Subscribe Us

MALIKA # Chapter 7


Jika ada wanita yang ingin di hindari oleh Malika dalam hidupnya saat ini, ya wanita rubah itu. Wanita yang sekarang sedang berbelanja bersama anak perempuannya di super market tempat dirinya juga berbelanja yang tidak jauh dari kantornya. Melihatnya kembali mengingatkannya pada luka yang terjadi di saat usianya masih belasan tahun.

Rasanya tidak ada keinginan bagi Malika untuk menyapa wanita itu. Jarak yang di ciptakan wanita itu cukup lebar. Menciptakan luka yang cukup dalam, merantai langakh hidupnya. Menyimpan banyak kehilangan. Perih itu masih terasa sampai kini.

Mata wanita itu cukup terkejut, ketika mata mereka secara tak sengaja bersibobrok pandang. Dan Malika segera memutuskan pandangan itu.

"Hallo Malika, bagaimana kabarmu?"

Malika cukup terkejut. Ternyata perempuan itu masih punya nyali yang luar biasa. Tapi dari dulu wanita itu selalu tak tau diri. Selalu tidak ingin terlihat dirinya kalah. Meskipun banyak jejak luka yang ditorehkan.

"Seperti yang anda lihat, saya baik-baik saja. Begitupun dengan Bang Ramdhan."

"Oh ya, kamu baik-baik saja meskipun pada kenyataannya orang yang harusnya jadi hero buat kamu, tapi ternyata membuangmu dan lebih memilih aku."

Malika mengeratkan kepalan tangannya. Jika ini bukan tempat ramai, ingin saja menampar rubah betina licik ini. Tapi pengendalian emosinya harus tetap baik-baik saja. Tidak boleh terpancing.

" Saya justru sangat berterima kasih pada tante, berkat sikap tante yang mendominasi papa, saya dan Bang Ramdhan di abaikan. Tapi rencana Tuhan luar biasa indah, kami punya keluarga yang lebih baik. Paman Yuda dan Tante Dinar memberikan kami berdua kasih sayang yang berlebih. Dan kami bisa menggapai mimpi yang mungkin jika hidup bersama papa tak mungkin tergapai. Dan tante, tolong bilang sama papa jangan pernah mencari anaknya yang sudah di buang." ujar Malika dengan pengendalian diri yang cukup tenang.

"Ayahmu tidak mungkin mencari kalian, karena sudah mendapatkan anak pengganti yang jauh lebih hebat." ujar wanita itu pongah.

"Itu jauh lebih baik. Aku berharap kalian tidak di kejar perasaan bersalah karena sudah memutuskan jalinan kasih antara seorang ayah dan anaknya. Karena menurut saya kelicikan itu pasti akan ada ujung penyesalan. Semoga masih ada pintu tobat untuk manusia jahat seperti tante." Setelah mengatakan kata-kata itu Malika berbalik pergi. Ia tidak punya ke inginan untuk melanjutkan belanjanya.

"Anak sialan!" geram wanita itu marah.

Sedang Malika ketika sampai di mobil ia meluapkan tangisannya. Melihat perempuan itu kembali membuat lukanya yang sudah mengering kembali basah. Wanita itu yang sudah menorehkan luka di masa kecilnya, menanamkan kebencian di masa remajanya. Membuat ia benci akan sosok ayahnya. Jika ia terlihat tegar hari ini itu  karena memoar luka sudah menempanya untuk menjadi perempuan tangguh.

Di mulai dari kematian ibunya. Ayah yang harus jadi role model malah menanamkan luka pada hati anak-anknya. Saat itu ia baru menginjak SMP, sedang Bang Ramdhan sudah SMA. Kematian Bunda yang baru satu minggu, tidak membuat ayahnya bersedih. Laki-laki itu malah membawa mama baru kerumahnya. Dan dari situlah awal mula luka di mulai. Di mulai di perlakukan sebagai pembantu, adu domba rubah betina itu pada ayahnya, kalau anak-anaknya pemalas dan pembangkang mencipta pertengkaran dan kemarahan ayah. Pukulan yang tak pernah di layangkan ayahnya harus mampir di tubuh anaknya. Saat itu hari-harinya adalah neraka. Dan beruntung Tante Dinar yang baik hati menyelamatkan hidupnya, bersedia menampung hidupnya dan memberi kasih sayang berlimpah. Dan ia juga mendapat peran ayah yang sempurna dari paman Yuda, adik dari ibunya.

Apakah di dunia ini, tidak ada label yang bisa di sematkan untuk ayah yang durhaka? Dan kenapa tidak ada hukuman sosial bagi para orang tua durhaka. Bukankah menelantarkan anak-anak adalah sebuah dosa yang sangat besar?

Ya Allah mengapa aku sulit untuk bisa ikhlas menerima episode terpahit dari waktu yang sudah berlalu? Malika berusaha mengenyahkan segala memoar kecil dari kisah masa lalunya yang cukup pahit.
                                                                                                 ***
Malika menatap maket yang sudah di buatnya dengan perasaan puas. Proyeknya kali ini rumah pantai  sebuah rumah modular dengan atap hijau yang terletak di tepi pantai. Dibangun dengan tujuan untuk memberikan dampak yang minimal terhadap lingkungan, dari pembuangan konstruksi minimal ke penggunaan kayu bersertifikat FSC.


Maket hasil rancangannya ini adalah pesanan seorang pengusaha yang memintanya untuk mengerjakan proyek ini. Karena beberapa kali Pak Subandi nama pengusaha tersebut, sering memakai jasanya. Pertama menggunakan jasanya, saat membuat rumah bergaya Eropa dan dia merasa puas. Di susul dengan membuat firma hukum untuk anaknya, dilanjut dengan renovasi Boutiqe punya istrinya. Sekarang Pak Subandi mempercayakan untuk pembuatan rumah pantai. Malika sudah menolak, tapi Pak Subandi tetap memaksa. Kepuasannya dengan proyek yang sudah-sudah, membuat lelaki tua itu nggak bisa berpaling.

Malika merasa puas dengan hasil maketnya, besok ia akan mempresentasikan hasil rancangannya bersama pak Subandi. Beruntung pertemuan dengan rubah betina tadi siang tidak mengganggu profesionalismenya dalam berkarya.

"Hasil rancangannya bagus." Terdengar suara Azrel mengomentari hasil karyanya. Malika terkejut. Sejak kapan Azrel masuk.

"Kakak selalu berhasil mengerjakan banyak proyek, lantas kapan kakak akan merancang kehidupan kakak sendiri?"

" Maksud kamu?"

"Aku yakin kakak orang cerdas, yang tidak membutuhkan penjabaran dari kata-kataku. Usia kakak sudah dua tujuh tahun, kapan kakak akan memikirkan pendamping hidup, keluarga dan anak-anak. Pencapaian karier kakak sudah bagus, tapi ingat keberhasilan tidak akan sempurna tanpa di imbangi kehidupan berkeluarga. Kakak sudah harusnya fokus untuk mengejar hal itu."

Malika memejamkan matanya. Tumben Azrel benar pikirannya. Ah, tapi ia lupa, jika Azrel dan Arsel tipe yang berbeda. Azrel perhatian sedang Arsel cenderung posesif.

"Kakak juga pingin merancang hidup, menikah dan punya keluarga. Tapi siapa yang mau menikah sama kakak?"

"Kok kakak pesimis gitu. Kakak baik dan cerdas. Cuma tinggal membuka hati aja. Jangan terlalu menutup hati jika ada yang ingin menjalin kedekatan, kak. Laki-laki memang suka mengejar, tapi akan menyerah jika tidak di berikan kesempatan."

"Sepertinya kamu lebih siap untuk berumah tangga dek."

"Ish… kakak ini. Uang aja aku masih minta sama papa. Dan aku masih mau mengejar S2 dulu." ujar Azrel sambil memukul kepala kakaknya dengan koran.

"Kamu mulai nggak sopan sama kakak ya, dek." sewot Malika.

"Tapi aku nggak semenyebalkan Arsel yang posesif sama kakak. Cepetan beresin pekerjaannya ya, kak. Aku tunggu di lobi."

Malika melirik jam tangannya. Ini sudah jam sepuluh malam. Dan bagian Azrel yang menjemput. Paman Yuda sama Bang Ramdhan sedang sibuk mengurus proyek di Kalimantan. Jadi Malika tidak bisa numpang sama mereka kalau pulang diatas jam tujuh malam. []

Alhamdulillah bisa di lanjut lebih panjang.


1 Comments:

  1. Konfliknya bikin greget untuk terus ikutin alurnya.
    Ku tunggu lanjutannya

    BalasHapus

Terimakasih sudah berkunjung ke blog ini