Membiasakan baca itu sulit terutama bagi yang tidak terbiasa. Bagi saya membaca itu adalah kebiasaan yang sangat menyenangkan. Kapanpun dan dimanapun, jika memang ada waktu luang dibiasakan untuk membaca. Saya mulai suka membaca dari SD dan SMP sudah mulai suka menulis meski dengan kosa kata yang masih sederhana. EYD masih amburadul, tapi terus menulis karena itu bukan proses. SMU lebih banyak menulis cerita islami dan politik, karena sumber bacaan tidak jauh dari itu. Dan senangnya ketika teman-teman sekelas pada membaca cerita yang saya buat. Sangat senang juga kalau ada orang-orang minta dibikinin tulisan untuk tugas sekolah.
Dan yang paling bahagia ketika tulisan tentang narkoba diminta kakak yang sudah kuliah untuk memenuhi tugas kuliahnya, sedang saat itu saya masih SMU. Pingin jadi penulis, saat itu niatnya selain dakwah, tujuannya agar adik-adik suka suka baca. Karena perlu diingat membudayakan habbit membaca itu nggak mudah, sedang mereka harus di stimulan oleh bacaan-bacaan yang baik agar hidupnya terarah dan punya motivasi hidup dalam mengejar mimpi-mimpinya. Rasanya ketika adik pertamaku nagih novel yang baru satu bab di tulis tangan jadi bersemangat banget, dan begitupun hari-hari berikutnya.
Dan yang paling bahagia ketika tulisan tentang narkoba diminta kakak yang sudah kuliah untuk memenuhi tugas kuliahnya, sedang saat itu saya masih SMU. Pingin jadi penulis, saat itu niatnya selain dakwah, tujuannya agar adik-adik suka suka baca. Karena perlu diingat membudayakan habbit membaca itu nggak mudah, sedang mereka harus di stimulan oleh bacaan-bacaan yang baik agar hidupnya terarah dan punya motivasi hidup dalam mengejar mimpi-mimpinya. Rasanya ketika adik pertamaku nagih novel yang baru satu bab di tulis tangan jadi bersemangat banget, dan begitupun hari-hari berikutnya.
Jadi pembaca pertama tulisanku dulu adalah adik-adiku. Dan Alhamdulillah banyak hal yang didapat mereka, mereka menjadi orang yang pantang menyerah dalam mencapai mimpi-mimpinya, lebih bahagia ketika mereka bisa menjaga pergaulannya. Yang saya selalu diingat ketika adik kedua bilang, "Teteh aku selalu ingat tulisan teteh, bahwa jadi perempuan itu nggak boleh jadi perempuan murahan, yang bisa dicolek oleh sembarang orang. Bla…bla…" Satu langkah saya berhasil mempengaruhi adik saya untuk menjadi perempuan yang selayaknya islam mengharuskan dalam bertingkah laku. Senantiasa menjaga Iffah dan Izzah, hingga menjadi perempuan bermartabat. Dan yang paling disyukuri saat ini adalah ketika mereka juga hoby baca, dan rajin beli buku. Jadi kalau pulang kerumah orang tua, banyak buku-buku baru yang sayang untuk dilewatkan dalam mengisi liburan.
Apakah saya dapat tantangan ketika sangat gila baca? Jelas banget! Ibu adalah tokoh utama yang paling tidak suka melihat saya baca buku dan paling melarang anaknya beli buku. Ya, mungkin sama dengan ibu-ibu kebanyakan yang pikirannya masih jumud, dan menganggap membaca itu membuang-buang waktu, tidak bikin pintar, juga sangat perhitungan, meskipun membeli buku itu adalah hasil mengumpulkan dari uang jajan. "Buku lagi…buku lagi…!" Selalu begitu jika anaknya membeli buku. Dan untungnya bapak adalah orang yang open minded. Selalu mensupport anak-anak untuk maju. Makanya bapak adalah hero dalam hidup. Dia termasuk teman diskusi politik yang sangat menyenangkan, juga lawan main catur yang asyik.
Hal yang paling berkesan dalam menulis ketika menulis novel remaja yang berkaitan dengan bobroknya birokrasi pendidikan yang terjadi saat itu, dan mengajarkan bahwa kegagalan dalam pendidikan tidak boleh membuat kita menyerah. Karena sukses tidak hanya didapat dari kotak yang bernama sekolah, ada hal lain. Selama kita visioner dan berani berjuang pasti akan mampu menaklukan hambatan. Dan respon anak-anak remaja pada tulisan novel yang sudah saya tulis, sangat bagus.
Pernah mengalami masa vacum menulis, karena saat itu fokus pada dunia kerja dan harus membiayai adik sekolah di Akademi kebidanan, jadi proses menulis cukup lama terhenti. Begitupun setelah menikah dan mengajar, ada masa-masa tidak produktif. Tapi bersyukurnya dimasa lelah ini saya bertemu dengan orang-orang luar biasa. Ruhiyah saya tidak down karena justru dimasa lelah ini semangat menghafal Al-Qur'an sangat tinggi, belajar tentang IBO, banyak mengikuti seminar kepenulisan seperti Asma Nadia yang buku-bukunya sudah di Filmkan, belajar menulis dimarkas Annida, ketemu teman penulis di Jakarta. Dan bikin group kepenulisan yang di motori oleh marketing penerbit Tiga Serangkai. Di group kepenulisan ini kita dipertemukan dengan orang-orang yang tidak saling mengenal,tapi dipersatukan karena sama-sama hobby menulis. Dan rasanya itu sesuatu banget. Bisa bertemu mereka secara intensif dan harus mengahasilkan karya.
Dalam awal-awal menulis pasti kita punya sosok yang dijadikan panutan, termasuk saya sangat suka tulisan yang menggebrak, membakar semangat. Masa-masa itu adalah masa boomingnya penulis islam dan prediksi kebangkitan islam sudah mulai tumbuh. Helvi Tiana Rossa adalah penulis panutan saya, tulisan-tulisan dia itu kebanyakan tema perjuangan Palestina, Bosnia, dan negara muslim yang terjajah. Selain itu ada Afifah Afra dan penulis Mesir Najib Khaelani. Tulisan mereka bagi saya sangat idealis dan menginspirasi.
Banyak sekali ilmu yang didapat dari membaca. Dan islam pernah ada di abad keemasan, saat itu rakyatnya sangat suka membaca. Perpustakaan Bait al- Himmah dimasa Kholifah Harun Ar- Rasyid adalah perpustakaan terbesar dimasanya, mungkin juga belum ada yang mengalahkan sampai saat ini. Menyediakan banyak buku-buku dari berbagai literatur karya para ulama mustanir dan para ilmuwan. Saat itu dunia menulis sangat maju, para ulama, cendekiawan berlomba-lomba menghasilkan buku, setiap buku yang ditimbang, dibayar dengan emas.
Kenapa saat ini Islam mundur? Selain meninggalkan bahasa arab, juga semakin jauhnya umat pada agama. Karena agama hanya dijalankan sebatas ritual, umat juga malas membaca. Padahal ayat pertama turun adalah tentang "Iqro" yaitu perintah membaca. Jadi jika islam ingin kembali bangkit maka kembali ke proses awal bagaimana generasi sahabat, para tabi'in, dan generasi sesudahnya, yang dilakukan dimasa Daulah Ummayah, Abasiyah, dan Usmaniyah. Merekalah generasi yang patut dijadikan teladan karena mereka hidup dimasa aturan Islam ditarapkan secara komprehensif.
Jadi bagi yang mengatakan membaca tidak penting belajarlah pada sejarah masa lalu, kenapa ada kemajuan di dalamnya, serta bandingkan juga dengan negara-negara yang sudah maju. Apakah urutan membacanya ada diposisi ke 61 yang rakyatnya hobi nyinyir, julid dan sibuk ngomentarin hidup orang. Di medsos perang bullyan, dan panas menjelang pilpres? Yang pasti orang yang tingkat pemikirannya sudah maju, nggak mungkin sibuk mengurusi hal-hal yang nggak penting.
Jangan pernah sepelekan kebiasaan baik, meski itu hal kecil, langkah yang mungkin bagi orang-orang nggak penting dan nggak mungkin, namun ketika melewati ribuan proses di suatu saat akan menjadi sesuatu yang menjadi bersinar. Dalam hidup untuk maju banyak kata-kata negatif dari orang pesimis, tapi abaikan karena yang terberat dalam hidup melawan dirimu sendiri. []
0 Comments:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung ke blog ini