Subscribe Us

MALIKA # Chapter 1


Bertemu kembali dengan orang yang ingin dilupakan , terasa sangat menyesakan. Itu yang dirasakan Malika saat ini. Setelah hampir lima tahun ia berusaha menyembuhkan lukanya dan berusaha hidup dengan sebaik-baiknya, namun Tuhan kembali mempertemukannya  dengan Abyan Herlangga.

Selesai acara meeting dengan Klien, Malika menemui  para sahabatnya di sebuah Kafe elit kawasan Jakarta. Anggap saja sebagai sebuah reunian teman SMU. Nabila, Fayra dan Damian. Mereka adalah sahabat dekat Malika waktu SMU yang kini sudah sukses dan hidup di berbagai negara. Mereka akhirnya bisa bertemu setelah setahun tak berjumpa dikarenakan Fayra sahabat heboh mereka akan mengakhiri masa lajangnya bulan depan.
Mereka mengobrol asyik melepas semua kerinduan,  ketika tiba-tiba, Damian menghentikan pembicaraan.
“Ka, bukannya itu Abyan ya?” Damian melirik dengan ekor matanya pada laki-laki yang duduk dimeja  pojok sedang mengobrol dengan teman-temannya.
Malika ikut menoleh. Dan benar saja,  itu adalah Abyan Herlangga. Laki-laki yang dulu sempat dikaguminya. Tapi, tidak untuk sekarang. Abyan sungguh berbeda dengan lima tahun yang lalu. Aura kemapanan begitu terlihat jelas. Dan kalau boleh jujur dia semakin tampan saat ini.
Merasa ada yang mengawasi, Abyan menoleh ketempat Malika duduk. Terlihat ada ekspresi terkejut ketika ia bersitatap dengan Malika. Rasanya wajah manis itu tidak asing di memorynya.  Hm…bukankah itu Malika? Dia semakin manis, anggun dan matang. Apa kabar dia setelah lima tahun tak berjumpa. Sudah memiliki anak kah?
Malika buru-buru membuang muka, ketika mata mereka bersibobrok pandang. Rasa kecewa masih membalur hatinya ketika kembali bertemu dengan sosok itu.
“Ka, kamu nggak apa-apa kan?” tanya Damian khawatir. Damian adalah sahabat cowok yang paling peduli ketika cinta Malika ternyata bertepuk sebelah tangan.
“Aku baik-baik aja Dam, jangan jadikan masalalu sebagai alasan untuk membuat hidup terus terpuruk. Hidup ini terlalu indah untuk ditangisi.” Malika berusaha berlapang dada. Ini tidak sesuai dengan kenyataan hatinya.
“Gue denger-denger si Abyan itu termasuk pengusaha muda yang sukses. Belum menikah juga.” Fayra yang dari tadi diam ikut menimpali.
“Syukurlah.” Jawab Malika pelan dengan ekpresi di setting sedatar mungkin. Males banget kalau harus mendengar apapun tentang Abyan. Mau sehebat apapun dia, sama sekali tidak ada hubungannya.
“Kamu sudah tidak punya perasaan apapun pada dia kan,Ka?” tanya Nabila.
“Tidak ada sedikitpun yang tersisa. Masalalu itu adalah kebodohan. Sudahlah jangan membahas yang sudah berlalu. Kita kesini kan tujuannya mau senang-senang.” Malika berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Sorry Ka, jika kata-kata kami barusan bikin lo harus mengingatkan kembali tentang sosok masalalu yang sekuat mungkin harus lo hindari. Gue disini semua sayang banget sama lo.” Damian selalu paling tahu apa yang dirasakan Malika.
Malika tersenyum manis membuat kedua lubang undur-undur dipipinya tercetak jelas dan itu tak luput dari pengamatan Abyan yang diam-diam melihat gadis itu dari kejauhan.
“Kamu sekarang sibuk apa Ka?”  Fayra bertanya. Diantara ketiga temannya. Sebenarnya Malika yang memiliki otak jenius namun dia selalu menutupi kecerdasan dirinya, dengan sikapnya yang selengean. Tapi itu dulu, sekarang dia terlihat anggun dan cenderung pendiam.
“Sibuk bantuin Om Rahman di perusahaannya, sama ngurus anak singgah. Itu aja.”
“Terus lo sekarang lagi dekat sama siapa, nggak mungkin kan sendirian terus? Damian nggak mungkin bisa dikintilin terus-terusan. Entar dimarahin sama pacarnya lagi.” Cerocos Nabila.
“Nggak ada yang deket, gue nggak seberuntung kalian yang begitu mudah dapat cowok dan jatuh cinta.”
“Makanya buka hati Lika, jangan terlalu banyak pilih-pilih. Kalau ada yang baik kenapa nggak di coba. Kamu itu manis, nggak membosankan malah. Masih mengharapkan sibrengsek itu, mau sampai kapan, atau perlu gue jodohin?” Fayra tampak gregetan.
“No, thanks. Gue nyaman  dengan hidup gue yang sekarang.”
Tiba-tiba ada panggilan masuk dari Handphone milik Malika. Uncle calling…..
“Sorry, gue angkat telephone dulu.” Malika menjauh. Teman-temannya menatap malika menjauh dengan pikiran yang bermacam-macam dibenak mereka.
“Rasa-rasanya Malika belum bisa melupakan kejadian pahit dimasalalunya. Susah banget buat gadis itu move on.” Komentar Nabila.
“Iyupzs….secara karier cemerlang, tapi cuma dia yang betah dalam kesendirian.” Sambung Fayra.
“Teman, aku nggak bisa lama disini. Barusan dapat telepon dari Paman, gue harus balik sekarang. Maaf….” Malika terlihat sangat menyesal. Mereka jarang-jarang bisa bertemu seperti ini. Tapi perintah sang paman nggak bisa diabaikan.
“Nggak apa-apa Ka, gue ngerti kok. Udah jangan dibikin nggak enak. Kapan-kapan kami bertiga berkunjung kerumah lo, kangen dengan Tante Dinar dan si kembar juga bang Ramdhan.”
“Makasih banget ya….” Malika tersenyum manis lalu beranjak pergi.
Teman-teman Malika sangat memaklumi dengan kepergian Malika. Paman bagi malika adalah orangtua kedua baginya. Segala perintahnya harus ditepati.
@---@

0 Comments:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung ke blog ini