Aleya...
Cintamu menyapa dalam galau
Membius resah yang tak berkesudahan
Walau pesonamu tak memudar
Namun aku tak mampu memberimu
keputusan
Menyandingmu dalam syurga para Raja
Malam bersinar rembulan, jelita
menghias langit . Seorang lelaki termenung di atas balkon rumahnya di temani
sepi dan dinginnya angin malam. Pertentangan yang hebat akan cintanya pada
gadis Yahudi membuat dia ragu untuk memutus langkah, tapi cinta itu sudah
mendarah dalam hatinya.
Pertentangan demi pertentangan dari
keluarga dan teman-teman dekatnya, menggoncangkan imannya yang labil.
“Hati-hati terhadap cinta, Sayyid.
Cinta terhadap dunia dan wanita adalah hal yang sangat membahayakan.” Ujar Amir
menepuk bahu Sayyid lembut,membuyarkan kegalauannya.
“Aku sangat mencintai Aleya, Amir.”
Jawab Sayid perih.
“Cinta yang harus menggadaikan Iman?
Ingat kita ini muslim Sayyid, jika masih banyak muslimah yang lebih pantas kau
nikahi, kenapa harus memilih Aleya yang Yahudi? Bukankah dengan menikahi muslimah
akidah kita lebih terjaga? Dan tentunya
kita butuh generasi yang baik. Semua itu tidak akan kamu dapat jika menikah
dengan Aleya.” Panjang lebar Amir mengingatkan sepupunya yang sudah terbius
cinta.
“Tapi aku nggak bisa lari dari cinta
ini, Amir. Aleya dengan segala pesonanya sudah mematikan sel-sel syarapku untuk
menerima cinta lain.”
Amir menarik nafas berat. Akankah hal
ini terjadi di keluarganya? Mencoreng noda hitam di sejarah keturunannya.
Kakeknya seorang ulama besar yang pernah jihad ke Afganistan. Keluarganya sangat
religius. Banyak hal yang berubah dengan Sayyid, sepulang dia dari pendidikannya
di Amerika.
'Jika misimu menikah dengan Aleya cuma
karena cinta,begitu lemahnya imanmu Sayyid. Sementara Aleya mampu membius
cintamu, aku yakin dia mempunyai misi yang lain.
Yahudi dengan segala
kelicikannya takan mungkin begitu saja menerima cinta lelaki berbeda agama
seperti engkau tanpa sebuah misi yang tersembunyi. Karena aku tahu dan engkaupun
pasti tahu Sayyid, jika Aleya dengan kekentalan Yahudinya, dia tidak akan semudah itu
menyerahkan cintanya pada seorang muslim. Dari kecil dia sudah didik untuk
membenci agama kita, islam.
Kekalahan mereka di perang salib membuat Louis IV dan para
pengikutnya sangat benci terhadap islam. Dan mereka berpikir terus menerus
bagaimana caranya menghancurkan islam. Misi mereka berhasil dengan menyebarkan
paham-paham sekuler mereka, dengan mengatas namakan demokrasi atas nama HAM dan
westernisasi besar-besaran yang akhirnya bisa menghancurkan Khilafah terakhir Turki Usmaniyah.
Lantas ketika mereka berhasil
mengobrak-abrik kaum muslimin di seluruh penjuru dunia , kau malah
mempertahankan cintamu dengan segala cara pada gadis yahudi itu. Ini sangat
melukai hatiku Sayyid, juga kakek buyut kita. Umat islam saat ini sedang sakit,
sakit yang teramat parah. Harusnya kita sebagai generasi muda berpikir keras
untuk membangkitkan kejayaan yang telah hancur. Mengumpulkan kembali keping
mutiara yang berserakan.
Kemana ketaatanmu pada Allah dan
Rasul Nya yang dulu sempat engkau miliki, Sayid? Kemana mengaburnya keinginan jihadmu, ketika
musuh-musuh Islam berhasil menciptakan ‘genocide’ di belahan negri-negri muslim? Seperti Palestina, Checya, Somalia, Bosnia,
Afgan juga Irak. Bukankah dulu engkau
begitu merindukan Syahid di medan juang? Iklim Amerika yang liberal, begitu
mudah mengikis idealismemu yang sempat membaja dihati dan akupun kagum akan
ghiroh islammu.'
Kekhawatiran ini berbuah nyata,
ketika aku begitu takut Amerika akan mengubah cara berpikir mu, ketika kau
memutuskan untuk mengambil S2 mu di New york University. Saat itu aku bertanya
mengapa engkau tak memilih Al- Azhar atau Universitas Umul Quro di Madinah?
“Aku akan baik-baik saja Amir selama
ada di Amerika nanti. Kamu tahu kesempatan untuk dakwah disana lebih luas.
Insya Allah selain mencari ilmu aku juga memiliki kesempatan untuk berdakwah.”
Katamu sangat yakin.
Namun kini, ah...sungguh engkau
begitu jauh dengan dirimu sebelum berangkat ke Amerika. Aku sedih Sayyid,
kehilangan separuh dirimu yang dulu sangat ku kagumi. Selain cerdas kau begitu
religius dan aktivis harapan islam dalam menyebarkan Dinullah. Ketika semuanya
sudah terkontaminasi yang tersisa hanya kerapuhan.
“Hanya Aleya yang bisa memahami
diriku, Amir.” pelan Sayid berucap.
“Karena engkau begitu sangat
mencintainya.” Perih aku mengucap kata-kata itu.
“ Mungkin, ya. Sehingga hari- hariku tak lepas untuk
memikirkannya.”
“Wanita adalah racun yang paling
berbahaya, Sayid. Yang meruntuhkan kesejatian laki-laki.”
“Tapi membela cinta bukan sebuah dosa.
Kau tahu sejarah telah mencatat para pembesar dunia dalam mempertaruhkan
cintanya pada seorang wanita. Ketika Napaleon Bonaporte harus tersingkir dari
tampuk kekuasaannya, karena membela cintanya terhadap Margaret Yospian, Julius
Caesar yang begitu tergila- gila pada Cleopatra dan bahkan sang sastrawan besar
seperti Khalil Gibran pun pernah merasakan hidupnya sengsara karena cintanya
pada Sema Al Kharami tidak kesampaian akibat di rebut penguasa.”
“Cinta adalah sesuatu hal yang wajar
Amir untuk dirasakan oleh setiap manusia. Jika Tuhanpun menciptakannya untuk di
nikmati manusia dengan segala pesonanya, mengapa engkau sendiri melarangnya?”
Aku terdiam dalam kebekuan angin
malam. Bukan- bukan diam karena pembelaanmu tentang cinta, tapi aku merasa ada
sesuatu yang telak menampar jiwaku. Seperti sebuah slide yang di putar ulang
ingatanku berputar ke masa lima tahun silam. Aku mengenalmu sebagai sosok yang
religius dengan pemahaman Islam yang bagus. Memiliki jiwa leader yang hebat sehingga wajar jika engku pernah di amanahi sebagai ketua
Rohis Kampus. Masih ingat saat engkau mengisi kajian dengan tema ‘ Manajemen Cinta’ di depan peserta yang
kebanyakan adalah remaja SMU, kau beberkan
pengaruh pacaran masa kini dan bagaimana Islam memandangnya? Teorimu
menyedot antusias remaja untuk bertanya. Dengan gaya bicara yang mengalir,
hangat dan kocak, kau membuat para peserta kajian puas dengan semua
penjelasanmu.
“Kau masih ingat dengan kajian
manajemen cintamu saat jadi pembicara di kajian Isalm remaja lima tahun lalu,
bukankah cinta adalah sesuatu hal yang harus dijaga? Karena berawal dari
cintalah hati kita terkontaminasi bla...bla...bla...”
“Hidup adalah sebuah perubahan Amir. Dan jika kini aku berubah bukan sebuah kesalahan tapi sesuatu hal yang wajar.
Gleg...Amir sudah tidak tahu lagi
bagaimana caranya untuk menyadarkan jiwa
Sayyid yang sudah teracuni syetan cinta yang begitu dasyat.
“Apapun yang akan kalian lakukan
supaya aku mundur untuk menjauhi Aleya, aku akan tetap melangkah.”
“Meskipun dengan konskewensi akidah
mu harus tergadai?”
“Persyetan dengan akidah, persyetan
dengan islam, persetan dengan jihad, persyetan dengan khilafah. Aku tidak mau memikirkan hal itu lagi Amir,
aku sudah lelah. Sekarang yang ada dalam
otaku bagaimana aku bisa merealisasikan impian yang telah di rancang indah
bersama Aleya.”
“Astagfirullah Sayyid, kamu tahu kita
ini siapa? Aktivis dakwah yang selalu dinanti umat dengan segala ide dan aksi-
aksinya. Kita ini keturunan seorang ulama yang didik dengan keislaman yang
sangat baik . Bagaimana jadinya jika kamu sampai menikah dengan gadis Yahudi
itu, tentu akan menjadi catatan hitam di keluarga kita? Jangan nodai perjuangan
yang telah di semai oleh leluhur kita hanya gara-gara hal sepele ‘cinta’.”
“Aku tidak mau mundur kebelakang Amir. Aktivitas dakwah itu dulu. Sekarang apapun yang ingin aku lakukan itu
adalah hak ku, kamu tak akan bisa menghalangi keinginanku.”
Amir diam. Dia sudah lelah menasehati
pemuda di depannya. Sayyid bukan lelaki awam persoalan agama yang harus menjadi target
dakwahnya. Pemuda didepannya adalah pemuda yang dulu sangat alim, cerdas,
aktivis dan intelektual hanya gara-gara wanita dia bisa sekacau ini.
Ah...betapa hebatnya pengaruh seorang Aleya hingga bisa membrain wash seorang pemuda yang pernah menjadi
kebanggaannya.
Aleya...singa betina terkutuk! Racun
apa yang sudah kau sebarkan pada sepupuku ini? Tunggu pembalasanku! Karena
hanya kaulah sang target utama agar aku bisa menarik kembali Sayid untuk menjadi pemuda ke banggaan Islam. Geram
sekali hati Amir pada gadis Yahudi itu.
****
0 Comments:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung ke blog ini