Subscribe Us

NOVEL: MENJEMPUT CAHAYA (bagian dua)

BAGIAN DUA

Rumah sakit As-Syfa sebuah rumah sakit yang terletak di kabupaten Sukabumi. Hilir mudik orang-orang membesuk keluarganya yang sakit menyiratkan wajah-wajah kesedihan meski ada juga yang tetap tabah dan juga bersikap biasa-biasa saja, bau obat menyeruak menusuk hidung.
Di ruang tunggu seporang pemuda tampak gelisah, 15 menit yang lalu dia membawa seorang pasien kemari. Seorang pasien yang ditemukannya tergeletak tak berdaya saat dia mau turun dari pendakian dari Gunung Gede,ternyata sosok pasien yang ditemukannya tidak lain adalah Cika wanita yang baru dikenalnya kemarin. Cika ditemukan dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan,wajahnya pias dengan tubuh meggigil kedinginan akibat terkena hujan semalaman. Gadis itu terkena demam,rupanya broken heary sudah membuat Cika kehilangan kontrol dengan merusak dirinya sendiri. Semua ini terbukti dengan di temukannya sebotol Vodka di sampingnya saat ditemukan saat pingsan tadi. Kalau dia benar-benar punya tujuan untuk mendaki pasti melakukan persiapan yang matang dengan membawa tenda dan membawa pakaian penangkal dingin.
Ah,kasihan sekali gadis itu,guman lelaki yan tidak lain adalah Albyan. Dalam kondisi antara sadar dan tidak Albyan mendengar cika memanggil-manggil nama Radytia. Mungkinkah Radytia yang sudah membuat cika menderita seperti ini. Albyan jadi kembali teringat dengan kisah masalalunya.
Albyan bingung tak tahu harus kemana menghubungi keluarga Cika karena dia tidak menemukan petunjuk apapun tentang asal mula gadis itu berasal. Tidak ada Hp ataupun Ktp yang di temukannya hanya sebuah kartu Atm BCA dengan nama Cika Rahardian itu saja.
Albyan mengacak rambutnya yang gondrong bingung.
Tiba-tiba pintu kamat tempat Cika di rawat terbuka,Albyan segera memburu dokter yang sudah merawat cika barusan.
“Bagaimana keadaan gadis itu dokter?”
“Tidak apa-apa,besok juga dia sudah bisa di bawa pulang. Cuma kondisi jiwanya masih labil tapi panasnya sudah menurun kok.”
Albyan menarik nafas lega.

Keesokan harinya tubuh Cika sudah mulai membaik dan sudah di perbolehkan pulang.
“Thanks banget atas semua jasamu yang sudah nyelamatin nyawaku.” Cika merasa harus berterimakasih pada Albyan yang sudah menolongnya,kalau Albyan tidak datang menyelamatkan jiwanya mungkin nyawanya sudah nggak tertolong.
“Sama-sama,terus setelah ini kamu mau kemana?”
Gadis itu mengangkat bahu.
“Mungkin aku akan jadi petualang yang terus berkelana dari satu kota kekota lainnya.”
“What?” mata Albyan melotot.
“Kenapa?”
“Kamu kan baru sembuh,jangan keras kepala kalau jadi wanita. Perhatikan kesehatanmu,dan nggak ada cara yang lebih baik untuk seorang gadis kecuali pulang kerumahnya.” Tegas Albyan
“TAPI AKU NGGAK PINGIN PULANG!!” Teriak Cika kesal merasa langkahnya di hambat.
“PULANG!!”
“NGGAK...POKOKNYA NGGAK...!!”
“Dasar cewek ketas kepala. Terus siapa yang akan merawat kamu jika terjadi apa-apa,padahal kamu ini baru sembuh.”
“Bodo...nggak usah sok perhatian!!”
Albyan geleng-geleng kepala,baru seumur-umur dia nemu gadis yang keras kepala seperti ini
susah banget di nasehatinnya.
“Kamu sayang dengan dirimu sendiri nggak sih? Coba bersikap dewasa sedikit dalam menyikapi masalah,jangan seperti anak kecil yang cengeng dan rapuh. Kamu pikir di dunia ini Cuma kamu saja yang hidupnya menderita, banyak orang-orang yang masalah hidupnya lebih rumit di banding kamu. Seharusnya kamu bersyukur bukan menyakiti diri sendiri.”
“Aku sama sekali nggak membutuhkan nasehat kamu!!” bentak Cika.
Hrhhh...Albyan kesal juga menghadapi gadis batu di depannya yang tak mempan di nasehatin.
“Terus maumu apa?”
“Aku nggak mau pulang dan aku mau mengikuti langkah kaki kemana perginya.”
“Gila,kamu ini cewek, berbahaya berada di jalanan. Aku nggak setuju lebih baik kamu ikut denganku dan hidupmu aman.”
“What? Enak aja,memangnya kamu siapa aku?”
“Aku memang bukan siapa kamu Cika,tapi aku paling nggak suka melihat wanita berkeliaran di jalanan. Jalanan itu kejam Cika,sehebat apapun kamu sekarang tapi tetaplah kamu perempuan yang harus bisa menjaga fitrahmu. Suatu saat kamu akan jadi istri dan ibu,belajarlah Cika untuk menghargai dirimu sebagai wanita.” Kata-kata Albyan lembut menyentuh jiwa.
Cika tersentuh mendengar kata-kata Albyan,baru seumur-umur ada orang yang sebegitu perhatian pada dirinya. Padahal Albyan itu bukan siapa-siapa.
“Aku nggak peduli Byan,apapun yang bakal terjadi nanti denganku akan aku hadapi.”
“Tapi aku peduli sama kamu Cika,jadi kamu jangan ngeyel. Ingat kamu berhutang budi padaku. Jadi kamu harus ikut aku dan mengikuti aturanku.”
“ENAK AJA! KAMU NGGAK BISA MENGATUR AKU BYAN, DAN AKU TIDAK MAU IKUT ATURANMU...TITIK!!” Kembali Cika berteriak.
“DASAR KERAS KEPALA! AKU NGGAK AKAN MEMBIARKAN KAMU PERGI KEMANAPUN. KECUALI SATU,KAMU PULANG KE RUMAHMU!!”
“Terus kamu mau ikut aku kemanapun pergi,begitu?”
“YA...”
“DASAR COWOK GILA! KURANG KERJAAN!”
“Terserahlah kamu mau berkata apa,tapi saat ini kondisi jiwamu sedang labil jadi aku nggak ingin melihatmu tambah stress dan gila gara-gara kelakuan konyolmu.”
Tuhkan cowok itu benar-benar sangat peduli,Byan memperlakukan dirinya sebagaimana bersikap pada perempuan mestinya berbeda dengan Radit yang menghanggapnya tidak lebih sebagai teman yang enak untuk di ajal ngobrol dan pergi kemanapun. Radit tak pernah menganggap dirinya perempuan.
“Terserah kamulah Byan,aku capek. Dan yang pasti saat ini aku nggak pingin pulang kerumah.” Cika akhirnya mengalah.
“Nah gitu dong,kenapa nggak dari tadi? Jadinya kita nggak perlu ribut berdebat.” Albyan tersenyum menang.
Cika mengangkat bahu acuh.
***

Sebuah rumah bergaya minimalis cocok banget untuk pasangan muda. Halaman rumah ditata sedemikian apik penuh kembang warna-warni sedap di pandang. Cika untuk sesaat tertegun saat memasuki halaman rumah itu. Rumah orangtuanya mungkin tiga kali lebih luas dari rumah ini, tapi disini dia menemukan kenyamanan.
“Cika masuk,jangan bengong disitu.” Teriak Albyan.
“Nggak ah Byan,gue takut.”
“Ha...ha...ha...” Albyan tertawa keras. Kamu takut sama siapa Nona,jangan negatif jadi orang. Aku nggak bakal ngapa-ngapain kamu kok.”
Cika manyun ditertawakan begitu.
“Cepetan,wajahmu sudah kelihatan letih butuh istirahat,” Albyan menunjukan kamar yang bakal di tempati Cika di lantai atas. “Di situ kamarmu. Oh,iya jika kamu ingin ganti baju untuk sementara kamu pakai baju-baju punyaku yang di lemari. Tapi untuk besok –besok kamu meski pakai pakaian cewek.”
“What?!”
“Iyalah,kamu masih tetap seorang cewekan?”
“Ih,nggak banget disuruh berpakaian cewek.”
“Harus...!”
“Maksa amat sih?”
“Iyalah,jadi cewek nggak boleh menyerupai laki-laki. Kalau kamu pingin apa-apa tinggal ambil aja nggak usah sungkam atau bisa ngomong dulu sama aku. Pingin baca buku bisa di ruang perpustakaan lengkap dengan DVD,Tv jika kamu pingin nonton koleksi film-filmku bisa juga sekalian main internet juga musik.” Jelas Albyan.
“Makasih atas kebaikannya,sekarang aku ingin beristirahat dulu.”
“Ya sudah,sana masuk. Met beristirahat.”
Cika melengggang masuk ke kamar. Nyaman banget kamar tidurnya,rapi dan bersih. Seperai merah bergambar bola MU dilapisi Bed Cover senada. Ada lemari kecil untuk menyimpan baju,meja rias dan gubrag...Cika menjatuhkan tubuhnya ke Bed tanpa sempat mengganti bajunya terlebih dahulu. Dia benar-benar sudah ngantuk dan lelah. Akhirnya Cikapun terlelap.
Jam empat sore kamarnya diketuk hyprerbola dari luar. Siapa lagi kalau bukan Albyan yang sudah merusak acara tidurnya.

“Kasar amat tuh orang,” gerutu Cika ngomel-ngomel dalam hati. Dengan malas-malasan dia membukakan pintu.
Byan tampak rapi masih berbalut koko dan sarungnya. Rupanya dia baru selesai shalat Ashar.
“Kamu sudah shalat belum?”
“Shalat?” jawab Cika bengong,nggak lihat orang baru bangun tidur dan masih bau iler.
“Iya,shalat ashar Nona.”
Hm...Cika menggaruk kepalanya yang nggak gatel.
“Shalat gue setahun dua kali.” Jawabnya cuek.
“Apa,setahun dua kali? Astagfirullah.”
“Eh,biarin dari pada seumur-umur nggak shalat.”
“Bangga bisa shalat setahun dua kali?” Albyan menatap tajam pada Cika yang di tatap jadi malu.
“Nggak,gue merasa berdosa kok jarang shalat tapi gue nggak pernah punya waktu.”
“Hm...sesibuk itukah hidup mu? Aku lihat kamu bukan orang sibuk malah bisa disebut pengangguran. Tapi jawabanmu tuh ringan banget,seperti nggak ada beban sudah meninggalkan kewajiban Tuhanmu.”
“Sorry Byan, mungkin kehidupan gue dan lo beda. Dalam artian lo dari kecil sudah didik dasar agama yang baik sedang ortu gue sibuk nggak pernah punya waktu untuk kerluarga. Jangankan agama untuk hal lainpun ortuku tak pernah punya waktu. Gue sebenarnya pingin jadi orang yang pintar agama tapi nggak tahu pada siapa gue harus belajar. Lingkungan hidup gue dari dulu kebanyakan penganut paham sekuler dan malah cenderung liberal.” Ujar Cika sedih.
“Oh,gitu.” Albyan jadi ikut prihatin juga. “Sekarang kamu mandi dulu lalu shalat,ini mukenanya. Selesai semuanya aku tunggu di ruang makan.”
“Siap pak komandan!”
Hm...tuh anak masih sempat-sempatnya juga bercanda. Albyan geleng-geleng kepala.
Akhirnya Cika Shalat juga dengan bacaan yang ingat-ingat lupa. Jujur dia jarang shalat dan yang di ucapkan pada Albyan tadi benar adanya,karena saking jarangnya shalat sehingga bisa di hitung. Shalat hanya untuk hari raya atau shalat ketika disuruh praktek di sekolah saat ujian peraktek dan terakhir shalat mungkin dilakukan saat ujian praktek ketika kelas tiga SMU beberapa tahun yang lalu, setelah itu bisa di hitung.
Hidup kenapa harus menuntunnya kemari, Cika benar-benar tidak mengerti. Bertemu dengan Albyan dan pasti dengan cowok itu bakal bakal banyak aturan-aturan yang harus di patuhi. Tapi masa bodo ah untuk sesaat ini karena nggak bakal selamanya tinggal disini,pikir Cika berusaha untuk tidak peduli.
Seperti yang di sarankan Albyan setelah selesai Shalat Cika lasngung memburu meja makan. Mengingat kata terakhir makan mendadak perutnya bernyanyi minta di isi.
Hup...yummy...mata Cika langsung melotot melihat meja makan penuh dengan makanan yang enak-enak bikin dia ngiler. Ada Sop buntut kesukaanya,omlet, bistik daging ayam,sambel goreng plus rendang daging sapi.
Ck...ck...gila makanan sekomplit ini siapa yang masakin. Disini kelihatannya nggak ada pembantu. Nggak mungkin rasanya kalau si Albyan yang masak,paling dia beli dari restoran atau rumah makan biasa. Ah,ngapain gue mesti nanya siapa yang masak yang jelas dia harus segera menuntaskan dendam laparnya. Cika segera menarik kursi dengan asal-asalan lalu duduk dengan sebelah kakinya di angkat keatas kursi dan dengan cuek memutar meja untuk memilih menu favoritnya. Semuanya sih favorit untuk Cika si hoby makan.
Ops...gila...Byan menggelengkan kepalanya demi melihat tingkah acak-acakan Cika. Nih anak pernah nggak sih belajar tentang etika kesopanan. Seperti anak yang tak pernah mengenal sekolahan. Masa sih gadis secantik dia nggak pernah kenal peradaban. Apa mungkin selama ini dia hidup di gunung?
“Kamu bisa nggak sih jadi cewek itu luwes dikit,santun dikit nggak acak-acakan seperti itu.” Albyan tak tahan juga untuk mengkritik kelakuan Cika yang acak-acakan.
“Maksudnya?” jawab Cika oon.
“Cara kamu ngambil kursi kok kasar gitu,kayak bukan cewek. Terus itu,masa kakimu diangkat keatas begitu. Apakah perbuatan seperti itu bagus? Pernah belajar tatakrama nggak sih?”
Hrhhh...rese banget cowok satu ini,apa-apa di koment padahal ini baru satu hari gimana kalau hidup bersamanya seumur hidup,batin Cika kesal.
“Emang kenapa?”
“Itu kebiasaan buruk,beruntung kamu begini pas sama aku, gimana kalau di depan orang-orang yang mengukur semuanya dari kpribadian,tingkah laku dan tutur kata. Sikap kamu tuh cuma bikin bahan tertawaan.”
“Bodo ah,aku lapar.” Cika segera menggigit paha ayam dengan ganasnya.
“Cika...!!” Albyan jengkel.
“Ih...kenapa sih usilan banget terhadap hidup orang? Nggak boleh juga lihat orang nafsu makan?” Cika bersungut-sungut.
“Kelakuan mutuh,nggak beres.”
“Gue sudah capek Byan,kalau harus melakukan segala sesuatu itu dengan angun-anggunan,princess-pricessan. Gue paling males kalau jalan,duduk,makan,ngomong ngambil sendok dan garpu harus pskai acara mellow-melowan kayak putri keraton gitulah. Itu Cuma bikin gue akan banyak kehilangan waktu dalam hidup ini,padahal dalam hidup ini masih banyak hal yang mesti di urusin. Jadi terserah gue dong kalau gue mau pakai aturan sendiri. Serba instat dan yang terpenting gue senang.”
“Tapi segala sesuatu harus ada aturannya dan harus terlihat menyenangkan,bukan tergesa-gesa. Kamu pernah diajarkan tentang etika kepribadiankan oleh orang tuamu?”
“Pernahlah. Orang tua sering mengajarkan hal-hal seperti yang lo ribetkan,tapi gue capek dan pingin jadi diri sendiri. Biarin orang memandang luaran gue acak-acakan yang penting dalaman gue baik. Menjadi Cika yang baik hati,suka menolong,tidak sombong dan rajin menabung hehe...”
Mendengar kalimat terakhir tak urung Albyan tertawa juga. Nie anak kocak juga meski kelakuannya acak-acakan. Tetapi ada sedikit lega mendengar keterangan cika,setidaknya gadis ini berasal dari keluarga baik-baik Cuma dia memang males ribet. Easy going bangetlah.
“Aturan yang menurut kamu bagus itu kan belun tentu bagus menurut orang lain Chika. Dan kamu nggak selamanya hidup dalam komunitas yang acak-acakan seperti kamu ini. Tapi kamu akan berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki aturan sopan santun.”
“Itu soal gampang,gue juga kan bisa jaim dikit dengan memakai style Princess tapi berhubung sekarang bertemunya dengan kamu yang suka gunung jadi aturan yang kita pakai adalah aturan gunung.” Kelit Cika beralasan.
Dasar cewek gila! Albyan jadi pusing sendiri.
“Terserah kamulah, untuk kali ini aku kasih toleransi, tapi kalau besok masih kaya gini, terpaksa aku ambil langkah yang keras.”
“Dasar psikopat,kamu sakit jiwakan?”
“Yang sakit jiwa itu bukan aku tapi kamu,makanya perlu disembuhkan supaya aku nggak ikutan gila.” Jawab Albyan kalem tapi dalem.
“Tapi masih ada cara yang lebih baik bukan pemaksaan.”
“Cewek liar kayak kamu dengan cara sopan aja sudah nggak mempan, jadi harus dengan langkah keras dan tegas.”
“Sudah ah,capek. Gue lapar. Kalau lo coba-coba kasar ama gue,gue juga bakal balas bersikap kasar pada lo.”
Ihh...dasar cewek bandeeeel...nggak mempan di kasih masukan. Cuma bikin stress, tapi lumayan juga buat hiburan meski hiburannya berantem terus.
“Ya sudah terusin aja makannya.” Perintah Albyan males ribut.
“Nah gitu dong...” Cika tersenyum menang, dengan senang hati dia bisa menuntaskan hasrat laparnya dengan sabet sana- sini mengambil lauk yang ada di meja makan.
Ck...ck...gila ini cewek kayak nggak pernah makan setahun aja. Kerasukan Syetan apa dia,sampai makannya serakus itu. Tapi Albyan senang masakannya ada yang menikmati daripada nyisa,basi terus dibuang kan mubadzir.
“Eh...be-te-we...ini siapa yang masak?” Tanya Cika dengan mulut megap-megap karena kepenuhan makanan.
“Kalasu mau bicara tuntasin dulu makannya n’tar kamu keselek baru tahu rasa.”
“Iya...ya...” Cika segera menguyah makanannya.
“Emang kenapa gitu? Enak?” Albyan menatap Cika dengan perasaan senang.
“Lumayanlah. Apalagi kalau tiap hari di masakin yang enak-enak bikin gue betah.”
Hm...Cuma di bilang lumayan,nggak apa-apa deh,tapi kalau miara gadis serakus Cika Cuma bikin bangkrut. Hehe...
“Ini semuanya aku yang masak Cik...”
“What? Kamu...masa sih?” Cika tidak percaya.
“Emang harus cewek mulu yang harus pintar masak? Untuk urusan lapar terkadang cowok nggak bisa ngandelin cewek. Nggak mungkinkan kalau kita lapar ngandelin cewek terus? Kamu kaget ya aku bisa masak?”
“Nggak juga. Emang cowok sekarang sudah pada pinter urusan dapur kok. Kamu kayanya pantes kalau jadi juru masak dirumahku? Tapi tampangmu kelihatannya bukan orang yang pinter masak kalau ngabisin bisa jadi. Haha...”
Ih...pingin saja Byan menjitak kepala gadis itu tapi di urungkannya dia malah ikut tersenyum gadis ini kocak dan hangat tapi keras kepalanya bikin menyulut energi.
“Kamu sendiri nggak bisa masak ya?”
“Nggak banget gue belajar kayak gituan,kayak cewek aja.”
“Emangnya kamu bukan cewek gitu?”
“Ya gue kan ceweknya beda.”
“Coba jelaskan perbedaannya di mana?”
“Bedanya karena emang gue males.”
“ Itumah bukan beda tapi memang kamu cewek pemalas. Suatu hari kamu harus belajar masak.”
“Nggak,gue nggak mau turun kedapur mending beli dari pada harus ribet begitu.”
“HARUS...!!”
“NGGAK...!!”
“HARUS...!!”
“SUDAH DI BILANG NGGAK MAU!!” kembali mereka ribut lagi.
“Kamu ini perempuan yang suatu saat akan menjadi seorang istri dan ibu, kalau suatu saat suamimu minta di masakin gimana?”
“Tinggal beli di restoran,mudahkan?”
“Mending kalau kamu dapat suaminya yang kaya kalau miskin bagaimana?”
“Di usahain jangan yang miskin dapat jodohnya.”
“Hidup nggak selamanya ada di atas Cika, tapi kadang ada saatnya dibawah. Punya ilmu itu nggak berat kok, dan satu hal yang perlu kamu tahu cowok sekarang lebih suka cewek yang pintar dalam segala hal. Kalau kamu nggak bisa apa-apa paling di tinggalin.”
“Bodo...”
“Jangan begitu kalau di kasih tahu, kamu ini sudah dewasa bukan anak-anak lagi. Mestinya bersyukur kalau ada yang mau ngajarin.”
“Kalau tetap nggak mau...” Cika malah makin ngeyel.
“PAKSA...!!”
“Kalau masih tetap nolak?”
Arrgh...pingin saja Albyan mengacak rambut Cika yang emang sudah berantakan. Keras kepalanya nggak ketulungan,perang urat sarap pasti bakal sering terjadi. Oh..My God kenapa Tuhan menciptakan gadis sekeras ini.
“Aku capek ribut.” Ujar Albyan
“Sama...” jawab Cika cepat.
“Kalau gitu kamu bersihin meja makan ini dan angkut piring-piring dan gelas kotor ini ke dapur terus kamu cuci...” perintah Albyan.
“Enak aja, kamu anggap aku ini pembantu kamu!” Cika tidak terima dengan sikap Albyan yang berubah seperti pada seorang pembantu.
“Terus kamu anggap aku ini babu kamu, yang bisa seenaknya masakin buat kamu. Saling bekerja sama dong, jangan enak di kamu aja.”
Gleg...di gituin Cika nggak bisa membantah, malu sudah numpang di rumah orang di kasih makan gratis lagi. Jadi nggak mungkin jadi princess seperti di rumah sendiri, dengan terpaksa akhirnya dia patuh dengan perintah Albyan.
***
bersambung

0 Comments:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung ke blog ini