Subscribe Us

[NOVEL] MERAJUT BENING CINTA # 3


Pagi yang cerah, santi melanjutkan aktivitas menulisnya, setelah semua pekerjaan rumah tangganya selesai. Dia menyebut dirinya seorang senjata pena. Meskipun belum bisa disejajarkan sebagai sastrawan yang senior. Tapi dunia mengarang itu mengasyikan mengembara lewat imajinasi yang dituangkan dalam lembaran kertas.

Santi begitu lincah memijit keyboard. Bercerita tentang Rima mantan seorang pelacur yang ingin meniti jalan pulang. Itulah faragraf awal novel yang bakal menjadi kado pernikahan sahabatnya. Lalu munculah seorang ikhwan yang bernama Prayoga mahasiswa sebuah universitas negri yang sedang melakukan KKN di desa tempat dimana Rima mengasingkan diri untuk mengubah citranya menjadi gadis yang anggun menjauhi  kehidupan masa lalunya.
Prayoga terkejut melihat wajah Rima,  melihat gadis itu mengingatkan akan masa lalunya, tentang Rianti gadis yang pernah ada dihatinya dan meninggal karena kecelakaan lalu lintas beberapa bulan sebelum Prayoga melakukan KKN kedesa tempat dimana Rima berada. Rima dan Rianti menurut prayoga adalah perpaduan yang sama percis, seperti saudara kembar.
“ Rianti!” Pekik prayoga keceplosan saat gadis itu berjalan-jalan sore dengan gadis kampung.
Astagfirullah Yoga beristigfar pelan, menepis ruang masa lalunya. Bukankah dirinya sendiri ikut mengantarkan jenazah Rianti ke pemakaman.
“ Kamu kenapa sih Ga, tertarik dengan gadis itu?” Tanya Hari.
“ Hai...hai… ingat lho, tujuan kita kesini mau KKN. Awas jangan terkotori sama virus merah jambu. Kecuali benar-benar mau serius.” Reza mengingatkan.
“ Ah...ngak. aku cuma keceplosan.” Elak Yoga.
Wajar aja  temanya pada kritis, Prayoga itu baru beberapa bulan jadi ikhwan. Jadi harus banyak  di bimbing, meski better to late than never. Tapi untuk kebaikan nggak ada kata terlambat.
Santi menghentikan acara menulisnya. Dia mematikan komputernya lalu meninggalkan ruangan itu.
                    ****
Santi mengeleng tidak percaya dengan pemandangan yang dilihatnya. Yoga sedang bergandengan mesra dengan seorang gadis cantik di sebuah Mall yang dimasuki Santi. Rupanya mereka sedang shopping sambil jalan-jalan.
Mendadak hati Santi perih, dia merasakan kesetiannyau bengitu tak berarti dimata lelaki itu, tak mungkin melabraknya di tempat seperti ini. Perbuatan yang memalukan.
Santi membalikan tubuhnya untuk segera berlalu dari sana. Tapi terlambat Yoga melihatnya. Ekspresi cowok itu cukup terkejut tapi dapat menguasai diri.
“Kenapa mas?” Tanya gadis disampingnya mengerling manja.
“ Tidak apa-apa honey.” Suara Yoga kalem lalu menarik Arinda pergi.
            Braak... jalan santi yang tergesa membuat ia menabrak seorang wanita. Belanjaan wanita itu berceceran dilantai.
“Ma....maafmbak.” Suara Santi tergagap, sambil membantu memunguti barang belanjaan wanita itu.
“ Kamu ini gimana sih? Kalau jalan hati-hati dong, jangan sampai mata disimpan didengkul!” suara wanita itu marah.
“Ma...maaf...”
“Maaf...maaf...!” wanita itu bersungut-sungut. Tap mata wanita itu menatap wajah Santi.
“Haa.... kamu Santi kan?” Ekspresi wanita itu berubah kaget. Dia cukup mengenali wanita berjilbab didepannya.
“ Siapa ya?” Santi berusaha mengingat. Rasanya pernah berjumpa tapi ingat-ingat lupa.
“ Aduh aku senang banget  bisa ketemu lagi sama kamu, San? Kamu ada di kota ini ya? Ya.... ampun kamu pasti udah lupa dengan aku?” Berondong wanita itu yang senang melihat wajah santi yang berusaha sedang mengingat-ingat dirinya.
“ Nah, kamu Mitha kan?” Akhirnya santi bisa mengingatnya.
“ Betul.” Kedua wanita itu saling berangkulan. Lucu juga bagi orang yang memperhatikannya, asalnya marah-marah jadi perpelukan.
“ Maaf ya, tadi dengan sikapku? Eh kita cari makan disebelah sana yuk?” Mitha menarik tangan Santi keluar dari mall itu, lalu mampir kesebuah restoran.
“ Sudah lama  kita ngak bertemu. Dari sejak lulus SMU ya?” Mitha membuka percakapan.
“ Tentu kamu sekarang udah menjadi wanita karier yang sukses.” Ujar Santi mengingat cita-cita Mitha yanga ingin menjadi wanita karier.
“ Tidak juga,” Jawab Mitha datar. “Aku menjadi singgle parent.”
“ Single parent, sejak kapan kamu menikah?”
“ Aku DO kuliah karena MBA dan Rudi memang lelaki brengsek yang mau enaknya, sesudah itu aku ditinggalkan.” Mitha tampak penuh beban mengucapkan kata-kata itu.
“ Kenapa kamu tidak menikah lagi?” Tanya Santi.
“ Aku sudah tidak berminat untuk berumah tangga, laki-laki didunia ini berengsek semua. Perkawinan tidak lebih sebagai pelacuran secara terselubung. Wanita hanya dijadikan obyek  penindasan!” Suara Mitha berapi-api, dia sepertinya kecewa dengan masalalunya.
Santi menyeruput juice alpukatnya dengan pelan.
“ Perkawinan itu tergantung kita memandangnya Mit, dan kebahagiaan adalah usaha keras kita.”
Mitha memandang keluar, melalui kaca restoran dia melihat sepasang manusia masuk berjalan berdampingan mesra, dia mendengus sinis.
“ Entahlah bagiku pernikahan sesuatu yang merepotkan. Sekarang cita-citaku hanya membesarkan Zahra anaku satu-satunya. Kamu sendiri sudah menikah San?”
Santi mengangguk
“ Kamu pasti bahagia?”
Santi tersenyum masgul, apakah bahagia punya suami berselingkuh dengan wanita lain. Itu hal yang menyakitkan. Meski pernikahannya tanpa dasar cinta, tapi dia tidak mau pernikahannya dinodai oleh kebejatan moral.
Melihat Santi diam mitha segera mengalihkan pembicaraan.
“ Sekarang aku aktif di LSM yang mengurusi korban kekerasan pada perempuan. Kalau kamu punya masalah kamu bisa hubungi aku.” Mitha mengeluarkan kartu namanya.
“ Terimakasih.”
“ Kamu sekalian main kerumahku, di komplek villa duta.”
“ Aku bisa berkunjung kerumahmu lain kali saja Mit.” ujar Santi. Mata Santi mengitari seluruh ruangan yang tampak ramai oleh orang-orang yang berkunjung.
Deg… hatinya berdetak tak karuan. Mendadak sinar matanya meredup. Ada Yoga disana tiga meter dari tempatnya duduk, masih dengan gadis tadi dan Yoga pun melihatnya. Astagfirullah Santi langsung menggeser juice alpukatnya yang tinggal setengah.
“ Mitha maaf ya, mungkin sampai disini dulu perjumpaan kita. Sekali-kali kamu main kerumahku dan makasih atas traktirannya.” Suara santi basah.
“Hm.. kamu kenapa San? Kok ngak dihabisin dulu juicenya.”
“ Entahlah mendadak perasaanku tidak enak. Maaf ya,aku buru-buru.” Santi mengajak Mitha bersalaman sambil cipika-cipiki dan dia pun berlalu dari Restoran itu dengan hati perih.
Hm brengsek! Kenapa dia ada disini? Geram hati yoga. Merasa nggak enak juga kepergok dua kali dalam waktu hari yang sama.
Mitha geleng-geleng kepala ia tak mengerti, mendadak ada yang aneh dengan sorot mata Santi. Ada kepedihan tersimpan disana. Apakah pernikahan santi sedang mengalami prahara? Ah… entahlah, Mitha bangkit menuju meja kasir.
****
Ya Allah apakah ini sebuah dosaku yang tak terampuni sehingga aku bersanding dengan laki-laki seperti itu.
Ya Alllah jika pernikahan ini tak akan bertahan lama, segera saja sudahi semuanya, namun jika ingin menguji kesabaranku berikanlah aku kesabaran untuk menghadapinya. Jadikanlah pernikahan ini menjadi barokah dan Mas Yoga menjadi suami yang soleh.
            Allahumma jauujan solehan alilman haliman ghoniyan. Doanya dalam isak tangis yang membuncah. Mengadukan semua resah dihatinya dalam solat. Tenang seperti ada tetesan embun syurga.
            Setelah itu dia kembali beraktivitas menyiapkan makan malam, dan kembali menekuni dunia tulis menulisnya,
            Tak salah dengan kata-kata Mitha. Laki-laki didunia ini brengsek, egois tidak pernah memikirkan perasaan wanita yang jadi korban. Santi mulai terpengaruh sikap feminis Mitha, mungkin karena hatinya sedang sakit.
            Santi kebali meneruskan Novel buat kado pernikahan Rena dan sekalian bisa diajuin kepenerbit.
            Meraih cahaya, tidak mudah mendapatkannya. Begitupun dengan kehidupan Rima, banyak rintangan yang dihadapinya. Lamaran Prayoga, ungkapan cinta pak Mahardi lelaki tua yang berniat menjadikan Rima istrinya, bersamaan dengan terbongkarnya keluarga Rima yang sebenarnya.
            Sampai gadis itu harus menemui kenyataan pahit  tentang vonis dokter akibat pengaruh sex bebas yang pernah menjadi kehidupan masa lalunya. Dia divonis mendapat penyakit STD ( sex transformation disease) sedang anteng dia menulis kehidupan seorang Rima yang terangkum dalam novel Sebait cahaya untuk Rima. Tiba-tiba suara pintu ditendang keras.
            Mulut santi tergangga. Berdiri Yoga dan menatapnya dengan garang.
“Kamu sengaja memata-mataiku kan?” bentaknya kasar.
“Maksud Mas Yoga itu apa?”
“ Alah  pura-pura mengelak. Kamu mematai-matai aku kan, saat tadi di Mall dan restoran itu itu. Dasar perempuan kampungan sudah untung kau nikahi!” cecarnya.
Astagfirullah Santi berusaha untuk sabar.
 Seharusnya Santi yang tanya, siapa perempuan tadi? Bukan mas Yoga yang marah.
Plaaakk... Yoga kalap. Dia menampar muka santi.
“Kamu memang perempuan tak tahu diri, sebenarnya aku tak sudi menikah dengan kamu”. Yoga mencabut kabel komputer dengan paksa, lalu brakk komputer itu dia bantingkan ke lantai.
“ Mas Yoga!” Pekik santi, sedih menyaksikan kerja kerasnya hancur. Sebait cahaya  dan beberapa cerpen lainya yang belum disave di flasdisk musnah.
Mata santi berderai menganaak sungai.
“Puas!” Sergah Yoga.
“ Kau kejam Mas, aku tak menyangka kalau kau sekejam ini!
“Apa katamu?” cowok itu malah makin kalap mendorong Santi dengan kasar.  Kepala Santi terbentur ke dinding. Mendadak seketika kepalanya pusing, tubuh itu mengelosor kelantai lalu pingsan.
Melihat tubuh istrinya tak berdaya, Yoga kelihatan panik juga apalagi dari jilbab putihnya  ada rembesan darah. Cowok itu membopong tubuh isttrinya ke mobil dan melarikannya ke Rumah Sakit takut terjadi apa-apa dengan istrinya.
Yoga kelihatan gelisah di ruang tunggu rumah sakit. Aduh bagaimana kalau luka Santi patal dia harus bertanggung jawab. Bisa-bisa penjara sebagai hukumannya. Dengan pikiran resah dia menghisap rokoknya.
“Bagaimana keadaan istri saya dokter?” buru Yoga denga wajah panik.
“ Allamdulillah lukanya masih bisa ditangani. Namun jangan sampai hal ini terulang lagi. Karena bisa mengalami keretakan tulang dan akan mengganggu ingatannya”.
“Benar Dokter, tidak terjadi apa-apa dengan istri saya?”
Dokter itu mengangguk.
“Besok sore sudah bisa di bawa pulang. Jaga baik-baik kondisi kesehatannya.” Tegas dokter Gunawan, lalu dia pamitan pada Yoga.
Yoga menarik nafas lega. Syukurlah, batinya. Cowok itu berjalan melewati koridor mencari kantin, perutnya terasa lapar sekali.
****
            Santi sudah bisa beraktivitas lagi seperti biasa, meskipun kadang-kadang dia merasa pusing kepalanya setelah kejadian itu. Dan yang paling sedih ketika naskahnya yang hancur bersamaan dengan komputernya. Terpaksa dia membeli lagi yang baru dengan membobol uang tabungannya. Sikap Yoga seperti biasa lagi, seakan tidak pernah terjadi apa-apa.
            Pagi ini,Yoga marah-marah.
            “ Kamu gimana sih? Jadi ibu rumah tangga, tapi sepagi ini belum bikin sarapan pagi. Aku kan lapar...”
            “ Maaf kepalaku agak pusing dikit, jadi habis shubuh aku tidur lagi. Biasanya juga mas Yoga nggak sarapan dirumah.”
            “ Alah pakai alasan lagi, kamu itu emang dasar pemalas!” bentak Yoga.
Santi memejamkan matanya perih, rumah tangga macam apa ini?
            “ Cepat sediain, aku cuma punya waktu 15 menit”. Hardiknya seperti pada seorang pembantu.
Santi melangkah kedapur menyiapkan sarapan pagi untuk Yoga. Bikin nasi goreng di campur tahu, baso, sosis dan sayuran, lebih praktis untuk waktu yang singkat.
Selesai semuanya, dia menghidangkannya buat Yoga.
            “ Ah nggak enak!” Yoga dengan kasar mendorong piring makananya lalu meluncur jatuh ke lantai dan menimbulkan suara praang...! pecahan piring itu berserakan bersama nasi  mengotori lantai. Hati Santi seperti pecahan piring itu, hancur berkeping-keping.
            “ Astagfirullah, Mas Yoga bisakah bicara tanpa menyakiti perasaan saya”. Ujar Santi pilu.
            “Kamu itu memang perempuan yang tidak becus segalanya. Heran kenapa ayah mau memilihkan wanita seperti kamu untukku.” Sahut Yoga kasar.
            Santi sudah tidah kuat lagi mendengar kata-kata itu, dia berlalu kekamarnya. Menangis itu yang bisa dilakukan olehnya.
            “ Dasar perempuan cengeng!” Sinis Yoga sambil berlalu dari tempat itu.
**
            Sudah jelas Yoga tidak menghargai pernikahannya, sekali berbuat kasar pasti akan berbuat kasar lagi. Pernikahannya tak akan berujung bahagia kalau salah satunya tidak dapat diajak kerja sama. Ah, kenapa harus di takdirkan jadi perempuan lemah yang mau begitu saja tunduk pada kekuasaan laki-laki. Coba kalau tawaran Papa ditolaknnya dengan cara  kabur, mungkin tidak akan terjadi hal seperti ini. Santi menyusut air matanya. Dia  memasukan baju-bajunya ke koper, sesaat ia ingin pergi menenangkan dirinya. Ingin tenang berada dalam dekapan mama. Ah... mama kenapa kita harus bernasib sama, desinya pilu.
            Mama perempuan lembut yang selalu patuh pada perintah Papa, Santi yakin mamanya tersiksa berada dalam tekanan Papa.
            Mobil bis membawanya dari terminal Baranang siang menuju Ciputat.
            Papa pasti akan terkejut melihat kepulangannya. Hrhh kenapa laki-laki itu belum sadar juga.
             Jam lima sore Santi tiba di rumah orang tuanya. Mama menyambutnya dengan penuh haru Dia seperti merasakan penderitaan yang dirasakan anaknya. Mata itu begitu cekung dan kurus. Santi merasakan setuhan tangan mama yang lembut.
            “ Kamu minta izin  dulu sama suamimu kemari?” tanya mama lembut.
Santi menarik nafas berat.
            “ Cuma lewat sms Ma...” sahutnya dengan nada getir.
            “ Kamu pasti punya masalah.” tebak mama yakin
            “ Ternyata Papa salah memilihkan pendamping untuk santi, Ma.” mata Santi berkaca.
            “ Sabar anaku, kamu melewatinya baru beberapa bulan.”
            “ Tapi Santi sudah tak tahan Ma, dengan sikap kasarnya. Santi tak ubah seperti pembantu dimatanya.”
            Mama mengusap-ngusap punggung putrinya lembut sambil mendengarkan curahan putrinya dengan sabar. Tak lupa ia memberikan untaian nasihat dengan penuh bijaksana. Rumah tangga ibarat sebuah kapal yang sedang berlayar di samudra jadi jangan berharap
selamanya akan tenang, tapi harus siap menghadapinya dengan sikap tegar yang nyata. [bersambung]

0 Comments:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung ke blog ini