Subscribe Us

[NOVEL] MERAJUT BENING CINTA # 8



Hh.... Rudi menarik nafas berat, bayangan Mitha semakin menari lekat dibenaknya sejak kejadian tiga minggu yang lalu itu. Jujur saja ia mulai merindukannya. Dia ingin kalau bisa menawarkan kembali asa yang sudah tercerai untuk menebus segala kesalahannya apalagi dari Mitha dia mempunyai seorang putri yang manis, sesuatu yang tidak didapatkan dari Karina mungkin selain usia Karina yang sudah beresiko untuk melahirkan, dia juga sudah tidak punya minat untuk mempunyai pewaris keturunan yang dia cari adalah mengejar trem kesuksesannya. Dan terus terang Rudi sudah merasa lelah.


Karina perempuan yang suka mendikte dirinya karena dia merasa punya segalanya sehingga tidak pernah menghargainya. Rudi mulai dihinggapi rasa lelah yang sangat. Pertengkaran dalam pernikahannya kerap mewarnainya. Dahulu sikap karina sangat manis tapi seiring waktu berjalan, sikap karina mulai banyak berubah dan mulai banyak mengatur. Didepan orang lain dia memang masih bisa tampil sempurna tapi ketika sampai dirumah semuanya berubah lagi.

Kenapa dulu aku harus menerima tawarannya. Rudi mengenal Karina di pesta pernikahan saudaranya, perkenalan itu terjadi dan berlanjut. Rudi menganggap Karina sebagai teman biasa tapi tidak begitu dengan Karina dia menganggap Rudi sebagai pasangan ideal yang baru ditemukannya, dia tidak peduli dengan batas usia yang terbentang jauh hampir tujuh tahun. Bukankah cinta tidak memandang usia, selain itu Karina mulai resah diteror sana sini tentang kesendiriannya dan lebih mementingkan karier sehingga mama dan papanya khawatir dilangkahi oleh adiknya Melani.

Dengan nekad Karina mengajak Rudi menikah. Mulanya Rudi tak menanggapi karena ia sedang bingung dengan berita pengakuan Mitha yang mengaku dirinya hamil. Namun karina memang hebat dan pintar untuk menjerat Rudi dalam perangkapnya.

Malam yang tidak diinginkan itu terjadi, Karina mengundang dirinya makan malam dirumah  miliknya sendiri dan sesuatu yang tak boleh dilakukan oleh sepasang manusia yang belum menikah itu terjadi. Karina berhasil memasukan obat perangsang kedalam minuman Rudi, besoknya Karina menuntut perlakuan Rudi yang telah menodai dirinya. Sadarlah Rudi dia telah dijebak wanita itu. Karena terus-terusan didesak akhirnya Rudi menikahi wanita yang tak pernah dicintainya, meskipun orang tua Rudi mengganggap Karina bukan menantu pilihan dan tidak pernah merestui pernikahan Rudi dan Karina. Mama memiliki banyak harapan untuk anak laki-laki satu-satunya itu untuk menjadi sarjana, namun harapan hanya tinggal harapan, mama kecewa Rudi DO kuliah dan memilih menikah dengan perempuan kaya itu.

Braakk!!! Tiba-tiba pintu dihentakan dengan keras. Rudi terkejut ternyata Karina yang datang dengan tampang asem.

“Tadi aku ngontrol ke toko, kata Didi kamu sudah tiga hari ngak kesana. Kamu ini gimana sih? Sudah aku biayain usaha masih aja malas kerja. Kamu harusnya malu dong Rud, sudah hidup numpang di istri, masih aja malas-malasan kerja.” Ujar Karina dengan nada tinggi.

Rudi merasa tersinggung harga dirinya merasa dilecehkan.

 “Terus terang saja aku sudah bosan di atur-atur sama kamu, mentang-mentang kamu punya duit kamu atur seenak hatimu dan aku tak lebih pembantu dimatamu.”

“Rudi...!”

“Apa? Aku ini pembantumu kan? Aku sudah muak hidup sama kamu! Kamu tak pernah menghargai aku sedikitpun dan sebenarnya kamu yang sudah bikin semua yang telah aku susun hancur berantakan!”

“Enak aja kalau bicara. Dasar manusia tak tahu terimakasih. Sudah kuangkat baik-baik menjadi manusia berharga tapi ini balasanmu hah? Sudah untung kamu tak jadi gembel!Kata  Karina keras.

“Syetan, kau benar-benar telah menghinaku!” Rudi kalap, lalu plaaak tamparan keras mendarat di pipi Karina.

“Rudi, kamu benar-benar tega.”

“Kamu yang tega menginjak-nginjak harga diriku, sebagai suami aku tak pernah sedikitpun dihargai karena kamu merasa punya uang. Sekarang kita beresi semuanya, kita cerai! Aku tak sudi menginjakan kaki dirumah ini lagi. Cih...!”  Rudi meludah lalu membalikan tubuhnya berjalan keluar.

“Rudi...! teriak Karina menyusulnya. Tapi Rudi tak menoleh dan langsung mencegat taksi yang lewat tak ia pedulikan teriakan karina yang menghiba-hiba.

Taksi melaju, untuk sesaat Karina tertegun tak percaya dengan Rudi yang tega meninggalkannya. Setelah taksi sudah tak terlihat lagi dalam pandangan matanya, Karina menghentakan kakinya ke lantai sambil menangis.

Karina baru menyadari cintanya begitu besar pada laki-laki itu, dia tidak siap jika harus ditinggalkan Rudi. Beberapa tokonya, yang kebanyakan menjual peralatan PA akan goncang. Ya.... selama ini dia memang terlalu mendikte laki-laki itu, uang sudah menciptakan sel keangkuhan dijiwanya.

Rudi hiks....hiks... Karina menangis penuh penyesalan.

****

Ting...tong.. Rudi sudah mulai pegel memijit bel Rumahnya, rumah ini masih seperti dulu mungil dan asri hampir tiga tahun dia tidak kemari. Rindu menyentak hatinya, akhirnya pulang juga.

Suara langkah kaki terdengar menuju pintu, suara kunci diputar dan KREK... akhirnya pintu terbuka.

Seorang wanita berjilbab lebar, usia dua puluh tujuhan menyongsong tamu yang datang. Rudi hampir pangling kalau bukan tahi lalat ditepi bibir wanita itu.

“Mbak Tantri...!” Panggil Rudi.

“Rudi...!” Tantri langsung memeluk adiknya, mereka berpelukan saling menumpahkan kerinduan.

“Alahamdulliah akhirnya kamu pulang, kemana aja sih Rud? Kamu ngak ada kabar selama ini, menghilang begitu saja.”

“Ceritanya panjang Mbak, nantilah aku cerita. Eh... mama ada? Aku kangen banget sama Mama.”

“Hm.... masuk dululah.” ajak Tantri.

“Rudi benar-benar pangling sama Mbak, dulukan Mbak metropolis banget.”

“Itulah hidayah, Rud yang harus aku syukuri.”

“Mbak Tantri sudah menikah?” Tanya Rudi

Tantri menggeleng sambil tersenyum samar. “Belum bertemu dengan jodohnya.  Oh, iya kamu mau minum apa?”

“Apa saja boleh, tapi aku kangen banget sama mama.”

“Duduk  saja dulu, kamu pasti capek.” Tantri segera berlalu kedapur mengambil air minum, syirup vanila kesukaan adiknya. Tidak lama dia sudah muncul lagi membawa segelas air minum.

“Istrimu kenapa ngak ikut Rud? Kamu pasti senang punya istri orang kaya.” Tanya mbak Tantri.

Rudi  menarik nafas berat.

“ Aku benar-benar tersiksa sekali mbak.” Wajah Rudi terlihat sedih.

“Lha, bukannya kalian saling mencintai?”

“Entahlah, tapi Karina tak pernah menghargaiku. Aku tak lebih sebagai pembantu dimatanya yang harus selalu tunduk pada perintahnya.”

“Terus sekarang kalian cerai?”

“Kami bertengkar, dan aku pergi karena sudah tak tahan. Sudahlah aku pikir cerita itu tak pantas aku ceritakan.”

“Kupikir kamu bahagia.” Mbak Tantri menarik nafas berat. Wajahnya tiba-tiba mendung dia mengingat resepsi pernikahannya. Kartu undangan sudah tersebar, sehari lagi hari H itu terjadi, Anton calon pengantin laki-lakinya membatalkan pernikahannya, ternyata laki-laki itu terpikat wanita lain. Hati Tantri hancur. Mama yang belum sembuh dari kepergian Rudi semakin ambruk memikirkan anak gadisnya yang tak jadi menikah, jantungnya kumat dan meninggal.

Perlahan tapi pasti Tantri sediki-sedikit bangkit dari keterpurukannya, beruntung dia menemukan komunitas yang baik yang penuh ukuwah, kini dia bergabung dengan salah satu partai dakwah dan bekerja diperusahaan yang bergerak dibidang Fashion menjabat sebagai Direktaris.

“Mama kemana mbak?” Rudi mulai kesal. Kok mama nggak muncul-muncul , suasana rumah juga kelihatan sepi banget. Mungkin hanya ada dirinya dan mbak Tantri.

“Mama benar-benar kecewa setelah kamu DO kuliah dan memutuskan menikah dengan wanita itu, padahal kamu masih terlalu muda sementara istrimu sudah hampir kepala tiga. Kamu tahu Rud , Mama sangat memimpikan banget kamu jadi Sarjana seperti Papa. Kamu juga laki-laki satu-satunya dikeluarga kita, tapi kamu hancurkan keinginan mama.”

“Ya aku juga menyadarinya, mbak. Sudah mengecewakan mama. Terus bagaimana dengan Mama?”

“Tiga bulan setelah kepergianmu, aku dilamar Anton. Dua minggu setelah dilamar, kami berencana menikah. Segalanya sudah hampir siap tapi sayang Anton laki-laki tak bertanggung jawab. Dia membatalkan pernikahan yang sehari lagi itu. Kabar yang aku dengar dia pacaran denga perempuan lain. Aku juga nggak ngerti kalau dia terpikat dengan gadis lain walau sudak melamarku. Tapi mugkin bukan jodoh dan Allah masih sayang  kalau Anton bukan laki-laki yang baik untukku. Mama terpukul banget, penyakit jantungnya kumat lagi, tiga hari setelah kejadian itu mama meninggal. Begitulah Rud, ceritanya.” Jelas mbak Tantri dengan mata berkaca-kaca.

            “Jadi mama sudah meninggal?” Rudi benar-benar sedih mendengar berita itu karena dia belum bisa membahagiakan perempuan itu. Yang terjadi dia malah mengecewakannya. “Antarkan aku ke makam Mama, Mbak?”

            “Rudi kamu sadar nggak sih, inikan sudah hampir magrib. Besok saja kita ziarah kemakam Mama sekalian ke makam Papa. Sekarang kamu istirahat dulu, kita berdoa yang banyak buat orangtua kita disana.”

            Rudi mengangguk jiwanya dihinggapi keletihan yang meraja bersanding kesedihan yang menyergap tiba-tiba. Hidup ternyata sulit untuk diterka. Kemarin masih datar, sekarang mendaki mungkin besok menurun. Hatinya tiba-tiba tersentuh, kesabarannya membaluri jiwanya ketika orang-orang terkasih meninggalkannya satu-persatu.

****

            Inilah padang penantian yang disebut padang barjah. Nisan kaku berjajar mengisisi areal pemakaman, Rudi masih terpekur disisi makam mamanya sambil menyiangi rumput yang tumbuh subur di sisi makam itu. Dia dan mbak tantri mengirimkan doa untuk Mama dan Papanya. Gerimis satu persatu mulai membasahi tubuh mereka, senja yang mendung, daun-daun saling berbisik mesra ditiup angin dan ada yang berjatuhan menjejak tanah yang lembab tak ubahnya seperti manusia yang satu persatu mulau berguguran.

            “Rudi, kita pulang,” Mbak Tantri mengingatkan. “Lihat langit mendung sepertinya sebentar lagi hujan besar. Biarkanlah mama tenang disini, jangan kau tangisi kepergiannya.”

            Rudi bangkit, dan mengganguk sambil berjalan pulang.

            “Setelah ini apa rencanamu Rud?” Tanya mbak Tantri ketika sudah sampai dirumah.

            “Aku tidak tahu, tapi yang aku pikirkan sekarang adalah mencari Mitha.”

            “Mitha?”

            “Ya, banyak kesalahanku pada wanita itu yang membuat jiwaku selalu dihantui perasaan bersalah.”

            “Memangnya kamu punya salah apa?”

            “Aku sebelum menikah dengan Karina sudah punya pacar yaitu Mitha dan aku menghamilinya, lalu  meninggalkan dia begitu saja tanpa  sempat bertanggung jawab.”

            “Astagfirullah, Rudi...” Mbak Tantri geleng-geleng kepala sambil beristigfar.  Kamu begitu tega berbuat sejahat itu, lalu meninggalkannya begitu saja. Bagaimana sih, cara kamu memandang perempuan? Kamu anggap perempuan itu sebagai barang mainan?”  Mbak Tantri benar-benar marah, terus terang saja karena dia juga perempuan, tidak mau diperlakukan seperti itu.

            “Maafkan aku Mbak, saat itu aku benar-benar khilaf.”

            “ Dia pasti tersiksa denga ulah kamu Rudi, kamu harus cari dia dan meminta maaf padanya jika kamu tidak ingin diteror penyesalan seumur hidup.”

            “Aku juga mau mencarinya mbak. Aku pernah bertemu dengan dia di Bogor dan dia memiliki anak, tapi aku tak tahu alamat dia. Entah sudah menikah lagi atau belum.”

            “Pokoknya kamu harus cari dia, kalau kamu bersungguh-sungguh mencarinya pasti ketemu. Kamu pikir dong Rud, kamu ini punya kakak perempuan dan kamu juga lahir dari rahim perempuan. Apa kamu mau aku diperlakukan seperti itu oleh laki-laki lain.”

            “ Aku memang brengsek, Mbak.” Sesal Rudi.

            “ Tapi jangan tambah kebrengsekanmu lagi. Jadilah kamu itu laki-laki sejati yang siap menghadapi hidup ini dengan penuh tanggung jawab meskipun itu pahit.”

            Rudi menggaguk, tak kuat menatap tatapan mata mbak Tantri yang tajam. Kakaknya benar-benar marah. [bersambung]

              ****

0 Comments:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung ke blog ini