Hh....
Rudi menarik nafas berat, bayangan Mitha semakin menari lekat dibenaknya sejak
kejadian tiga minggu yang lalu itu. Jujur saja ia mulai merindukannya. Dia
ingin kalau bisa menawarkan kembali asa yang sudah tercerai untuk menebus
segala kesalahannya apalagi dari Mitha dia mempunyai seorang putri yang manis,
sesuatu yang tidak didapatkan dari Karina mungkin selain usia Karina yang sudah
beresiko untuk melahirkan, dia juga sudah tidak punya minat untuk mempunyai
pewaris keturunan yang dia cari adalah mengejar trem kesuksesannya. Dan terus
terang Rudi sudah merasa lelah.
Karina
perempuan yang suka mendikte dirinya karena dia merasa punya segalanya sehingga
tidak pernah menghargainya. Rudi mulai dihinggapi rasa lelah yang sangat. Pertengkaran
dalam pernikahannya kerap mewarnainya. Dahulu sikap karina sangat manis tapi
seiring waktu berjalan,
sikap karina mulai banyak berubah dan mulai banyak mengatur. Didepan orang lain
dia memang masih bisa tampil sempurna tapi ketika sampai dirumah semuanya
berubah lagi.
Kenapa dulu aku harus menerima tawarannya. Rudi mengenal Karina di pesta
pernikahan saudaranya, perkenalan itu terjadi dan berlanjut. Rudi menganggap Karina sebagai teman biasa tapi
tidak begitu dengan Karina dia menganggap Rudi sebagai pasangan ideal yang baru
ditemukannya, dia tidak peduli dengan batas usia yang terbentang jauh hampir
tujuh tahun. Bukankah cinta tidak memandang usia, selain itu Karina mulai resah
diteror sana sini tentang kesendiriannya dan lebih mementingkan karier sehingga
mama dan papanya khawatir dilangkahi oleh adiknya Melani.
Dengan
nekad Karina mengajak Rudi menikah. Mulanya Rudi tak menanggapi karena
ia sedang bingung dengan berita pengakuan Mitha yang mengaku dirinya hamil.
Namun karina memang hebat dan pintar untuk menjerat Rudi dalam perangkapnya.
Malam
yang tidak diinginkan itu terjadi, Karina mengundang dirinya makan malam
dirumah miliknya sendiri dan sesuatu
yang tak boleh dilakukan oleh sepasang manusia yang belum menikah itu terjadi. Karina berhasil memasukan obat perangsang
kedalam minuman Rudi, besoknya
Karina menuntut perlakuan Rudi yang telah menodai dirinya. Sadarlah Rudi dia telah dijebak
wanita itu. Karena terus-terusan didesak akhirnya Rudi menikahi wanita yang tak
pernah dicintainya,
meskipun orang tua
Rudi mengganggap Karina
bukan menantu pilihan dan tidak pernah merestui pernikahan Rudi dan Karina. Mama
memiliki banyak harapan untuk anak laki-laki satu-satunya itu untuk menjadi
sarjana, namun harapan hanya tinggal harapan, mama kecewa Rudi DO kuliah dan
memilih menikah dengan perempuan kaya itu.
Braakk!!!
Tiba-tiba pintu dihentakan dengan keras. Rudi terkejut ternyata Karina yang
datang dengan tampang asem.
“Tadi
aku ngontrol ke toko, kata Didi kamu sudah tiga hari ngak kesana. Kamu ini gimana sih? Sudah aku biayain usaha masih aja
malas kerja. Kamu harusnya malu dong Rud, sudah hidup numpang di istri, masih aja malas-malasan kerja.”
Ujar Karina dengan nada tinggi.
Rudi
merasa tersinggung harga dirinya merasa dilecehkan.
“Terus terang saja aku sudah bosan di
atur-atur sama kamu, mentang-mentang kamu punya duit kamu atur seenak hatimu
dan aku tak lebih pembantu dimatamu.”
“Rudi...!”
“Apa?
Aku ini pembantumu kan? Aku sudah muak hidup sama kamu! Kamu tak pernah menghargai aku
sedikitpun dan sebenarnya kamu yang sudah bikin semua yang telah aku susun
hancur berantakan!”
“Enak
aja kalau bicara. Dasar
manusia tak tahu terimakasih. Sudah kuangkat baik-baik menjadi manusia berharga
tapi ini balasanmu hah? Sudah untung kamu tak jadi gembel!” Kata Karina keras.
“Syetan,
kau benar-benar telah menghinaku!” Rudi kalap, lalu plaaak tamparan keras
mendarat di pipi Karina.
“Rudi,
kamu benar-benar tega.”
“Kamu
yang tega menginjak-nginjak harga diriku, sebagai suami aku tak pernah
sedikitpun dihargai karena kamu merasa punya uang. Sekarang kita beresi
semuanya, kita cerai! Aku tak sudi menginjakan kaki dirumah ini lagi. Cih...!” Rudi meludah lalu membalikan tubuhnya berjalan
keluar.
“Rudi...!
teriak Karina menyusulnya. Tapi Rudi tak menoleh dan langsung mencegat taksi
yang lewat tak ia pedulikan teriakan karina yang menghiba-hiba.
Taksi
melaju, untuk sesaat Karina tertegun tak percaya dengan Rudi yang tega
meninggalkannya. Setelah taksi sudah tak terlihat lagi dalam pandangan matanya,
Karina menghentakan kakinya ke
lantai
sambil menangis.
Karina
baru menyadari cintanya begitu besar pada laki-laki itu, dia tidak siap jika
harus ditinggalkan Rudi. Beberapa tokonya, yang kebanyakan menjual peralatan PA
akan goncang. Ya.... selama ini dia memang terlalu mendikte laki-laki itu, uang
sudah menciptakan sel keangkuhan dijiwanya.
“Rudi… hiks....hiks...” Karina menangis penuh penyesalan.
****
Ting...tong..
Rudi sudah mulai pegel memijit bel Rumahnya, rumah ini masih seperti dulu
mungil dan asri hampir tiga tahun dia tidak kemari. Rindu menyentak hatinya,
akhirnya pulang juga.
Suara
langkah kaki terdengar menuju pintu, suara kunci diputar dan KREK... akhirnya
pintu terbuka.
Seorang
wanita berjilbab lebar,
usia dua puluh tujuhan menyongsong tamu yang datang. Rudi hampir pangling kalau
bukan tahi lalat ditepi bibir
wanita itu.
“Mbak
Tantri...!” Panggil Rudi.
“Rudi...!”
Tantri langsung memeluk adiknya, mereka berpelukan saling menumpahkan
kerinduan.
“Alahamdulliah
akhirnya kamu pulang, kemana aja sih Rud? Kamu ngak ada kabar selama ini, menghilang begitu saja.”
“Ceritanya
panjang Mbak, nantilah aku cerita. Eh... mama ada? Aku kangen banget sama Mama.”
“Hm....
masuk dululah.” ajak Tantri.
“Rudi
benar-benar pangling sama Mbak,
dulukan Mbak
metropolis banget.”
“Itulah
hidayah, Rud yang harus aku syukuri.”
“Mbak
Tantri
sudah menikah?” Tanya Rudi
Tantri
menggeleng sambil tersenyum samar. “Belum bertemu dengan jodohnya. Oh, iya kamu mau minum apa?”
“Apa
saja boleh, tapi aku kangen banget sama mama.”
“Duduk
saja dulu, kamu pasti capek.” Tantri
segera berlalu kedapur mengambil air minum, syirup vanila kesukaan adiknya.
Tidak lama dia sudah muncul lagi membawa segelas air minum.
“Istrimu
kenapa ngak ikut Rud? Kamu pasti senang punya istri orang kaya.” Tanya mbak
Tantri.
Rudi menarik nafas berat.
“
Aku benar-benar tersiksa sekali mbak.” Wajah Rudi terlihat sedih.
“Lha,
bukannya kalian saling mencintai?”
“Entahlah,
tapi Karina
tak pernah menghargaiku. Aku tak lebih sebagai pembantu dimatanya yang harus selalu tunduk pada perintahnya.”
“Terus
sekarang kalian cerai?”
“Kami
bertengkar, dan aku pergi karena sudah tak tahan. Sudahlah aku pikir cerita itu
tak pantas aku ceritakan.”
“Kupikir
kamu bahagia.” Mbak Tantri menarik nafas berat. Wajahnya tiba-tiba mendung dia mengingat
resepsi pernikahannya.
Kartu
undangan sudah tersebar, sehari lagi hari H itu terjadi, Anton calon pengantin laki-lakinya
membatalkan pernikahannya,
ternyata laki-laki itu terpikat wanita lain. Hati Tantri hancur. Mama yang
belum sembuh dari kepergian Rudi semakin ambruk memikirkan anak gadisnya yang
tak jadi menikah, jantungnya kumat dan meninggal.
Perlahan
tapi pasti Tantri sediki-sedikit bangkit dari keterpurukannya, beruntung dia
menemukan komunitas yang baik yang penuh ukuwah, kini dia bergabung dengan salah
satu partai dakwah dan bekerja diperusahaan yang bergerak dibidang Fashion
menjabat sebagai Direktaris.
“Mama
kemana mbak?” Rudi mulai kesal. Kok mama nggak muncul-muncul , suasana rumah
juga kelihatan sepi banget. Mungkin hanya ada dirinya dan mbak Tantri.
“Mama
benar-benar kecewa setelah kamu DO kuliah dan memutuskan menikah dengan wanita
itu, padahal kamu masih terlalu muda sementara istrimu sudah hampir kepala tiga.
Kamu tahu Rud , Mama sangat memimpikan banget kamu jadi Sarjana seperti Papa. Kamu
juga laki-laki satu-satunya dikeluarga kita, tapi kamu hancurkan keinginan
mama.”
“Ya
aku juga menyadarinya, mbak. Sudah mengecewakan mama. Terus bagaimana dengan Mama?”
“Tiga
bulan setelah kepergianmu, aku dilamar Anton. Dua minggu setelah dilamar, kami berencana
menikah. Segalanya sudah hampir siap tapi sayang Anton laki-laki tak
bertanggung jawab.
Dia
membatalkan pernikahan yang sehari lagi itu. Kabar yang aku dengar dia pacaran
denga perempuan lain. Aku juga nggak
ngerti kalau dia terpikat dengan gadis lain walau sudak melamarku. Tapi mugkin
bukan jodoh dan Allah masih sayang kalau
Anton bukan laki-laki yang baik untukku. Mama terpukul banget, penyakit
jantungnya kumat lagi,
tiga hari setelah kejadian itu mama meninggal. Begitulah Rud, ceritanya.” Jelas
mbak Tantri dengan mata berkaca-kaca.
“Jadi mama sudah meninggal?” Rudi
benar-benar sedih mendengar berita itu karena dia belum bisa membahagiakan
perempuan
itu. Yang terjadi dia malah mengecewakannya. “Antarkan aku ke makam Mama, Mbak?”
“Rudi kamu sadar nggak sih, inikan sudah hampir magrib.
Besok saja kita ziarah kemakam Mama sekalian ke makam Papa. Sekarang kamu
istirahat dulu, kita berdoa yang banyak buat orangtua kita disana.”
Rudi mengangguk jiwanya dihinggapi
keletihan yang meraja bersanding
kesedihan yang menyergap tiba-tiba. Hidup ternyata sulit untuk diterka. Kemarin masih datar,
sekarang mendaki mungkin besok menurun. Hatinya tiba-tiba tersentuh,
kesabarannya membaluri jiwanya ketika orang-orang terkasih meninggalkannya
satu-persatu.
****
Inilah padang penantian yang disebut
padang barjah. Nisan kaku berjajar mengisisi areal pemakaman, Rudi masih
terpekur disisi makam mamanya sambil menyiangi rumput yang tumbuh subur di sisi
makam itu. Dia dan mbak tantri mengirimkan doa untuk Mama dan Papanya. Gerimis
satu persatu mulai membasahi tubuh mereka, senja yang mendung, daun-daun saling
berbisik mesra ditiup angin dan ada yang berjatuhan menjejak tanah yang lembab
tak ubahnya seperti manusia yang satu persatu mulau berguguran.
“Rudi, kita pulang,” Mbak Tantri
mengingatkan. “Lihat langit mendung sepertinya sebentar lagi hujan besar.
Biarkanlah mama tenang disini, jangan kau tangisi kepergiannya.”
Rudi bangkit, dan mengganguk sambil
berjalan pulang.
“Setelah ini apa rencanamu Rud?”
Tanya mbak Tantri ketika sudah sampai dirumah.
“Aku tidak tahu, tapi yang aku
pikirkan sekarang adalah mencari Mitha.”
“Mitha?”
“Ya, banyak kesalahanku pada wanita
itu yang membuat jiwaku selalu dihantui perasaan bersalah.”
“Memangnya kamu punya salah apa?”
“Aku sebelum menikah dengan Karina
sudah punya pacar yaitu Mitha dan aku menghamilinya, lalu meninggalkan dia begitu saja tanpa sempat bertanggung jawab.”
“Astagfirullah, Rudi...” Mbak Tantri
geleng-geleng kepala sambil beristigfar. “Kamu
begitu tega berbuat sejahat
itu,
lalu meninggalkannya begitu saja.
Bagaimana
sih,
cara kamu memandang perempuan? Kamu
anggap perempuan itu sebagai barang mainan?” Mbak Tantri benar-benar marah, terus terang
saja karena dia juga perempuan, tidak mau diperlakukan seperti itu.
“Maafkan aku Mbak, saat itu aku benar-benar
khilaf.”
“ Dia pasti tersiksa denga ulah kamu
Rudi, kamu harus cari dia dan meminta maaf padanya jika kamu tidak ingin diteror penyesalan seumur hidup.”
“Aku juga mau mencarinya mbak. Aku
pernah bertemu dengan dia di
Bogor
dan dia memiliki anak, tapi aku tak tahu alamat dia. Entah sudah menikah lagi
atau belum.”
“Pokoknya kamu harus cari dia, kalau
kamu bersungguh-sungguh mencarinya pasti ketemu. Kamu pikir dong Rud, kamu ini
punya kakak perempuan dan kamu juga lahir dari rahim perempuan. Apa kamu mau
aku diperlakukan
seperti itu oleh laki-laki lain.”
“ Aku memang brengsek, Mbak.” Sesal Rudi.
“ Tapi jangan tambah kebrengsekanmu lagi. Jadilah kamu itu laki-laki sejati
yang siap menghadapi hidup ini dengan penuh tanggung jawab meskipun itu pahit.”
Rudi menggaguk, tak kuat menatap
tatapan mata mbak Tantri yang tajam. Kakaknya benar-benar marah. [bersambung]
****
0 Comments:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung ke blog ini