Subscribe Us

IMPIAN

DREAM BOOK 2010... sebuah buku bercover tangga menuju langit tergeletak di meja belajar Anisha,Reza yang suka masuk selonong boy ke kamar sepupunya jadi penasaran ingin membaca isinya.
Design yang harus tercapai di tahun 2010...
Kreeeek...pintu kamar tiba-tiba terbuka.
“Za,kamu ngapain ada disini?” protes Anisha tidak suka ada penghuni lain masuk kekamarnya tanpa izin terlebih dahulu.
“Mau ikut numpang tidur.” Jawab Reza kalem.
“Enak aja,ini kamar cewek! Kamu bisa tidur di kamar Bang Ryan.”
“Alah,aturan darimana tuh cowok nggak bisa tidur di kamar cewek. Lagian aku nggak bakal ngapa-ngapain kamu ini,dulu juga aku ikut tidur disini kamu nggak sewot.” Bela Reza kukuh.
“Itukan dulu,beda dengan sekarang.”
Reza menatap Anisha dari atas sampai bawah,bikin Anisha sebel. Hm...iya baru paham.
“Lo setelah berjilbab kaya emak-emak, hidup lo jadi ribet sih Nis. Apa-apa nggak boleh,apa-apa dilarang. Sampai gue numpang ikut tidur aja kayanya di haramkan.”
“Sudah ah,kamu cepetan keluar. Aku mau istirahat!” Anisha mendorong tubuh Reza sebagai senjata pamungkasnya.
“ it’s oke Lady,tapi gue pinjam buku ini.” Reza menyambar buku yang tergeletak di meja belajar.
“Eh....itu Dream Book ku,nggak boleh dilihat!”
“Eits,nggak bisa!” Reza langsung lari keluar dan Anisha mengejarnya makin Reza tambah penasaran untuk mengintip isi buku buku itu.
“Baca ah....” ujarnya keras-keras. “Target pertama: Hafal Al-Qur’an 5 juz,kedua dapat IPK 3,7,ketiga bla...bla...bla...”
Anisha makin jengkel.
“HM...ngggak nyangka mantan seorang gangster bisa jadi seorang visioner memiliki rancangan hidup. Kereeen...”
“Iya donk,hidup nggak selamanya gelap melulu,tapi harus berubah menjadi terang.” Ujar Anisha kepalang ketahuan sekalian ngasih pencerahan pada saudaranya yang masih badung ini.
“Baguslah. Semoga bisa cepat-cepat jadi Ustadzah,menikah dengan Ustadz punya Pesantren,punya santri banyak bla....bla...bla...” ledek Reza.
“Amiiiiin,semoga jadi Do’a.” Jawab Anisha kalem. “ Kamu sendiri punya impian nggak ZA?”
“What? Impian?”
“Ya,kamu harus punya target hidup donk. Punya impian.”
“Apa bedanya tukang mimpi sama orang yang punya impian?” Reza malah balik nanya.
“Ya jelas beda donk. Tukang mimpi bisanya Cuma ngayal nggak ada action kalaupun ada action gampang nyerah dan lima tahun mendatang hidupnya tetap sama seperti saat mulai dia bermimpi. Sedang orang yang punya impian dia visioner memiliki rancangan hidup target apa yang harus tercapai,merealisasikannya dengan kerja keras di imbangin dengan kerja cerdas maka lima tahu n ke depan perubahan sudah terlihat dalam hidupnya.”
“Semangat amat jelasinnnya,bercita-cita jadi motivator ya?” Kembali Reza meledeknya.
“Ya,mudah-mudahan aja.”
“Berguru dari siapa?”
“Albert Enstein.”
“Pacar kamu?” canda Reza sekenanya.
“Bukan Kakeku,” Anisha membalas candaan Reza. “ Ya bukan atuh Za,masa kamu lupa sama Ilmuwan seterkenal dia. Masih ingatkan tentang teori relativitas E=MC2 cikal bakal senjata nuklir yang ada saat ini.”
“Apa hubungannya senjata nuklir, Albert Enstein dengan impian?”
“Aku nggak bakal bahas nuklirnya,tapi impiannya. Kata Albert Enstein 99% kesuksesan berawal dari sebuah impian dan 1% bakat . Jadi kamu harus punya impian Za,jangan mau hidup datar-datar terus tapi harus keluar dari comport zona.”
“Gue selalu bermimpi kok,bisa keliling dunia di temani dengan Miss Universe dan hidup gue di hormati kaya raja tapi impian gue sampai saat ini belum terwujud juga.”
“Kamu kan Cuma bermimpi,tapi action untuk mencapai keinginan kamu itu nggak ada. Tidur,makan dan kelayapan nggak jelas. Kalau action kamu gitu-gitu terus nggak bakalan berubah”
“Ya begitulah gue,apa adanya. Nggak mau tinggi-tinggi bermimpi,takut jatuh.”
“Jatuh itu bukan karena tingginya kamu punya impian,tapi karena terlalu sedikitnya kamu memiliki impian. Imposible is nothing Za,kamu nggak niat tahun ini bisa shalat lebih baik misalnya.”
“Gini-gini juga shalat gue udah baiklah,pernah nyantri kok.”
“Tapi nggak pernah kelihatan ya,lebih senang nongkrong di GC-nya ketimbang ke Mesjid. Jangan-jangan kamu nggak bisa shalat Za.”
“Sembarangan!” Reza sewot. “Gini-gini juga gue bisa shalat,bisa baca Qur’an kalau nggak percaya kita buktikan sekarang.”
Anisha tersenyum dalam hati.
“Coba buktikan kalau kamu emang bisa,sekalian shalat Dzuhur Za. Kamu belum shalat Dzuhur kan?”
Rezapun nurut kalau dia bisa ngebuktiin ucapannya,dia segera mengambil air wudhu dan Dzuhurpun dilaluinya dengan penuh kekhusuan lalu di lanjutin dengan membaca Qur’an. Siapa bilang Reza nggak bisa ngaji dan Shalat, meski pergaulan diluar bebas tapi gini-gini juga mantan santri,bukan mantan preman hehe... Tapi jujur dalam shalat ini Reza menemukan ketenangan yang sangat, seperti ada aliran mata air mengaliri jiwanya yang sudah lama tertutup debu. Dan tiba-tiba Reza sesenggukan sendiri.
“Ya Allah,aku sudah terlalu jauh meninggalkan Engkau,terjebak pada lorong-lorong kesombongan yang membuat jiwaku kering dan hampa sehingga dengan entengnya menyerlahkan seruan Mu. Tapi di Dzuhur ini aku ingin kembali kepada Mu,meniti tangga cahaya yang pernah ku miliki dulu.”
“Za,kok kamu nangis,mau ngebuktiin juga kalau dalam shalatmu,kamu bisa nangis.” Tanya Anisha pura-pura tidak tahu.
“Nggak juga,kali ini gue beneran nangis, ingat sama dosa.”
“Kok bisa ya?’
“Ya bisalah,gue juga kan manusia biasa. Dulu gue pernah punya cahaya dan cahaya itu redup,tapi kini gue pingin cahaya di hati gue nyala kembali.”
“Hm...apa itu termasuk impian kamu yang ingin di kejar?”
“Mau impian atau apa istilahnya yang jelas gue harus berubah menjadi lebih baik.”
“Alhamdulillah,hebat banget kamu Za.”
“Apa nggak kebalik kalau kamu yang hebat,karena persentase impianmu aku jadi ingin berubah.”
“Itukan hidayah Allah,bukan karena aku.”
“Tapi kan gara-gara kamu nantang aku shalat,aku jadi nangis,jadi teringat sama dosa-dosa bla...bla...bla...”
“Tadikan aku cuma melakukan sebuah perumpamaan tentang sebuah impian. Keinginan kamu berubah itu tetap hidayah yang harus di syukuri. Untuk aku mengubah pradigma seseorang itu nggak mudah,membutuhkan waktu.”
Oh,gitu ya?”
Anisha Mengangguk.
“Lalu sekarang impian kamu apa Za?”
“Impian ku untuk sekarang melakukan perubahan dari diri sendiri dulu,merubah cara berpikir lalu merealisasikan impian-impian lain dengan cara kerja berbeda dari orang-orang kebanyakan.”
“Nah,itu baru impian,” Anisha girang . “Ayo Za,kita tuliskan di Dream book apa impian-impiasn kamu yang pingin di kejar.”
“Apa mesti secepat ini?”
“Iya donk,jangan pernah melakukan sebuah penundaan, karena banyak para pencuri impian yang ada di sekitar kita. Bahkan diri sendiri sering menjadi musuh nomer satu yang mencuri impian kita,jadi musti di tuliskan. Kita musti belajar pada John Goddar orang yang tak pernah gagal dalam hidupnya ,dia memiliki 40 mimpi yang semuanya tercapai karena semangatnya yang membaja,pantang menyerah, selalu berfikir positif dan berjiwa besar. Kalau dia bisa kenapa kita nggak?”
“Kamu bersemangat amat sih Nis,dapat virus dari mana?” Reza heran dengan semangat sepupunya yang menggebu,padahal dulu dia seperti orang kebanyakan hidup betah dengan datar-datar aja yang penting enjoy.
“Bukan virus,tapi energi positif. Hm...ikut kegiatan pengembangan dirilah,kalau bergaul dengan ora ng-orang positif pasti energi positif yang didapat dan ditularkannya ke orang-orang.”
“Oh gitu ya? Impian gue apa ya?” Reza nampak berpikir.
“Nggak bercita-cita jadi mujahid za,membela agama Allah sesuai dengan ilmu yang kamu miliki jadi ilmuwan islam misalnya.”
Reza merenung sesaat.
“Umat Islam dari dulu terjajah ya Nis? Mereka besar tapi tidak punya kekuatan sehingga gampang di ombang-ambingkan musuh. Pertikaian terus terjadi,Palestina masih terjajah begitupun di belahan negri lainnya.”
“Ya itu sebagian kecilnya,karena yang lebih berbahaya adalah Invansi pemikiran yang membuast degresi di segala bidang kehidupan khususnya masalah moral. Tapi by the way kok kamu jadi mikirin umat Islam?”
“Gue kan muslim,sering baca koran,lihat berita. Kalau tiba-tiba mikrin umat, emang salah? Sebuah kesadaran kapanpun bisa terjadi. Kamu ini aneh,katanya pingin lihat gue berubah,memiliki impian.”
“Bagus sih,malah harus terus di support biar terealisasikan dengan baik. Terus impianmu kedepannya apa?
“Gue mau serius lagi kuliah,kasihan mama dan papa sudah terlalu banyak berkorban untuk gue agar bisa menjadi orang berguna tapi gue malah menyia-nyiakan kesempatan. Dan gue bercita-cita jadi Ilmuwan kaya siapa tuh?”
“Albert Einsten.”
“Bukan,seperti Abdul Salam ilmuwan yang lahir di Pakistan. Kan lebih baik kalau mengidolakan ilmuwan Islam sendiri.”
Giliran Anisha yang melongo. Inikah hebatnya impian,semoga bisa terealisasikan.

(TAMAT)

0 Comments:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung ke blog ini