“Aduh... Santi kata bibi juga apa,
kamu tuh jangan banyak kesana kemari kandunganmu udah besar, gimana kalau ada
sesuatu yang terjadi dengan kandunganmu.”
“Tenang Bi, justru usia kandungan
seperti ini kita harus aktife agar memudahkan dalam proses persalinan nanti.”
“Ah... kamu suka bikin Bibi khawatir
saja, biar
masak sama Bibi dan Indri. Kamu istirahat saja didalam.” Cerewet Bi Maryam.
Karena
terus diomelin sama bibi Maryam, akhinya Santi nurut juga dan meninggalkan
pekerjaannya sebab kalau Santi membandel bibi Maryam akan terus berbicara
sebagai rasa sayangnya pada santi.
Mama
dan papa sudah berkali-kali menelpon menanyakan kalau santi mau melahirkan
dimana? Tapi Santi lebih memilih melahirkan dikampung dan bibi Maryam juga
tidak keberatan. Bahkan dia bilang ke orangtua Santi jangan kawatir sebab
disini juga ada yang memperhatikan membuat Santi bertambah betah, dia merasa
jadi orang berguna tinggal dikampung Bi Maryam.
Selesai
shalat isya,
Santi merasakan perutnya sakit dia tidak yakin kalau waktu melahirkan telah
tiba karena perkiraan dokter seminggu lagi, tapi Santi sudah tidak kuat, ia
memanggil bibi Maryam.
“Pasti kamu mau melahirkan San.” bibi
Maryam jadi sibuk sendiri dan nyuruh paman Hendra memanggil bidan, untungnya
rumah bidan tidak jauh jadi bisa cepat-cepat datang.
Allamdillah Allah memberi kemudahan
dalam proses persalinan Santi. Tidak lama sekitar dua jam dari kontraksi kemudian disusul ketubannya pecah,
15 menit kemudian bayinya lahir dengan selamat. Bayinya laki-laki dengan berat tiga
kilogram. Bibi Maryam kelihatan gembira merasa ia yang telah melahirkan bayi
itu.
Berbeda dengan paman Hendra yang
kelihatan sedih, bayi yang malang. Desisnya dengan terenyuh, kelahirannya tanpa
didampingi ayahnya.
“Bapak
kunaon bengong wae sih…? ayo segera di azdanin biar jadi jadi anak sholeh.”
Ucap bibi maryam sambil menyerahkan bayi yang sudah rapi pada paman Hendra, dan bayi itu segera di
adzanin olehnya.
“Aih..aih... anak tampan, kulitnya
putih, hidungnya mancung seperti ibunya, alisnya hitam lagi.” Celoteh Bi Maryam sambil menimang bayi itu.
“Bapak jangan melamun terus atuh, ayo telepon kakakmu kalau Santi udah lahiran
bayinya laki-laki tampan lagi.” Bibi Maryam gemas melihat suaminya yang terus
melamun.
“Tenang atuh Umi, bawel pisannya.”
“Tenang-tenang,
pasti Kang
Sasmita jeung si Eceuna ngges teu sabar aya berita ti urang,
jing buruan kaditu, ah.”
Paman Hendra bangkit juga. Sedang Bu Sasmita dari tadi sudah gelisah
dari duduknya, nonton TV
juga jadi nggak
fokus.
“Dari tadi bolak-balik kaya
setrikaan, jalan duduk... jalan duduk. .. Ada apa Ma?” Tanya suaminya
kesal melihat istrinya tidak bisa diam.
“Perasaan Mama nggak enak Pa, kenapa ya?”
“Alah mama jangan terlalu mengikuti
perasaan,
tidak sehat.”
“Papa ini gimana sih, perasaan
wanita itu lebih tajam dari pada laki-laki.” Mereka saling berbantahan.
Kriing...! Bu Sasmita segera memburu telpon.
“Asalamu’alaikun....”
“waalaikun Salam. Ada apa Hen? Apa...
melahirkan? Laki-laki, sehat, selamat. Alhamdulillah. Iya...iya Eceu pasti kesana.”
“Ada apa Ma?” Pak Sasmita tak sabar.
Bu
Sasmita segera menutup telponnya lalu menatap suaminya dengan perasaan bahagia.
“Santi sudah melahirkan Pa,
laki-laki.”
“Alhamdulillah, malam ini juga kita
kesana Bu.
Papa sudah nggak
sabar.” Pak Sasmita segera memanggil supir pribadinya dan istrinya segera
mempersiapkan barang-barang yang akan dibawanya, mereka sangat bahagia
menyambut cucu keduanya.
****
Bu
Sasmita dan suaminya saling bergantian menimang cucunya, Santi bahagia melihat
keceriaan diwajah orangtuanya. Dia paling tabah meski anaknya lahir tanpa kehadiran
ayahnya. Dia berjanji akan merawat bayinya baik-baik dan menjadikan anak yang
sholeh dan cerdas. Yoga anggaplah sebagai masa lalu yang telah hilang, mungkin
kalau di sudah siap akan menjelaskan pada kakek dan neneknya.
Mama
dan papa saling berebutan memberikan nama untuk cucunya itu, nama itu doa jadi
harus ada artinya.
berharap
doanya menjadi kenyataan sebagai
harapan orang tuanya. Paman Hendra ikut urun rembug.
“Alif Rahmatullah.” ujar Santi.
“Artinya.” ujar mama dan papa
berbarengan.
“Alif itu lurus, Santi berharap
nanti Alif selalu ada dijalan yang lurus dan diridhoi oleh Allah dan rahmatullah selalu ada dalam Rahmat
Allah.”
“Ya sudahlah, nama itu sudah bagus.”
Mama, papa, paman Hendra dan bibi Maryam setuju. Mereka sudah siap-siap untuk
segera selamatan bayi sambil aqikah.
“Kamu tak punya niat untuk
memberitahu Yoga,San?”
Tanya papa.
“Belum waktunya, Pa.” ujar Santi sambil menggeleng.
Tiba-tiba Alif
menangis minta ASI, mama segera menyerahkan Alif untuk diberi ASI pada Santi.
Anak
didik Santi serta tetangga banyak yang datang menengok ingin melihat bayi Santi
dengan membawa kado buat sang bayi.
Papa
dan mama cuma
tiga hari tinggal didesa, mereka sebenarnya masih kerasan tinggal didesa, tapi
gimana lagi papa harus kerja dan mereka berjanji akan sering menegok cucunya.
****
Yoga
berencana menikah dengan dengan Rafika seorang model berdarah jawa, Prancis.
Rafika memulai karriernya dari Prancis dan kembali ke Indonesia. Dia masuk
jajaran model papan atas, paras indonya sangat memikat sehingga banyak diincar
para produser film. Dia menjadi model vidio klip, bintang iklan, penyanyi dan
beberapa sinetron dijalaninya, dia benar-benar bintang berbakat.
Ketika
Yoga mengunjungi orangtuanya untuk memberitahukan rencana pernikahannya dengan
Rafika.
“Urusi saja sama kamu sendiri, Ayah tak mau ikut campur urusan kamu
lagi.” Ucap ayah benci. “Sampai kapanpun kamu tak akan menemukan perempuan sesempurna Santi, jadi sekarang terserah kamu mau
kawin dengan siapapun terserah.”
Yoga
menarik nafas, ternyata ayah masih menginginkan dia kembali pada Santi. Tapi tak mungkin, meskipun dia mengakui ada satu
sisi yang tak bisa dimiliki oleh wanita-wanita yang pernah dipacarinya bahkan
oleh Rafika sekalipun. Lalu Yoga memandang ibunya meminta pendapat.
“Kamu sudah dewasa untuk menentukan
pilihan, jangan pernah meminta pendapat pada kami Yoga. Kamu yang cinta dan
kamu yang akan menjalani rumah tangga. Ibu hanya berdoa supaya kamu bahagia dan
menjadikan pernikahan bukan hanya
pelarian saja,
tapi tempat berteduh yang
menjadikah rumah tanggamu sakinah, mawadah dan warahmah”.
“Dan rasakan pahit dan manisnya sendiri, jangan pernah kamu lari kesini
kalau punya masalah.
Selesaikan
sendiri karena kamu laki-laki dan ingat aku tak akan pernah menghadiri
pernikahannmu.”
Suara ayah dingin lalu bangkit meninggalkan ruang keluarga. Ibu pun ikut
bangkit meninggalkan Yoga dan Hardian
yang dari tadi diam tak berkomentar.
“Pernikahan tak sekedar cinta saja sebagai pondasi mas Yoga, aku banyak
berkaca pada pernikahan para artis yang kawin cerai. Sebenarnya mereka menikah bukan
didasari niat yang ikhlas tapi karena nafsu semata.
Cuma mengandalkan cinta,
sedangkan cinta suatu saat akan sirna yang
muncul hanya masalah dan
berujung pada keretakan cinta bila cinta itu sudah hilang.
Sebenarnya kriteria ayah dan ibu hanya ada pada diri mbak Santi tapi
Allah memang pengatur segalanya. Mas Yoga
mau menikah dengan siapapun itu hak Yoga, cuma mas Yoga harus banyak bercermin
pada kegagalan supaya lebih hati-hati dalam melangkah.”
“Sudah beres ceramahnya.” ujar Yoga kesal diceramahi, “Sudah ya, sekarang aku mau pulang dan aku akan tetap menikah meskipun kalian
tidak hadir.”
Hardian mengangkat bahu acuh.
Yoga bangkit dan keluar dari rumah orangtuanya. Terdengar suara mobil
meninggalkan pekarangan rumah.
Gosip semakin ramai membicarakan pernikan Yoga dan Rafika yang sudah
pacaran selama lima bulan dan kini berniat menuju arah yang serius yaitu
pernikahan media juga membicarakan tentang ketidaksetujuan orang tua Yoga.
Gadis-gadis yang pernah jadi pacar Yoga dan mengidolakannya benar-benar broken
heart bahkan ada yang terang-terangan bilang kalau Yoga cowok playboy yang suka
mempermainkan perasaan wanita.
Bah... yoga tak peduli dengan semua itu, yang penting dia menikah dengan
rafika.
Untungnya
Rafika tidak terpengaruh beri-berita miring itu. Pernikahan akan tetap berlangsung,
mereka yang bilang miring
tentang hubungannya
mungkin syirik dengan kebahagiaan yang di perolehnya.
Pernikahan akan dilakukan di hotel berbintang
dan sangat meriah.
Pokoknya mereka pasangan yang paling berbahagia di
tahun ini.
Keluarga Yoga tidak ambil pusing dengan apa
yang akan dilakukan anaknya, saat wartawan menemuinya mereka memilih no coment
dan tidak mau terbuka. Pak
Subroto
memang paling sebal dengan kehadiran wartawan.
“Kenapa
sih mereka selalu usil ingi tahu masalah orang lain, jadi keluarga punya anak
artis saja sudah pusing,
apalagi kalau dirinya
yang
artis. Bikin
boring kemana-mana selalu dijadikan bahan berita.
****
“Rudi loe ngak punya niat kembali pada Karina?” Tanya Ronald.
“Aku sudah bosan diatur perempuan itu.”
“Hm.. siapa tahu dia sadar Rud, dia kan cita banget sama loe.”
“Nggak, gue udah ngerasa sakit. Dia udah ngelecehin harga diri gue
sebagai laki-laki.”
“Ya sudah, kalau gitu loe kerja bareng gue aja sambil tetep fokus
deketin Mitha secara perlahan.”
“Thank, loe baik mau memikirkan gue.”
“ Loe kan sobat gue dari kecil”. Ronal menepuk bahu Rudi.
“Gue sekarang pulang dulu ya, Nald. Kakak gue pasti khawatir gue
nggak
pulang-pulang.”
“Boleh ntar loe kemari lagi ya.”
“Ok!”
Setelah kejadian dua minggu yang lalu saat
Rudi datang kerumah Mitha, hati Mitha tak merasa tenang. Zahra bahkan kritis
menanyakan siapa laki-laki itu tapi Mitha tidak menanggapinya, bahkan dia malah sering membentaknya.
“Kamu masih kecil, jangan mau tahu urusan
orang dewasa! Bentaknya.” Ya... mitha tahu kalau cara-cara seperti itu tidak
baik untuk pembelajaran pada Zahra, bukankah masa-masa seperti itu adalah masa
meniru prilaku yang diajarkan oleh orangtuanya. Pelajaran yang akan membekas sampai
dia dewasa. Hh.. bukan tidak mungkin kalau zahra nantinya akan seperti itu. Tapi Mitha benci! Benci sekali
dengan masa lalunya.
Ronald beberapa kali telepon kalau Rudi
sungguh-sungguh ingin melebur masa lalunya, “Apakah kamu tidak akan memaafkannya, Mitha? Pikirkan Zahra dia butuh pigur ayah.”
“Jadi
kamu yang ngasih alamat rumahku sama Rudi?” Mitha benar-benar marah.
“Nggak
salah kan,
kalau aku membantu orang yang ingin bertobat. Hitung-hitung cari pahala.”
“Brengsek!
Kupikir kamu teman yang berbeda dari yang lain ternyata sama saja. Ingat Ronald
kamu jangan ikut campur urusan hidupku!”
“Mitha,
kamu ngak boleh egois gitu dong.”
“BODO!!”
Mitha segera menutup telponnya dengan kasar, nafasnya terengah-engah menahan
amarah, dan akhirnya dia terisak-isak luruh dilantai. Kebencian Mitha pada masa
lalunya tidak bisa ditebus dengan apapun tapi entahlah bila suatu saat.
“Mama ada telepon!” Teriak zahra membuyarkan
lamunan Mitha.
“Kamu
lagi.” Mitha sebal dengan Ronald yang menelponnya.
“Please
Mitha jangan tutup dulu, ini berita penting.”
“Sepenting
apa?”
“Rudi
kecelakaan sepulang dari rumahku, sekarang dia ada di RS.AZRA. Kamu bisa datang kan, Mit? Aku mohon sekali ini, kata dokter
dia kondisinya kritis. Ayolah Mitha.” suara Ronald memohon banget.
“Baiklah.”
Mitha luluh juga ada rasa sedih menyusup jiwanya karena laki-laki itu adalah
ayah dari anaknya.
Bagaimana
nanti menjelaskan pada Zahra
seandainya... Mitha
menepis pikiran buruk itu dan segera memanggil Zahra untuk segera pergi ke
Rumah sakit.
“Nengok siapa sih Ma?”
“Teman Mama.” Jawab Mitha singkat.
Ruang
tunggu Rumah sakit hanya Ronald yang menunggu dengan gelisah. Mbak Tantri sudah
ditelpon dan menuju kemari begitupun dengan Karina. Ketika Dokter keluar,
Ronald segera menyongsongnya.
“Bagaimana
dengan sahabat saya, dokter?”
“Lukanya
cukup parah, saya sudah berusaha semaksimal mungkin tapi...”
“Tapi kenapa dokter?”
“Temuilah, gunakan masa-masa terakhirnya
ini untuk mendampinginya dan dia memanggil-manggil Mith...”
“Mitha dokter.”
“Ya.”
“Dia menuju kemari mudah-mudahan dia
segera datang.”
Tidak lama Mitha datang, dia kelihatan shock juga.
“Mith..Mitha....” suara Rudi pelan. Mitha
mendekat, egonya untuk sesaat runtuh.
“Ma..ma..maaf..kan..aku...”
“Sudahlah Rud, aku sudah memaafkanmu.”
“Ak...aku...titip...anak...
kita.”
“Zahra, Rud.” Mitha segera
mendekatkan tangan Zahra pada ayahnya, Rudi memegang tangan Zahra kedadanya.
Kenapa
ego itu harus cair disaat kebersamaan hapir usai, mata Mitha berkaca-kaca dan
tidak lama Rudi menghembuskan nafas terakhirnya.
Satu
jam setelah Rudi meninggalkan dunia ini, mbak Tantri datang disusul Karina. Mbak
Tantri terlihat paling tabah.
Karina menangis meraung-raung tapi segera ditenangkan oleh mbak Tantri.
Ronald
segera mengurus administrasi dan segera
menyewa ambulan. Mayat harus segera dikuburkan. Hari yang penuh duka,
langit mendung seperti ikut bersedih dengan apa yang terjadi pada keluarga
Rudi. [BERSAMBUNG]
****
0 Comments:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung ke blog ini