Rumah tangga oh rumah tangga. Dengan
segala macam problematika hadir menemani pejalanan. Begitu curahan
teman-teman yang sudah menikah. Kadang pingin tersenyum kalau mereka
sudah cerita tentang segala permasalahannya di rumah. Sampai hal
terkecil mereka ceritakan. Tentang suami yang pingin selalu dilayani
kayak raja. Tentang anak-anak yang seperti mobil yang dikit-dikit ngeng,
karena menangis, tentang mertua yang menyebalkan dsb.
Kebanyakan mereka menikah lebih banyak mengandalkan cinta. Tak pernah
terpikir bahwa suatu saat cinta akan menjadi hambar jika tak pintar
merawatnya. Tak pernah terpikir bagaimana menghadapi anak-anak masa kini
yang membutuhkan banyak ilmu untuk mendidik mereka. Tak pernah di
pikirkan bagaimana mengambil hati mertua supaya sayang pada kita. Rumah
tangga bukan satu hari-dua hari, tapi seumur hidup itulah harapan yang
di inginkan oleh semua insan? Semuanya di biarkan mengalir seperti air,
sementara air kebanyakan mengalir dari tempat yang tinggi menuju tempat
yang rendah.
Ketika badai datang menguji kebahagiaan nahkoda yang sedang di
layari, tanpa pembekalan iman yang kuat karena sang nahkoda tak begitu
handal membawa pelayaran menuju dermaga jannah Nya. Tak sedikit rumah
tangga yang karam. Kemana cinta yang dulu selalu di dengungkan di setiap
waktu, kemana rindu yang dulu selalu datang menggebu. Semuanya hilang
tak berbekas. Dari cinta menggebu lantas menjadi musuh, dan anak-anak
menjadi koraban ambisi ke egoisan para orang tua. Menjadi boneka-boneka
yang selalu jadi bahan perebutan. Diracuni dengan pikiran negatif.
Sehingga banyak anak korban penceraian secara emosi kurang stabil.
Wahai para calon ibu-ayah sama sekali tidak ada larangan untuk
menikah di usia muda. Itu malah lebih bagus untuk menjaga diri dari
perbuatan maksiat dengan menggenapkan separu Dien. Tapi belajarlah
untuk dewasa secara berpikir dan emosi. karena menikah bukan untuk
sesaat. Pertebal keimanan dengan banyak mengkaji islam agar rumah tangga
tidak mudah goyah ketika uji. Sabarlah dalam rumah tangga karena
kesabarab bagian dari perbendaharaaan Syurga. Saling memotivasi jika di
antara salah satunya futur bukan saling mengompori hingga membuat tabung
gas meledak. Bukankah intinya pernikahan saling melengkapi. Wanita
dengan kelembutannya harus mampu menjadi penenang, dan laki-laki dengan
kekuatannya harus mampu menjadi pelindung agar keluarga aman dan tentram
dalam naungannya.
Saya pernah tanya-tanya pada ibu yang sudah menikah , kata
mereka ketika suami dalam keadaan keimanan yang bagus dan penuh ghiroh
sang istri merasa nyaman luar biasa. Tapi ketika ke imanan suami dalam
ke adaan menurun rasanya pingin berpisah saja. Untuk sang istri jadilah
motivator di saat keimanan sang suami menurun.
Sebisa mungkin jangan pernah ceritakan aib keluarga di depan
teman-teman kita. Dengan mengatakan suami kita begini dan begitu. Setiap
orang pasti ada ke kurangannya. Jadilah istri yang bisa memahami
karakter sang suami. Di saat dia lelah jangan kita mengadu tentang
permasalahan kita ke padanya. Redakan dulu lelahnya. Saya pernah dengar
seorang ibu di sebuah acara "Kontribusi wanita untuk Islam" Dia
berkata: Di saat suami lelah terus kita mengeluh, "Bi minggu depan Ummi
harus ngisi seminar, gimana ya Bi, padahal Umi belum bikin persiapan
apa-apa. harus bikin slide show, harus ini, harus itu dsb. Padahal si
suami baru pulang kerja, masih cape. Harusnya di kasih air minum dulu
kan tenang. Lebih bagus kalau belajar pada siti Mariyah perempuan
teladan di zaman rasul sehingga Rasulullah menyarankan putrinya Fatimah
untuk belajar padanya agar bisa menjadi istri yang shalehah.
Mengeluh tidak akan menyelesaikan masalah tapi belajarlah mengatasi
masalah dalam rumah tangga. Sebisa mungkin
sosialisasikan kesibukan kita pada anak-anak. Meski pun mereka masih
kecil, tapi anak-anak sekarang sudah cerdas lho. Kalau kita sang
aktivitas dakwah, ceritakan kesibukan kita pada mereka. Anak-anak
bukanlah beban, tapi dia adalah teman yang bisa di jadikan sandaran
dalam perjuangan.
Saya punya teman seorang Ibu yang aktivis dakwah, dia punya enam anak
yang masih kecil dan dengan suaminya berjauhan. Suaminya di Kalimantan
dan sang Istri di Sukabumi, tapi dia bisa menghandle anak-anaknya dengan
baik. Yang selalu di ajak di kegiatan-kegiatan dakwah. Dan sang anak
senang, ceria nggak rewel. Dan salutnya meski pun anak-anaknya masih
kecil-kecil tapi memiliki jiwa pejuang calon mujahid-mujahid islam. Si
Ibu bercerita bagaimana mendidik anak-anaknya dalam menerapkan syariah
islam di rumah dan lingkungan. Dia selalu mensosialisasikan kegitan
dakwahnya pada anak-anak sehingga si anak paham perjuangan Ibunya
seperti apa.
Yupzs,bagi para patsuri dan calon patsuri belajar dan terus belajar
daam segala hal agar rumah tangga yang kalian bina dan akan kalian bina
tetap kokoh sampai hayat meskipun badai terus datang menghantam. Hanya
ke imanan di dada yang menancap kuat, kita bisa mengatasi semua
Problematika hidup. Karena Allah sebaik-baiknya penolong Mu.
0 Comments:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung ke blog ini