Bagian Satu
Jum’at bertepatan dengan bulan Ramadhan mendung
menyelimuti persada tercinta. Wajah-wajah bersirat duka siap memuncratkan kristal
beningnya karena hari ini bertepatan dengan ekskusi seorang mujahid menuju
tiang gantungan. Mujahid yang di tuduh sebagai anggota jaringan teroris
international yang sudah banyak melakukan kerusakan di negri ini dengan merusak
fasilitas-fasilitas umum atas nama jihad.
Wajah lelaki itu tetap tenang meski
sebentar lagi dirinya akan di iring ke tiang gantungan. Tubuhnya kokoh menantang kematian yang sebentar lagi bakal
merengutnya. Laungan dzikir tak henti mengaliri dadanya.
Rabb...jika memang tiang gantungan
adalah akhir semua perjuanganku semoga
ini adalah jalanku untuk bertemu dengan engkau...
Tiba-tiba dua orang algojo bertubuh
sanggar dan bengis menarik tubuhnya dengan kasar berjalan menuju tiang
gantungan . Takbirpun bergumuruh dalam
dadanya, inilah penantian akhir yang selalu ditunggunya bahwa syahid adalah
cita-cita terindahnya.
***
Ruang besuk Lembaga Pemasyrakatan,
tampak seorang wanita usia tiga lima bermata sembab karena menangis menyadari
suaminya sebentar lagi akan di ekskusi karena telah banyak melakukan kerugian terhadap
negara, melakukan teror di berbagai tempat itulah tuduhan pemerintah yang
di tunjukan pada
suaminya yang di sebut oleh sebagian
orang adalah aktivis islam yang sangat radikal. Mujahid mengusap lembut air
mata yang mengalir di wajah istrinya.
“Ummi kenapa kau menangis, apakah kau
sedih Abi besok di ekskusi? Kematian bukanlah akhir kebersamaan kita, tapi
kematiaan adalah perjuangan kita di hadapan Tuhan. Semua perjuangan yang telah
kita semai tidak ada yang sia- sia sayang, bukankah Dinullah tak akan tegak
tanpa pengorbanan?”
“Sedih adalah sesuatu hal yang wajar
Abi, sangat manusiawi. Tapi Ummi juga bangga memiliki suami Syuhada, tujuan Abi
sebentar lagi tercapai.”
“Alhamdulillah jika kau bisa tegar. Titip anak- anak ya, sayang jika besok Abi menghadap
Allah. Didik Wafa agar dia bisa menjadi pemuda islam setangguh Muhamad Al Fatih,
ingat dengan hadist Rasulullah, sayang. Tentang janji pahlawan islam akan bisa menaklukan Roma. Konstantinopel sudah berhasil
di taklukan Muhamad Al- Fatih tinggal Roma menanti pemuda Islam merebutnya .
Semoga anak yang terlahir dari keturunan kita yang bisa jadi penakluknya. Titip Zahra juga, semoga dia bisa jadi wanita
teladan secerdas Aisyah yang selalu di nanti ummat.”
Aisyah mengangguk dengan mata
berkaca-kaca. Sanggupkah esok dia menjalani hidup tanpa seorang pendamping yang
selalu menguatkan perjuangan dakwahnya?
“Sayang semalam aku mimpi bertemu Ibnu Taimiyah, kau
tentu tahu siapa dia seorang ulama besar, pejuang Islam yang lahir di Harran
itu beliau bilang ‘orang yang dipenjara adalah orang yang terpenjara hatinya
dari Rabb-nya. Orang yang tertawan ialah orang yang di tawan oleh hawa
nafsunya. Akupun berjumpa dengan Sayyid Qutub, Hasan Al banna, Syekh Ahmad Yassin
mereka semua menasehatiku untuk bersabar menghadapi ujian ini.”
Aisyah mengangguk perlahan sambil
berusaha tersenyum dan Mujahid menarik kepala istrinya kedadanya.
***
Pernikahan dua sejoli itu berakhir
dengan indah meski dirayakan dengan sangat sederhana namun penuh dengan suasana
islami. Wajah-wajah penuh bahagia terpancar dari wajah sepasang pengantin itu. Janji sudah terikrar, sekuat janji yang
di ikrarkan para nabi dan rasulnya.
Perlahan Mujahid membuka cadar yang menutup wajah Aisayah bidadari yang
telah di persutingnya beberapa menit yang
lalu dan menatapnya dengan penuh kelembutan.
“Mengapa kau mau menikah denganku,
wahai bidadari penyejuk jiwa? Kau tahu pernikahanku denganmu akan membawa kita
pada ujian yang begitu berat, karena jalanku adalah menempuh syuhada.” Ujar
Mujahid bahagia sekaligus sedih membayangkan jalan yang Bakal direntas kedepan menjadi
pejuang islam. Apakah Aisyah akan setegar Khadijah yang begitu tegar
mendampingi perjuangan sang Rasul diawal penyebaran dakwahnya.
Cita-cita mujahid dari dulu memang
menjadi mujahid seperti nama pemberian kedua orang tuanya. Menjadi pejuang
islam menegakan Dinullah. Dari kecil umi dan abi sudah mendidiknya dengan
ajaran tauhid yang kental, memberikan bacaan-bacaan yang berisi kisah para
pejuang islam. Dia kagum dengan Khalid bin Walid yang di setiap gerak langkah
perjuangannya selalu berhasil dengan kemenangan yang gemilang, senantiasa
merindukan syahid namun wafatnya di pembaringan. Dia juga sangat kagum pada
Muhamad al- Fatih karena di usia yang begitu muda delapan belas tahun sudah
mampu menaklukan konstantinopel begitupun pada Salahudin Al- Ayubi yang bisa memenangkan
peperangan di perang salib.
Mujahid pun sangat mengagumi pahlawan
Hamas Syekh Ahmad Yasin, menginginkan menjadi Mujahid seperti Yahya Ayash yang
membuat gentar para Yahudi laknatullah atau bisa seperti Jendral Dudayef,
panglima Samil Baasayef dan para pahlawan dari checya semua itu sudah di
persiapkan dengan matang mengkristal dalam jiwanya.
Aisyah menatap suaminya dengan pendar
cinta.
“Karena impianku adalah menikah
dengan pangeran yang langkahnya merentas jalan ke Syurga agar dari rahimku kelak
terlahir pahlawan islam setangguh Khalid bin Walid...”
Laungan syukur membuncah di dada
mujahid atas anugrah yang di karuniakan Allah kepadanya. Karena dia sudah
mengirimkan bidadari sebagai pendamping hidupnya yang akan mendukung seluruh
gerak perjuangannya. Dan Mujahidpun mengajak istrinya melakukan shalat dua rakaat
di lanjutkan dengan berdoa meminta di berikan keturunan yang soleh-sholehah
yang kelak dari keturunannya akan terlahir mutiara-mutiara islam yang mampu
menerangi peradaban islam.*** (Bersambung)
0 Comments:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung ke blog ini