Aqella merasa sangat bersyukur ketika melihat Adyan kondisinya sudah mulai membaik. Dan ini murni kebahagiaan sebagai seorang dokter terhadap pasiennya, bukan jejak masa lalu yang masih tersisa.
"Aqeela...kamu...Aqella kan?" ujarnya dengan terbata dan dia terlihat sangat terkejut melihat wanita yang masih dicintainya itu ada di hadapannya.
Aqella hanya tersenyum tipis, tidak ingin menjawab pertanyaan yang diajukan Adyan. Berusaha untuk tetap sibuk dengan mengecek kondisi tubuh pasiennya dengan stateskop yang tergantung di leher. Lalu mengajak Andini berbicara, memberi tahu apa saja yang harus di lakukan saat membantu merawat Adyan. Meski jujur debaran jantungnya bergemuruh tak bisa di enyah. Apalagi saat melihat tatapan matanya yang sangat lekat, namun ada banyak luka yang tersimpan disana.
'Kenapa dia masih mengenaliku?' batin Aqella. Padahal ia bukan bocah remaja yang polos dan lugu seperti yang terjadi di sepuluh tahun yang lalu.
"Alhamdulillah kondisi Bapak sudah mulai membaik. Semoga cepat sembuh ya, Pak? ujar Aqella tulus.
"Aku berusaha mencarimu, berharap bisa menemukanmu...ternyata kamu ada di sini. Kamu sebagai dokter dan aku sebagai pasien. Apakah ini takdir baik, sebagai cara Tuhan mempertemukan kita?" ujar Adyan dengan suara bergetar.
Untuk sesaat Aqella mematung. 'Ya Allah, kuatkan aku. Jangan kembali lemah dan jatuh pada pesonanya. Aku harus kuat. Dia sudah bukan siapa-siapa lagi. Tak akan ada lagi rasa yang tersisa. Semuanya sudah terkubur oleh waktu. Dia hanyalah mantan suami yang tak akan menjadi sesuatu yang berarti lagi.'
"Ternyata cara Tuhan cukup indah, disaat aku mulai lelah dan ingin menyerah. Tuhan mempertemukan cintaku yang tak pernah padam." kembali Adyan berbicara dengan pandangan matanya yang tidak lepas dariku.
Aqella menggigit bibir, berusaha menahan debaran di jantungnya. Ini sungguh gila.
"Maaf Pak Adyan, saya masih punya banyak pekerjaan." ujar Aqella buru-buru pamit untuk segera undur diri.
Adyan terlihat kecewa, mata elangnya meredup. Tapi Aqella berusaha tidak peduli, karena disini tugasnya untuk menyembuhkan fisiknya, bukan menyembuhkan hatinya.
"Aku sangat merindukanmu...merindukanmu teramat dalam." ujarnya lemah.
"Maaf Pak..." Aqella dengan langkah terburu keluar dari ruangan yang tiba-tiba mencekam.
"Suatu saat kamu akan menegerti, bahwa akulah yang paling terluka dengan perpisahan kita." suara pelan Adyan masih bisa Aqeela tangkap ketika keluar dari ruangan.
Sungguh tugas Aqella saat ini benar-benar terasa berat. Berhadapan dengan mantan mertua yang masih memperlihatkan sikap ketidak sukaannya, dan mantan suami yang terlihat masih mencintai. Membuat jiwanya benar-benar lelah. Entah bagaimana dengan besok-besok, ketika harus bertemu dengan mereka dalam waktu bersamaan. Semoga saja ia masih bisa tenang dan bersikap profesional.
Ketika Aqella sedang berjalan di koridor rumah sakit, langkahnya segera dilambatkan saat mendengar suara yang cukup familiar. Sebenarnya Aqella tak ingin peduli, karena itu bukan urusannya. Tapi entah kenapa, jika menyangkut wanita tua yang sombong itu, selalu membuat jiwanya terusik dan diselimuti rasa penasaran yang tinggi.
"Mau apa kau datang kesini, hah? Gara-gara kamu anaku celaka?!" ujar Nyonya Hutama tajam.
Aqella melihat wanita berambut sebahu di hadapan Nyonya Hutama. Penampilannya sangat elegan dan cantik. Sepertinya ia pernah bertemu, tapi entah dimana. Oh, iya tadi ia melihatnya di media online. Berarti dia Ardina Zahira, istrinya Adyan Hutama. Ya...ampun mereka memang cocok. Satu ganteng dan satunya cantik, jauh banget di banding dirinya. Pantas jika dulu Nyonya Hutama sangat setuju punya menantu Ardina Zahira. Cantiknya itu, sangat memikat. Tapi kenapa harus ada perselingkuhan?
"Tentu saja aku mau menengok suamiku, Mama mertua." jawab Ardina kalem.
"Berhenti kau memanggilku mama mertua, aku tak sudi mendapat panggilan itu dari wanita jalang sepertimu. Anakku tidak butuh kunjunganmu. Urusi saja selingkuhanmu itu."
"Stt...Mama tidak usah berteriak-teriak seperti itu. Malu di lihat oleh orang lain."
"Kamu masih punya malu rupanya, padahal yang harusnya malu itu bukan kamu, tapi keluargaku."
"Tolong jaga bicara mama. Mama mesti ingat aku ini masih istri syahnya, belum ada penceraian di antara kami. Dan hal yang harus mama tahu, aku seburuk ini di mata mama karena anakmu terus menerus mengabaikanku. Bayangkan lima tahun dia bersikap tidak peduli padaku. Apa aku salah jika menghabiskan uang suamiku, sebagai pelampias kekesalanku karena tidak di pedulikan. Apa aku salah jika aku menerima perhatian seseorang, ketika suamiku tak pernah menganggapku ada. Aku hanya wanita yang punya legalitas sebagai menantu, tapi tak punya legitimasi di mata suamiku sendiri. Dan jujur ini membuat aku lelah dan ingin menyerah."
Aqella lihat wajah nyonya Hutama terkejut, sama terkejutnya dengan dirinya. Lima tahun di abaikan, rasanya itu pasti sangat menyakitkan. Ardina adalah menantu kesayangan, tapi tak mendapat tempat di hati suaminya. Pasti itu jauh lebih menyedihkan. Aqella dan Ardina tidak ada bedanya.
"Kamu...berusaha untuk menjelekan suamimu sendiri kan, supaya perselingkuhanmu bisa di maafkan?" tuding Nyonya Hutama.
"Untuk apa, Ma? Berita perselingkuhanku sudah tersebar luas, aku tak berniat untuk mengkonfirmasi berita buruk itu. Aku cuma mau bilang sama Mama, jika Adyan anak kesayangan Mama, dia hidupnya tidak pernah bahagia. Dia laki-laki menyedihkan, yang cinta sejatinya di rengut oleh ibu kandungnya sendiri. Dan lebih menyedihkannya, dia memiliki ibu egois yang lebih peduli kehormatan dan hartanya, dibanding kebahagiaan anak-anaknya."
Nyonya Hutama membelalakan matanya, lalu dia menyenderkan tubuhnya ke dingding rumah sakit. Dia terkejut demi mendengar penjelasan Ardina, kalau anak laki-lakinya, tidak sesempurna bayangannya. Sedang Ardina segera melewati Nyonya Hutama menuju kamar Adyan.
Aqella merasa lebih bersyukur di banding Ardina. Diabaikan suami selama lima tahun, Aqella nggak bisa membayangkannya. Padahal apa yang kurang dari Ardina, sehingga Ardyan harus mengabaikannya. Dia cantik, kaya dan terpelajar.
Dulu Aqella pernah hancur begitu dalam, tapi punya seseorang yang menguatkan dan membuatknya semangat menjalani kehidupan.
"Dokter Aqeela sedang apa anda di sini? Kami dari tadi mencarimu" suara yang cukup familiar membuyarkan lamunan Aqella.
"Tidak sedang apa-apa dokter Ilyas, ada apa ya, mencari saya?" tanya Aqella pada dokter yang lebih muda dua tahun usianya di bawahnya.
"Hm...saya hanya ingin mengajak makan siang bersama?" ujarnya.
Rasanya Aqella ingin menolak, tapi sudah terlalu sering menolak ajakannya, membuat ada rasa sungkan.
Aqella mengangguk sebagai tanda mengiyakan. Dan Aqella lihat wajah dokter Ilyas tersenyum lebar karena Aqella menerima ajakannya.
"Bagaimana kalau hari ini kita makan diluar, dokter Aqella. Saya punya rekomendasi tempat makan yang enak yang baru buka. Dan rasanya sangat lezat bercita rasa tinggi."
"Terserah dokter Ilyas aja, tapi saya mau mengajak Suster Andini dan kawan-kawan yang lain boleh?" ujar Aqella. Karena ia merasa tidak mungkin makan berduaan.
Sebenarnya dokter Ilyas ingin menolak, ini adalah rencana PDKT yang disusun dari jauh hari, namun selalu gagal. Tapi pasti kalau tidak diiyakan, wanita yang disukainya ini akan menolak.
"Silakan dokter Aqella, jika mau mengajak teman."
Aqella langsung melangkahkan kakinya menuju tempat suster Andini berada, untuk mengajak makan siang bersama. Dan ia juga akan mengajak teman-teman yang lainnya.
"Aqeela...kamu...Aqella kan?" ujarnya dengan terbata dan dia terlihat sangat terkejut melihat wanita yang masih dicintainya itu ada di hadapannya.
Aqella hanya tersenyum tipis, tidak ingin menjawab pertanyaan yang diajukan Adyan. Berusaha untuk tetap sibuk dengan mengecek kondisi tubuh pasiennya dengan stateskop yang tergantung di leher. Lalu mengajak Andini berbicara, memberi tahu apa saja yang harus di lakukan saat membantu merawat Adyan. Meski jujur debaran jantungnya bergemuruh tak bisa di enyah. Apalagi saat melihat tatapan matanya yang sangat lekat, namun ada banyak luka yang tersimpan disana.
'Kenapa dia masih mengenaliku?' batin Aqella. Padahal ia bukan bocah remaja yang polos dan lugu seperti yang terjadi di sepuluh tahun yang lalu.
"Alhamdulillah kondisi Bapak sudah mulai membaik. Semoga cepat sembuh ya, Pak? ujar Aqella tulus.
"Aku berusaha mencarimu, berharap bisa menemukanmu...ternyata kamu ada di sini. Kamu sebagai dokter dan aku sebagai pasien. Apakah ini takdir baik, sebagai cara Tuhan mempertemukan kita?" ujar Adyan dengan suara bergetar.
Untuk sesaat Aqella mematung. 'Ya Allah, kuatkan aku. Jangan kembali lemah dan jatuh pada pesonanya. Aku harus kuat. Dia sudah bukan siapa-siapa lagi. Tak akan ada lagi rasa yang tersisa. Semuanya sudah terkubur oleh waktu. Dia hanyalah mantan suami yang tak akan menjadi sesuatu yang berarti lagi.'
"Ternyata cara Tuhan cukup indah, disaat aku mulai lelah dan ingin menyerah. Tuhan mempertemukan cintaku yang tak pernah padam." kembali Adyan berbicara dengan pandangan matanya yang tidak lepas dariku.
Aqella menggigit bibir, berusaha menahan debaran di jantungnya. Ini sungguh gila.
"Maaf Pak Adyan, saya masih punya banyak pekerjaan." ujar Aqella buru-buru pamit untuk segera undur diri.
Adyan terlihat kecewa, mata elangnya meredup. Tapi Aqella berusaha tidak peduli, karena disini tugasnya untuk menyembuhkan fisiknya, bukan menyembuhkan hatinya.
"Aku sangat merindukanmu...merindukanmu teramat dalam." ujarnya lemah.
"Maaf Pak..." Aqella dengan langkah terburu keluar dari ruangan yang tiba-tiba mencekam.
"Suatu saat kamu akan menegerti, bahwa akulah yang paling terluka dengan perpisahan kita." suara pelan Adyan masih bisa Aqeela tangkap ketika keluar dari ruangan.
Sungguh tugas Aqella saat ini benar-benar terasa berat. Berhadapan dengan mantan mertua yang masih memperlihatkan sikap ketidak sukaannya, dan mantan suami yang terlihat masih mencintai. Membuat jiwanya benar-benar lelah. Entah bagaimana dengan besok-besok, ketika harus bertemu dengan mereka dalam waktu bersamaan. Semoga saja ia masih bisa tenang dan bersikap profesional.
Ketika Aqella sedang berjalan di koridor rumah sakit, langkahnya segera dilambatkan saat mendengar suara yang cukup familiar. Sebenarnya Aqella tak ingin peduli, karena itu bukan urusannya. Tapi entah kenapa, jika menyangkut wanita tua yang sombong itu, selalu membuat jiwanya terusik dan diselimuti rasa penasaran yang tinggi.
"Mau apa kau datang kesini, hah? Gara-gara kamu anaku celaka?!" ujar Nyonya Hutama tajam.
Aqella melihat wanita berambut sebahu di hadapan Nyonya Hutama. Penampilannya sangat elegan dan cantik. Sepertinya ia pernah bertemu, tapi entah dimana. Oh, iya tadi ia melihatnya di media online. Berarti dia Ardina Zahira, istrinya Adyan Hutama. Ya...ampun mereka memang cocok. Satu ganteng dan satunya cantik, jauh banget di banding dirinya. Pantas jika dulu Nyonya Hutama sangat setuju punya menantu Ardina Zahira. Cantiknya itu, sangat memikat. Tapi kenapa harus ada perselingkuhan?
"Tentu saja aku mau menengok suamiku, Mama mertua." jawab Ardina kalem.
"Berhenti kau memanggilku mama mertua, aku tak sudi mendapat panggilan itu dari wanita jalang sepertimu. Anakku tidak butuh kunjunganmu. Urusi saja selingkuhanmu itu."
"Stt...Mama tidak usah berteriak-teriak seperti itu. Malu di lihat oleh orang lain."
"Kamu masih punya malu rupanya, padahal yang harusnya malu itu bukan kamu, tapi keluargaku."
"Tolong jaga bicara mama. Mama mesti ingat aku ini masih istri syahnya, belum ada penceraian di antara kami. Dan hal yang harus mama tahu, aku seburuk ini di mata mama karena anakmu terus menerus mengabaikanku. Bayangkan lima tahun dia bersikap tidak peduli padaku. Apa aku salah jika menghabiskan uang suamiku, sebagai pelampias kekesalanku karena tidak di pedulikan. Apa aku salah jika aku menerima perhatian seseorang, ketika suamiku tak pernah menganggapku ada. Aku hanya wanita yang punya legalitas sebagai menantu, tapi tak punya legitimasi di mata suamiku sendiri. Dan jujur ini membuat aku lelah dan ingin menyerah."
Aqella lihat wajah nyonya Hutama terkejut, sama terkejutnya dengan dirinya. Lima tahun di abaikan, rasanya itu pasti sangat menyakitkan. Ardina adalah menantu kesayangan, tapi tak mendapat tempat di hati suaminya. Pasti itu jauh lebih menyedihkan. Aqella dan Ardina tidak ada bedanya.
"Kamu...berusaha untuk menjelekan suamimu sendiri kan, supaya perselingkuhanmu bisa di maafkan?" tuding Nyonya Hutama.
"Untuk apa, Ma? Berita perselingkuhanku sudah tersebar luas, aku tak berniat untuk mengkonfirmasi berita buruk itu. Aku cuma mau bilang sama Mama, jika Adyan anak kesayangan Mama, dia hidupnya tidak pernah bahagia. Dia laki-laki menyedihkan, yang cinta sejatinya di rengut oleh ibu kandungnya sendiri. Dan lebih menyedihkannya, dia memiliki ibu egois yang lebih peduli kehormatan dan hartanya, dibanding kebahagiaan anak-anaknya."
Nyonya Hutama membelalakan matanya, lalu dia menyenderkan tubuhnya ke dingding rumah sakit. Dia terkejut demi mendengar penjelasan Ardina, kalau anak laki-lakinya, tidak sesempurna bayangannya. Sedang Ardina segera melewati Nyonya Hutama menuju kamar Adyan.
Aqella merasa lebih bersyukur di banding Ardina. Diabaikan suami selama lima tahun, Aqella nggak bisa membayangkannya. Padahal apa yang kurang dari Ardina, sehingga Ardyan harus mengabaikannya. Dia cantik, kaya dan terpelajar.
Dulu Aqella pernah hancur begitu dalam, tapi punya seseorang yang menguatkan dan membuatknya semangat menjalani kehidupan.
"Dokter Aqeela sedang apa anda di sini? Kami dari tadi mencarimu" suara yang cukup familiar membuyarkan lamunan Aqella.
"Tidak sedang apa-apa dokter Ilyas, ada apa ya, mencari saya?" tanya Aqella pada dokter yang lebih muda dua tahun usianya di bawahnya.
"Hm...saya hanya ingin mengajak makan siang bersama?" ujarnya.
Rasanya Aqella ingin menolak, tapi sudah terlalu sering menolak ajakannya, membuat ada rasa sungkan.
Aqella mengangguk sebagai tanda mengiyakan. Dan Aqella lihat wajah dokter Ilyas tersenyum lebar karena Aqella menerima ajakannya.
"Bagaimana kalau hari ini kita makan diluar, dokter Aqella. Saya punya rekomendasi tempat makan yang enak yang baru buka. Dan rasanya sangat lezat bercita rasa tinggi."
"Terserah dokter Ilyas aja, tapi saya mau mengajak Suster Andini dan kawan-kawan yang lain boleh?" ujar Aqella. Karena ia merasa tidak mungkin makan berduaan.
Sebenarnya dokter Ilyas ingin menolak, ini adalah rencana PDKT yang disusun dari jauh hari, namun selalu gagal. Tapi pasti kalau tidak diiyakan, wanita yang disukainya ini akan menolak.
"Silakan dokter Aqella, jika mau mengajak teman."
Aqella langsung melangkahkan kakinya menuju tempat suster Andini berada, untuk mengajak makan siang bersama. Dan ia juga akan mengajak teman-teman yang lainnya.