Berita kriminal kerap menghias layar kaca tiap harinya. Menayangkan kasus pencurian, perampokan, pemerkosaan, dan penghilangan nyawa seseorang sudah menjadi hal biasa menghias layar kaca. Betapa murah harga nyawa manusia saat ini. Berawal dari sulitnya mencari pekerjaan seseorang rela jadi perampok dengan menghilangkan nyawa orang lain ,demi menghidupi anak istrinya. Hanya di tolak cinta yang berakhir dendam, nyawa seseorang melayang. Sangat sulit menemukan rasa aman, satu sama lain saling curiga. Ada apa dengan manusia saat ini, mereka sakitkah secara ruhiyah? Orang yang dihatinya ada kelembutan, tak mungkin memelihara dendam. Jikapun harus marah, akan marah yang sewajarnya. Tidak menimbun dendam dihatinya.
Banyak hal yang menyebabkan tindak kriminal terjadi, disebabkan atau dipicu berbagai persoalan seperti, ekonomi, sosial, konflik dan rendahnya kesadaran hukum. Di lain hal tindakan kriminal tidak jarang dipicu oleh persoalan-persoalan sepele. Hal ini turut memberi kontribusi pada peningkatan angka kejahatan. Pada tahun 2013 saja misalnya, dalam 1 menit 32 detik terjadi satu kali tindak kejahatan di Indonesia.
Dilansir dari Republika.com menurut Data yang dirilis Mabes Polri menyebutkan jumlah kejahatan pada 2017 berada di angka 291.748 kasus. Jumlah ini menurut data Mabes Polri dinyatakan menurun ketimbang tahun 2016 yakni 380.826 kasus. Sementara, jumlah kasus yang diselesaikan hanya 181.448 kasus,
Situs database Numbeo mengeluarkan indeks kejahatan dunia 2016 (Crime Index 2016). Kota San Pedro Sula Honduras dan Venezuela dianggap sebagai kota dan negara dengan angka paling tinggi di dunia. Jakarta menempatkan urutan ke-118 kota dengan kejahatan tinggi dan Indonesia di posisi 51 sebagai negara dengan tingkat kejahatan besar. Dilansir dari koran sindo
Kejahatan-kejahatan ini terjadi selain adanya kesempatan seperti apa yang dikatakan Bang NAPI. Dan juga lemahnya iman dalam jiwa seseorang, menyebabkan seseorang ketika ditimpa kesulitan atau kemarahan cenderung melampiaskannya dengan jalan yang kurang terpuji. Peran masyrakat juga cenderung lemah. Terutama untuk kasus-kasus seperti konflik kekerasan dalam rumah tangga, masyrakat cenderung diam dengan alasan tidak mau ikut campur wilayah domestik tersebut. Padahal jika hal itu dibiarkan, dan masyarakat diam, hal ini bisa menghilangkan nyawa yang berkonflik tersebut.
Kurangnya peran leadership suami dalam rumah tangga juga memicu terjadinya kekerasan fisik dan perasaan. Hal ini akan menyebakan rusaknya pilar rumah tangga, karena tidak adanya sipengayom untuk istri dan anak. Dan hal ini akan menyebabkan kekerasan juga pada anak. Ibu yang tidak bahagia, cenderung melampiaskan emosi pada anak, maka terjadilah 'child abuse' anak yang rusak dimasa dewasa pasti akan menjadi anak yang liar dan cenderung menyelesaikan sesuatu yang menurutnya bertentangan dengan jalan kekerasan.
Masyarakat perkotaan juga cenderung individualis, dan mudah curiga pada orang lain, kering ukhuwah, berbeda dengan masyarakat pedesaan yang masih membudayakan nilai-nilai kekeluargaan, gotong royong, dll. Ditambah dengan mudahnya arus informasi yang di akses tanpa memfilternya terlebih dahulu apakah informasi tersebuat sesuai dengan budaya Indonesia yang menganut adat ketimuran atau tidak, membuat sipengakses tercemari gaya hidup rusak. Bisa dari tontonan yang tidak menuntun yang berisi dari tayangan-tayangan yang berisi kekerasan, pelecahan, pornografi. Dan pastinya hal ini akan mempengaruhi pikiran si pengakses. Membangkitkan sisi liarnya yang terpendam. Ketika ada kesempatan, sipapun bisa jadi korban.
Negara juga kurang memiliki peran penting dalam mengurusi rakyatnya. Lemahnya hukum terhadap pelaku kejahatan, memicu orang jahat untuk semakin bertambah jahat. Hotel prodeo adalah tempat belajar seorang pelaku kejahatan untuk menjadi penjahat kelas kakap. Kita pasti bisa melihat bagaimana orang yang sudah dipenjara,tapi bisa mengendalikan bisnis narkobanya dari dalam sel tahanan. Seorang Gayus Tambunan yang sedang di penjara, namun bisa nonton tenis di Bali dengan tenang. Seorang yang baru keluar dari penjara, yang harusnya jadi orang baik malah jadi redidivis. Dengan kejadian barusan rakyat bisa membaca betapa bobroknya hukum negri ini. Tajam ke bawah tumpul ke atas. Seharusnya hukum itu seperti apa, gigi dibayar gigi, darah dibayar darah, dan nyawa dibayar oleh nyawa. Maka keadilan akan bisa ditegakan.
Dan Allah SWT berfirman :
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang Mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” [an-Nisâ’/4:93]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اجْتَنِبُوْا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ قِيْلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّيْ يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاَتِ الْمُؤْمِنَاتِ
“Hendaklah kalian menjauhi tujuh perkara yang membinasakan.” Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , apa saja itu?” Beliau n menjawab,“(Pertama) menyekutukan Allah k, (kedua) perbuatan sihir, (ketiga) membunuh jiwa yang telah Allah haramkan (membunuhnya) kecuali dengan cara yang haq, (keempat) makan harta benda anak yatim, (kelima) makan riba, (keenam) berpaling pada waktu menyerang musuh (desersi), dan (ketujuh) menuduh (berzina) perempuan-perempuan Mukmin yang tidak tahu menahu (tentang itu).
Maka, sebelum islam diterapkan di muka bumi, tidak akan pernah umat ini merasakan rasa aman. Kejahatan akan terus terjadi setiap harinya, menimpa siapapun. Karena hukum yang diterapkan saat ini, bagi pelanggar kejahatan, terlalu ringan. Sehingga bisa saja dari keringanan ini menyebabkan dendam yang berkepanjangan, bagi si keluarga korban. Terutama jika kasusnya sudah membuat hilangnya nyawa korban. Untuk itu tingkatkan selalu kewaspadaan dimanapun. Berhati-hati dalam bertutur, jangan sampai lisan kita menyakiti perasaan orang lain yang akan menyebabkan timbulnya dendam dan pertumpahan darah. Begitupun dalam tingkah laku. Setiap keluar rumah senantiasa meminta perlindungan Allah. Dan isi setiap langkah perjalanan dengan Dzikrullah. [ X ]
0 Comments:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung ke blog ini