. Aku benar-benar rindu canda tawamu. Kau lebih senang diam dalam bisu,hari-harimu sajadah biru,membaca buku dan pergi ketempat manusia-manusia sok suci.
Akupun terpaksa merayakan tahun baruan dirumah,tak tega rasanya bila aku harus bersenang-senang di Bali sementara kamu sendirian di rumah.
***
Sepi dirumah tinggal aku sendiri,kamu entah pergi kemana Audry? Kau jarang pamit kalau mau pergi menganggap seolah aku tak pernah ada. Sejak kau berubah akupun jadi jarang kemana-mana karena aku merasa pergi kemanapun tanpamu jadi terasa hampa.
Senja ini aku mencoba masuk kamarmu tanpa izin. Semenjak kau berubah, aku jarang ikut numpang tidur dikamarmu seperti dulu.
Takjub aku melihat suasana kamarmu yang tertata begitu rapi,benar-benar nuansa cewek –banget. Dinding yang dulu penuh dengan aura metal kini disulap begitu artistik dan islami,poster-poster jumbo bergambar lelaki berwajah teduh,lukisan-lukisan kaligrafi,puisi-puisi sufistik dan tiba-tiba mataku tertumbuk pada sebuah puisi yang membuat bulu kuduku merinding. Puisi tentang maut itu menjadi tanda tanyaku tentangmu.
MAUT.....
Dalam sepiku kau terus menari
Merantai langkah hari-hari
Bagi sebagian orang mungkin kau ditakuti
Tapi bagiku kau adalah teman
Teman perjalanan
Pengingatku memperbanyak amal
Maut disini aku menanti
Datangmu menjemput ajal
Memisahkan jiwa dalam raga

Audry apa-apaan ini? Pikirku tak mengerti. Adakah sesuatu yang kau sembunyikan dariku? Atau jangan-jangan kamu mulai putus asa. Tapi akh...rasanya tidak mungkin. Kau adalah orang paling tegar seperti yang kutahu,lagian aktivitas yang kau lakukan saat ini nggak mungkin menjadikanmu seorang pesimistis.
Akh...kau pasti menyimpan sesuatu dariku. Kenapa perubahan begitu cepat terjadi pada dirimu? Aku semakin tersiksa menjalani hari-hari sendiri.
***
Aku benar-benar lelah Audry, menyaksikan perubahan sikapmu yang menganggap seolah aku tidak pernah ada. Sebenarnya aku ingin banyak bercerita padamu tentang Meta yang naksir berat padaku,kamu tahu Meta kan? Dia gadis tercantik dikampus itu menaksirku,seperi dapat durian runtuh saja ditaksir si Bintang kampus. Tapi, untuk saat ini aku tidak terlalu peduli dengan Meta atau lainnya justru aku memikirkanmu yang semakin jauh dariku. Walau bagaimanapun juga kau adalah orang terdekat dalam hidupku yang paling mengerti diriku,bagiku kau adalah segalanya.
Malam ini aku benar-benar kalut,rasa hampa yang menyiksa membawa langkah kakiku menuju sebuah diskotik berharap mendapat sedikit ketenangan dengan sentuhan musik-musik disko,kilatan lampu bliz dan aroma Vodka seperti yang pernah kita lakukan dulu bila memiliki masalah.

Entah sudah berapa botol aku minum,malam itu aku benar-benar mabuk ketika HP ku berbunyi antara sadar dan tidak aku mengangkatnya. Terdengar suara isak Bik Mumun pembantu kita yang sudah dianggap Ibu kita sendiri mengabarkan kau kritis masuk rumah sakit.

“Audry...!” kerongkonganku tercekat mendadak kesedihan menyelinap ruang jiwaku, aku bangkit berjalan menuju mobil dengan langkah sempoyongan beruntung aku masih bisa mengendalikan mobil dengan baik sampai rumah sakit.

Aku di sambut oleh Dr. Irwan yang menjelaskan bahwa kondisimu tipis sekali untuk sembuh. Kanker di rahimmu sudah stadium 4 tipis sekali harapan untuk hidup tinggal menanti ajal datang. Memang skenario kematian hanya Tuhan yang menentukan, tapi jika dunia medispun sudah tak mampu menyembuhkanmu apa yang harus diperbuat? Adakah keajaiban untukmu Audry,rasanya aku belum siap kehilanganmu.terbayang kesedihan akan menjejaki langkahku hidup sendiri tanpamu. Tak terasa air mataku membanjir.

Kamu begitu tega menyimpan penyakitmu sendiri Audry...? Apakah karena ini kau menjauh dariku,mencari kedamaian yang lain. Dan inikah puisi jawaban mautmu? Maut yang selalu kau nantikan
***
Tepat di pertengahan Ramadhan kau meninggalkanku Audry,meninggalkan luka di jiwaku yang sepi namun memberikan sejuta hikmah menjadikanku lebih dekat pada Nya.
Dan di malam yang berhias hujan deras ini,sederas air mataku kala mengingat semua tentangmu aku berdoa untukmu. Semoga kau tenang di hadapan Rabbi Mu...aku berjanji akan meneruskan jejakmu menggapai samudra hidayah menjadi Audrey yang lebih baik,yang membela agamanya penuh kesungguhan menggapai titian syahidku. Amin....

JPK, 12-09-2010

IMPIAN

DREAM BOOK 2010... sebuah buku bercover tangga menuju langit tergeletak di meja belajar Anisha,Reza yang suka masuk selonong boy ke kamar sepupunya jadi penasaran ingin membaca isinya.
Design yang harus tercapai di tahun 2010...
Kreeeek...pintu kamar tiba-tiba terbuka.
“Za,kamu ngapain ada disini?” protes Anisha tidak suka ada penghuni lain masuk kekamarnya tanpa izin terlebih dahulu.
“Mau ikut numpang tidur.” Jawab Reza kalem.
“Enak aja,ini kamar cewek! Kamu bisa tidur di kamar Bang Ryan.”
“Alah,aturan darimana tuh cowok nggak bisa tidur di kamar cewek. Lagian aku nggak bakal ngapa-ngapain kamu ini,dulu juga aku ikut tidur disini kamu nggak sewot.” Bela Reza kukuh.
“Itukan dulu,beda dengan sekarang.”
Reza menatap Anisha dari atas sampai bawah,bikin Anisha sebel. Hm...iya baru paham.
“Lo setelah berjilbab kaya emak-emak, hidup lo jadi ribet sih Nis. Apa-apa nggak boleh,apa-apa dilarang. Sampai gue numpang ikut tidur aja kayanya di haramkan.”
“Sudah ah,kamu cepetan keluar. Aku mau istirahat!” Anisha mendorong tubuh Reza sebagai senjata pamungkasnya.
“ it’s oke Lady,tapi gue pinjam buku ini.” Reza menyambar buku yang tergeletak di meja belajar.
“Eh....itu Dream Book ku,nggak boleh dilihat!”
“Eits,nggak bisa!” Reza langsung lari keluar dan Anisha mengejarnya makin Reza tambah penasaran untuk mengintip isi buku buku itu.
“Baca ah....” ujarnya keras-keras. “Target pertama: Hafal Al-Qur’an 5 juz,kedua dapat IPK 3,7,ketiga bla...bla...bla...”
Anisha makin jengkel.
“HM...ngggak nyangka mantan seorang gangster bisa jadi seorang visioner memiliki rancangan hidup. Kereeen...”
“Iya donk,hidup nggak selamanya gelap melulu,tapi harus berubah menjadi terang.” Ujar Anisha kepalang ketahuan sekalian ngasih pencerahan pada saudaranya yang masih badung ini.
“Baguslah. Semoga bisa cepat-cepat jadi Ustadzah,menikah dengan Ustadz punya Pesantren,punya santri banyak bla....bla...bla...” ledek Reza.
“Amiiiiin,semoga jadi Do’a.” Jawab Anisha kalem. “ Kamu sendiri punya impian nggak ZA?”
“What? Impian?”
“Ya,kamu harus punya target hidup donk. Punya impian.”
“Apa bedanya tukang mimpi sama orang yang punya impian?” Reza malah balik nanya.
“Ya jelas beda donk. Tukang mimpi bisanya Cuma ngayal nggak ada action kalaupun ada action gampang nyerah dan lima tahun mendatang hidupnya tetap sama seperti saat mulai dia bermimpi. Sedang orang yang punya impian dia visioner memiliki rancangan hidup target apa yang harus tercapai,merealisasikannya dengan kerja keras di imbangin dengan kerja cerdas maka lima tahu n ke depan perubahan sudah terlihat dalam hidupnya.”
“Semangat amat jelasinnnya,bercita-cita jadi motivator ya?” Kembali Reza meledeknya.
“Ya,mudah-mudahan aja.”
“Berguru dari siapa?”
“Albert Enstein.”
“Pacar kamu?” canda Reza sekenanya.
“Bukan Kakeku,” Anisha membalas candaan Reza. “ Ya bukan atuh Za,masa kamu lupa sama Ilmuwan seterkenal dia. Masih ingatkan tentang teori relativitas E=MC2 cikal bakal senjata nuklir yang ada saat ini.”
“Apa hubungannya senjata nuklir, Albert Enstein dengan impian?”
“Aku nggak bakal bahas nuklirnya,tapi impiannya. Kata Albert Enstein 99% kesuksesan berawal dari sebuah impian dan 1% bakat . Jadi kamu harus punya impian Za,jangan mau hidup datar-datar terus tapi harus keluar dari comport zona.”
“Gue selalu bermimpi kok,bisa keliling dunia di temani dengan Miss Universe dan hidup gue di hormati kaya raja tapi impian gue sampai saat ini belum terwujud juga.”
“Kamu kan Cuma bermimpi,tapi action untuk mencapai keinginan kamu itu nggak ada. Tidur,makan dan kelayapan nggak jelas. Kalau action kamu gitu-gitu terus nggak bakalan berubah”
“Ya begitulah gue,apa adanya. Nggak mau tinggi-tinggi bermimpi,takut jatuh.”
“Jatuh itu bukan karena tingginya kamu punya impian,tapi karena terlalu sedikitnya kamu memiliki impian. Imposible is nothing Za,kamu nggak niat tahun ini bisa shalat lebih baik misalnya.”
“Gini-gini juga shalat gue udah baiklah,pernah nyantri kok.”
“Tapi nggak pernah kelihatan ya,lebih senang nongkrong di GC-nya ketimbang ke Mesjid. Jangan-jangan kamu nggak bisa shalat Za.”
“Sembarangan!” Reza sewot. “Gini-gini juga gue bisa shalat,bisa baca Qur’an kalau nggak percaya kita buktikan sekarang.”
Anisha tersenyum dalam hati.
“Coba buktikan kalau kamu emang bisa,sekalian shalat Dzuhur Za. Kamu belum shalat Dzuhur kan?”
Rezapun nurut kalau dia bisa ngebuktiin ucapannya,dia segera mengambil air wudhu dan Dzuhurpun dilaluinya dengan penuh kekhusuan lalu di lanjutin dengan membaca Qur’an. Siapa bilang Reza nggak bisa ngaji dan Shalat, meski pergaulan diluar bebas tapi gini-gini juga mantan santri,bukan mantan preman hehe... Tapi jujur dalam shalat ini Reza menemukan ketenangan yang sangat, seperti ada aliran mata air mengaliri jiwanya yang sudah lama tertutup debu. Dan tiba-tiba Reza sesenggukan sendiri.
“Ya Allah,aku sudah terlalu jauh meninggalkan Engkau,terjebak pada lorong-lorong kesombongan yang membuat jiwaku kering dan hampa sehingga dengan entengnya menyerlahkan seruan Mu. Tapi di Dzuhur ini aku ingin kembali kepada Mu,meniti tangga cahaya yang pernah ku miliki dulu.”
“Za,kok kamu nangis,mau ngebuktiin juga kalau dalam shalatmu,kamu bisa nangis.” Tanya Anisha pura-pura tidak tahu.
“Nggak juga,kali ini gue beneran nangis, ingat sama dosa.”
“Kok bisa ya?’
“Ya bisalah,gue juga kan manusia biasa. Dulu gue pernah punya cahaya dan cahaya itu redup,tapi kini gue pingin cahaya di hati gue nyala kembali.”
“Hm...apa itu termasuk impian kamu yang ingin di kejar?”
“Mau impian atau apa istilahnya yang jelas gue harus berubah menjadi lebih baik.”
“Alhamdulillah,hebat banget kamu Za.”
“Apa nggak kebalik kalau kamu yang hebat,karena persentase impianmu aku jadi ingin berubah.”
“Itukan hidayah Allah,bukan karena aku.”
“Tapi kan gara-gara kamu nantang aku shalat,aku jadi nangis,jadi teringat sama dosa-dosa bla...bla...bla...”
“Tadikan aku cuma melakukan sebuah perumpamaan tentang sebuah impian. Keinginan kamu berubah itu tetap hidayah yang harus di syukuri. Untuk aku mengubah pradigma seseorang itu nggak mudah,membutuhkan waktu.”
Oh,gitu ya?”
Anisha Mengangguk.
“Lalu sekarang impian kamu apa Za?”
“Impian ku untuk sekarang melakukan perubahan dari diri sendiri dulu,merubah cara berpikir lalu merealisasikan impian-impian lain dengan cara kerja berbeda dari orang-orang kebanyakan.”
“Nah,itu baru impian,” Anisha girang . “Ayo Za,kita tuliskan di Dream book apa impian-impiasn kamu yang pingin di kejar.”
“Apa mesti secepat ini?”
“Iya donk,jangan pernah melakukan sebuah penundaan, karena banyak para pencuri impian yang ada di sekitar kita. Bahkan diri sendiri sering menjadi musuh nomer satu yang mencuri impian kita,jadi musti di tuliskan. Kita musti belajar pada John Goddar orang yang tak pernah gagal dalam hidupnya ,dia memiliki 40 mimpi yang semuanya tercapai karena semangatnya yang membaja,pantang menyerah, selalu berfikir positif dan berjiwa besar. Kalau dia bisa kenapa kita nggak?”
“Kamu bersemangat amat sih Nis,dapat virus dari mana?” Reza heran dengan semangat sepupunya yang menggebu,padahal dulu dia seperti orang kebanyakan hidup betah dengan datar-datar aja yang penting enjoy.
“Bukan virus,tapi energi positif. Hm...ikut kegiatan pengembangan dirilah,kalau bergaul dengan ora ng-orang positif pasti energi positif yang didapat dan ditularkannya ke orang-orang.”
“Oh gitu ya? Impian gue apa ya?” Reza nampak berpikir.
“Nggak bercita-cita jadi mujahid za,membela agama Allah sesuai dengan ilmu yang kamu miliki jadi ilmuwan islam misalnya.”
Reza merenung sesaat.
“Umat Islam dari dulu terjajah ya Nis? Mereka besar tapi tidak punya kekuatan sehingga gampang di ombang-ambingkan musuh. Pertikaian terus terjadi,Palestina masih terjajah begitupun di belahan negri lainnya.”
“Ya itu sebagian kecilnya,karena yang lebih berbahaya adalah Invansi pemikiran yang membuast degresi di segala bidang kehidupan khususnya masalah moral. Tapi by the way kok kamu jadi mikirin umat Islam?”
“Gue kan muslim,sering baca koran,lihat berita. Kalau tiba-tiba mikrin umat, emang salah? Sebuah kesadaran kapanpun bisa terjadi. Kamu ini aneh,katanya pingin lihat gue berubah,memiliki impian.”
“Bagus sih,malah harus terus di support biar terealisasikan dengan baik. Terus impianmu kedepannya apa?
“Gue mau serius lagi kuliah,kasihan mama dan papa sudah terlalu banyak berkorban untuk gue agar bisa menjadi orang berguna tapi gue malah menyia-nyiakan kesempatan. Dan gue bercita-cita jadi Ilmuwan kaya siapa tuh?”
“Albert Einsten.”
“Bukan,seperti Abdul Salam ilmuwan yang lahir di Pakistan. Kan lebih baik kalau mengidolakan ilmuwan Islam sendiri.”
Giliran Anisha yang melongo. Inikah hebatnya impian,semoga bisa terealisasikan.

(TAMAT)
MENELESURI JEJAK CAKRAWALA DENGAN MENULIS