Subscribe Us

MENGAJARKAN ANAK TENTANG RASA SYUKUR


Dalam hidup banyak yang diinginkan oleh kita, termasuk oleh anak-anak kita. Mereka ingin mainan baru seprti teman-temannya. Menginginkan nonton film terbaru atau rekreasi ketempat keren atau jalan-jalan ke LN. Ketika ada uang mungkin nggak apa-apa, toh sesekali ini aja. Lagian anak-anak juga butuh refreshing diantara seabreg aktifitas. Mereka sekolah sampai jam 3 siang untuk yang di swasta, ditambah sorenya harus ngaji dan malamnya harus les ditambah hafalan Qur'an, misalkan. 
Hal tersebut tentu sangat melelahkan bagi si anak yang usianya memang butuh sesuatu yang happy. Tapi ya, kalau ada yang kita bisa setiap saat memenuhi keinginan sianak. Lagian kita kerja lelah pasti demi nyenengin istri dan anak. Lantas kalau nggak ada uang, bukan hal baik juga memenuhi yang sifatnya tersier dengan memaksakan kehendak. Hidup tak selamanya ada uang, maka mengajarkan kederhanaan pada anak dengan menanamkan banyak rasa syukur itu jauh lebih baik. Karena terbukti anak yang didik dengan baik dalam hal kesederhanaan itu akan lebih tangguh bisa survive dalam hidup. Dan mampu mengelola keuangan dengan baik.
Mengajarkan pada anak hal yang baik diibaratkan kita sedang menanam investasi saham yang akan kita petik di masa depan. Begitupun mindset, cara hidup yang kita tanamkan ke anak buruk. Maka akan buruk juga hasilnya di masa depan. Karena anak-anak adalah pengcopy ulung apa yang kita lakukan dan apa yang kita kerjakan.

"Dalam hidup jika mengikuti *KEINGINAN* maka nggak akan pernah ada kata cukup. Hingga bisa jadi hutang menumpuk untuk mengikuti standar keinginan. Maka, supaya keinginan tidak berubah menjadi gaya hidup, kendalikan dengan banyak *BERSYUKUR* penuhi apa yang jadi prioritas kebutuhan, bukan mengikuti nafsu yang diinginkan."

Quote diatas adalah hal yang harus ditanamkan pada anak bahwa segala hal yang diinginkan tidak akan pernah mengenal kata puas. Yang terjadi hanya akan memperbanyak sampah dirumah, seabreg mainan menumpuk tak berguna digudang. Menghamburkan uang untuk mengikuti terus apa yang diinginkan anak. Akhirnya anak menjadi egois dan tantrum jika keinginannya tidak tidak dituruti. Ketika dewasa sudah bisa melawan bisa jadi membentak dan memperlakukan orang tua dengan kasar, jika setiap keinginannya tidak tercapai.

Dan pola pendidikan yang salah akan terus diwariskan pada generasi berikutnya. Karena sesuatu yang salah akan sangat mudah untuk dicerna, berbeda dengan hal kebaikan. Kecuali si anak adalah generasi pembelajar, yang tak mau mengulang pola pengasuhan yang sama dengan orang tuanya.
Bersyukur adalah hal yang harus terus ditanamkan pada anak. Jika ada kelapangan maka ajarkan untuk berbagi. Kepuasan hanya akan tercapai ketika banyak bersukur terhadap nikmat sehat, iman, dan rezeki yang telah anugrahkan. Dan syukur adlah ciri orang beriman.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ؛ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Seorang mukmin itu sungguh menakjubkan, karena setiap perkaranya itu baik. Namun tidak akan terjadi demikian kecuali pada seorang mu’min sejati. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu baik baginya” (HR. Muslim no.7692).

0 Comments:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung ke blog ini